Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hafid

Gus Dur: Presiden Rakyat, Ulama Bangsa

Sejarah | 2025-04-07 04:37:13
Sumber: Foto Pribadi

Dalam sejarah bangsa Indonesia, sedikit tokoh yang mampu menyatukan dunia pesantren, politik, dan kemanusiaan seperti Abdurrahman Wahid. Sosok yang akrab disapa Gus Dur ini bukan hanya dikenal sebagai Presiden keempat Republik Indonesia, tetapi juga sebagai ulama yang membawa angin segar dalam demokrasi dan toleransi.
Awal Kehidupan: Lahir dari Keluarga Pejuang Ilmu
Abdurrahman Wahid lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur. Ia berasal dari keluarga terpandang dalam dunia Islam. Ayahnya, Wahid Hasyim, adalah Menteri Agama pertama RI sekaligus putra pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy'ari. Sejak kecil, Gus Dur tumbuh di lingkungan pesantren yang penuh dengan nilai keislaman dan kebangsaan.
Tak heran, kecintaannya pada ilmu sudah terlihat sejak usia dini. Setelah menimba ilmu di pesantren lokal, ia melanjutkan studi ke Timur Tengah dan Eropa. Gus Dur bukan hanya membaca kitab kuning, tetapi juga menyelami filsafat Barat dan pemikiran modern.
Dari Intelektual ke Pemimpin Umat
Sepulang dari luar negeri, Gus Dur aktif menulis di berbagai media. Gaya tulisannya tajam, cerdas, dan kadang satir. Ia tidak ragu mengkritik ketidakadilan, bahkan ketika itu datang dari pemerintah atau ormas besar. Tahun 1984, Gus Dur terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Di bawah kepemimpinannya, NU mengambil jalur kultural dan meninggalkan politik praktis. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam menjaga peran NU sebagai penjaga moral bangsa.
Namun, meskipun keluar dari politik formal, Gus Dur tetap menjadi suara moral yang didengar banyak pihak. Ia dikenal vokal membela kaum minoritas, buruh, dan mereka yang tertindas.
Presiden yang Tak Biasa
Tahun 1999, di tengah arus reformasi, Gus Dur terpilih menjadi Presiden Indonesia. Bagi banyak orang, ini adalah kejutan. Seorang tokoh Nahdliyin yang humoris, penglihatannya terbatas, dan sering menyampaikan pidato di luar naskah—tiba-tiba duduk di kursi tertinggi republik.
Sebagai presiden, Gus Dur berani mengambil langkah yang tidak populer. Ia menghapuskan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa, membuka kembali hubungan diplomatik dengan Israel, dan membubarkan Departemen Penerangan yang selama Orde Baru digunakan untuk membungkam kebebasan pers.
Namun, sikapnya yang blak-blakan dan sering melangkahi prosedur politik membuat banyak lawan politiknya merasa tidak nyaman. Masa kepresidenannya hanya bertahan 21 bulan. Ia dimakzulkan lewat Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001.
Lebih Besar dari Jabatan
Meski lengser dari kursi presiden, nama Gus Dur justru semakin harum. Ia terus hadir di tengah rakyat. Ceramahnya di kampus, pesantren, hingga acara budaya selalu penuh sesak. Ia tidak pernah menyimpan dendam pada lawan politiknya. Baginya, perjuangan untuk keadilan dan kemanusiaan lebih penting dari sekadar jabatan.
Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009. Ribuan orang dari berbagai agama, suku, dan golongan mengiringi kepergiannya. Ia dimakamkan di kompleks makam keluarga Tebuireng, tempat kelahirannya.
Warisan Gus Dur
Gus Dur telah tiada, namun gagasannya hidup. Ia mengajarkan bahwa menjadi muslim sejati berarti memperjuangkan keadilan untuk semua. Ia menunjukkan bahwa ulama bisa menjadi negarawan, bahwa politik tidak harus penuh tipu daya, dan bahwa humor bisa menjadi senjata melawan kekuasaan yang sewenang-wenang.
Kini, setiap kali Indonesia dirundung intoleransi dan perpecahan, nama Gus Dur kembali disebut. Bukan sebagai nostalgia, tapi sebagai pengingat: bahwa bangsa ini pernah punya pemimpin yang berani berbeda, berpihak pada rakyat kecil, dan menjunjung tinggi kemanusiaan.

---
Daftar Pustaka
1. Kompas.com. (2009). Gus Dur: Pejuang Kemanusiaan dan Demokrasi.

2. Tirto.id. (2019). Gus Dur: Sang Guru Bangsa.

3. CNN Indonesia. (2019). Mengenang Gus Dur, Presiden dengan Segudang Julukan.

4. NU Online. (2020). Gus Dur dan Pemikiran Pluralismenya.

5. BBC Indonesia. (2009). Abdurrahman Wahid Wafat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image