Tantangan dan Solusi dalam Menjaga Ketahanan Keluarga di Era Milenial
Gaya Hidup | 2022-02-19 00:56:29Cand. Dr. Moh. Hafid*
Sebagai rakyat Pamekasan, saya terkejut saat Radar Madura menurunkan berita terkait angka perceraian di Pamekasan. Angkanya cukup fantastik, 1.840 pasangan suami istri (pasutri) bercerai. Itu terjadi, antara 15 bulanan. Dari Januari 2020 hingga Maret 2021.(radarmadura.jawapos.com/pasutricerai)
Tidak hanya itu, yang lebih mengejutkan lagi, dari total angka diatas, ternyata kasus perceraian didominasi oleh gugatan istri. 1.167 angka perceraian di Pamekasan murni gugatan istri. Sementara 673 kasus perceraian memang keinginan suami. (radarmadura.jawapos.com/pasutricerai)
Hasil penelitian Novi Kamalia, aktifis perempuan Pamekasan, membeberkan hasil penelitiannya bahwa laki-laki Madura yang tidak bisa menafkahi perempuan cenderung bertindak tidak lazim dan tidak baik. Misalnya, tindak kekerasan. Ini demi melindungi kewibaannya. (radarmadura.jawapos.com/pasutricerai)
Hery Kushendar, Panitera Pengadilan Agama (PA) Pamekasan, juga menyampaikan dari sekian banyak alasan dan penyebab terjadinya perceraian di Pamekasan. Yang paling mendominasi adalah alasan ekonomi dan perselisihan rumah tangga. Tuturnya, sekalipun mereka sudah dikasih cara untuk berdamai, istri tetap ngotot bercerai. (Lenteratoday.com/Jandadipamekasan)
Tantangan Keluarga Milenial
Aunur Rohim mengatakan Keluarga adalah institusi yang paling kecil dalam bermasyarakat, tetapi memiliki peran yang paling krusial terhadap pembangunan masyarakat. Karena dalam institusi ini dibentuk sumber daya manusia sebagai pelaku kehidupan di masyarakat. “Semakin baik keluarga, maka semakin baik pula masyarakatnya, tidak hanya pada sisi masyarakat, bahkan manfaatnya bisa pada kesejahteraan bangsa,” ungkapnya.
Maka dari itu kualitas masyarakat dapat dipengaruhi dari kualitas individu yang dibentuk dari keluarga. Mengingat di era milenial ini kemajaun ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ini ternyata dapat mempengaruhi suatu budaya bangsa. Budaya yang memungkinkan menggerus dan melemahkan suatu ketahanan keluarga.
“Hal ini dilihat dari kacamata budaya orang tua, anak, dan pendidikan dimana terlihat dari tingginya angka perceraian, terbiasannya perilaku seks bebas, kejahatan anak dibawah umur, pemakaian narkoba bagi anak-anak, perdagangan manusia, terjangkitnya paham radikal kepada anak dan masyarakat, hingga berbagai pengaruh budaya seperti tidak adanya sikap hormat antar anak dan orang tua atau istri dan suami. Ini semua merupakan paham yang dapat mengkerdilkan ketahanan keluarga,” kata Aunur Rohim.
Aunur Rohim menambahkan pentingnya akan pemahaman mengenai ketahanan keluarga. Hal ini akan selaras dengan terciptanya generasi yang paham akan jati diri, agama serta teguh pada pedoman dan keyakinan. “Dengan pahamnya akan ketahanan keluarga dapat menciptakan generasi yang kokoh, solid, dan sejahtera sehingga tidak dapat dirusak dari pengaruh budaya yang dapat membawa kerusakan ketahanan keluarga.” pungkasnya.
Terlebih perkembangan teknologi informasi khususnya media saat ini sudah sangat maju. Imam Mujiono mengatakan masalah keluarga menjadi konsumsi sehari-hari dan tak jarang dilihat oleh anak-anak. Maka dari itu penting bagi orang tua dalam menghadapi tantangan keluarga di era milenial saat ini. “Media di era sekarang ini sangat mudah dan cepat di akses. Jangan sampai masalah keluarga menjadi konsumsi sehari-hari terutama pada anak-anak yang akan mempengaruhi kondisinya,” ujarnya.(Lihat:(https://www.uii.ac.id/membangun-ketahanan-keluarga-di-eramilenial/2019)
Membangun Ketahanan Keluarga di Era Milenial
Salah satu isu nasional dalam peningkatan kualitas penduduk ditengah derasnya arus perkembangan teknologi informasi adalah soal ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga diartikan dengan keluarga yang ulet, tangguh serta mampu, baik secara fisik, materil, psikis,, mental dan spritual. Tujuannya agar bisa mandiri, sejahtera dan hidup harmonis. (Ahmad Fathoni,2021)
Ketahannya bisa digambarkan dengan beberapa aspek utama. Pertama, ketahanan fisik yang ditandai dengan pemenuhan kebutuhan pokok, misalnya, sandang, pangan, papan, kesehatan dan kebutuhan pendidikan. Kedua, ketahanan sosial, yang berorentasi pada nilai-nilai agama, komunikasi yang baik dan kometmen yang tinggi. Ketiga, ketahanan psikologis, yaitu tersedianya problem solving, pengendalian emosi, konsep diri dan kepedulian. (Ahmad Fathoni,2021)
Indikator untuk mengukur bentuk pertama adalah ketersediaan tempat tinggal, kecukupan pendapatan, terpenuhinya pembiayaan pendidikan dan kesehatan serta adanya jaminan keuangan keluarga. Yang kedua, bisa diukur dengan adanya komunikasi yang intens dan intim dan kepedulian sosial yang tinggi. Ketiga, dapat diukur dengan kemampuan keluarga untuk mengatasi permasalahan yang terjadi. (Ahmad Fathoni,2021)
Imam Mujiono memaparkan beberapa solusi dalam menghadapi tantangan tersebut guna menciptakan kondisi keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Solusi tersebut di antaranya optimis dalam menatap masa depan, sikap saling percaya kepada anggota keluarga yang membuat sinergi, berprasangka baik serta pembentukan karakter. “Keempat hal ini bila dilakukan dan diamalkan bisa menciptakan kondisi keluarga yang sehat harmonis dan memiliki ketahanan yang kokoh,”ungkapnya.(https://www.uii.ac.id/membangun-ketahanan-keluarga-di-eramilenial/2019)
Kiat Membangun Keluarga Sakinah
Bapak Jamal Pati, membagikan beberapa kiat terkait hal-hal yang perlu dijadikan bahan dan bekal dalam membina keluarga. Tujuannya, agar kita dalam menata keluarga bisa mencapai keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Diantaranya adalah sebgai berikut:
Pertam, memahami tujuan pernikahan. Menikah adalah mematuhi perintah Allah dan mengikuti sunnah Nabi. Menikah bukan memperturutkan hawa nafsu. KH. Maimoen Zubair dawuh: selama laki-laki dan perempuan berkumpul didahului dengan akad nikah, maka selama itu pula kemuliaan manusia terjaga.
Kedua, Membangun kesepahaman (visi) dunia dan akhirat. Visi keluarga adalah menjadi sumber kedamaian dan tempat bersemai kader-kader penerus yang berkualitas. Dalam bahasa agama, keluarga adalah taman surga yang menyejukkan, menentramkan, dan membahagiakan semua penghuninya.
Ketiga, Memahami 5 pilar utama keluarga. Lima pilar tersebut adalah: Pertama, mitsaqan ghalidha (ikatan yang kuat) sehingga harus dipertahankan dan jangan dilepas. Kedua, zawajan (berpasangan) yang saling melengkapi, menyempurnakan dan menutupi kekurangan-aib pasangan. Jangan egois dan mau menang sendiri. Ketiga, musyawarah (sharing bersama secara demokratis). Keempat, muasyarah bil ma'ruf (bergaul dengan harmonis) dan jauh dari kekerasan. Kelima, taradlin (saling meridlai) di mana suami dan istri saling mendukung satu dengan yang lain. Suami mendorong potensi istri berkembang dan istri mensupport karir suami.
Keempat, Mempunyai ketahanan mental dan emosi. Jangan emosi-marah karena dilarang Nabi dan efek negatifnya panjang. Ketika suami marah jangan diladeni, diam saja. Ketika istri marah juga jangan ditanggapi, diam saja. Dalam agama, seseorang dilarang mengambil keputusan saat marah. Alasannya: marah mengacaukan pikiran (تشويش الفكر).
Kelima, Memahami manajemen konflik. Konflik keluarga adalah bumbu yang selalu ada yang jika dikelola dengan baik akan memperkuat bangunan rumah tangga. Keutuhan rumah tangga menjadi tali pengikat suami-istri. Kematangan psikologi sangat dibutuhkan. Manajemen konflik ada yang berupa internal konsentrasi dan eksternal konsentrasi.
Internal konsentrasi adalah masalah yang lahir dari kedua pasangan yang dalam pemecahannya jangan melibatkan orang lain-pihak ketiga. Suami-istri duduk bersama dengan kepala dingin untuk menemukan titik temu yang diterima bersama. Sedangkan eksternal konsentrasi adalah masalah yang melibatkan pihak luar yang membutuhkan sharing informasi dan gagasan dari pihak luar. Melokasir masalah sangat penting dalam manajemen konflik keluarga supaya masalah tidak melebar.
Keenam, Manajemen ekonomi yang baik. Jangan besar pasak dari tiyang. Pengeluaran jangan lebih besar dari pemasukan. Dalam keluarga, harus bisa membedakan antara kebutuhan yang harus dipenuhi dan keinginan yang tidak harus dipenuhi. Memetapkan skala prioritas menjadi urgens dalam keluarga.
Ketujuh, Memahami strategi mendidik anak berkualitas. Semua kecerdasan anak digali dan dikembangkan. Kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, sosial, dan moral adalah kecerdasan yang harus diasah sejak dini supaya berkembang dan menjadi identitas anak dalam pertumbuhannya. (Lihat:https://www.facebook.com/100008222587167/posts/3172244343059621/Pati, Kemenag, November 2021)
Intinya, adalah dalam membina keluarga agar bisa tahan dikembalikan pada diri kita masing-masing. Keilmuan, pengetahuan dan waswasan menjadi sesuatu yang sangat urgen dalam pembekalan menuju keluarga yang kuat dan tahan lama. Tidak hanya itu, tingkat, keimanan, keberislaman dan keakhlakan juga menjafi faktor menentu dalam membina keluarga yang tahan lama.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.