
Aset Digital: Praktis, Tapi Apakah Bisa Dipercaya?
Bisnis | 2025-03-23 21:01:43
Dulu, memiliki aset berarti menyimpan emas di brankas, membeli tanah di pinggiran kota, atau memegang surat berharga secara fisik. Kini, semua itu bisa dilakukan hanya dengan sentuhan jari. Aplikasi di ponsel memungkinkan siapa saja membeli emas, obligasi, bahkan properti dalam bentuk digital. Cepat, praktis, dan tidak terikat lokasi.
Inilah era aset digital. Namun, di balik semua kemudahan itu, muncul satu pertanyaan penting. Apakah kita benar-benar bisa mempercayai aset digital?
Akses Mudah, Risiko Tersembunyi
Digitalisasi aset membawa banyak manfaat. Transaksi menjadi lebih mudah diakses, bahkan oleh mereka yang sebelumnya tidak terlayani oleh sistem keuangan konvensional. Modal kecil pun kini cukup untuk membeli sebagian kepemilikan atas aset yang bernilai besar.
Namun, kemudahan itu sering kali dibarengi oleh ketidakjelasan. Banyak platform hanya menampilkan angka saldo sebagai bukti kepemilikan tanpa informasi yang cukup mengenai keberadaan fisiknya. Apakah benar ada emas, properti, atau surat berharga yang mendasari angka tersebut? Di mana disimpan? Siapa yang mengawasi?
Tanpa jawaban yang jelas, angka-angka digital itu berpotensi menjadi sekadar ilusi. Ketika kepercayaan mulai hilang, stabilitas sistem pun ikut terancam.
Mengapa Institusi Penting
Dalam kerangka teori kelembagaan baru, institusi merupakan aturan formal maupun informal yang membentuk interaksi dalam sistem ekonomi. Jika platform aset digital tidak tunduk pada pengawasan, audit, atau regulasi yang memadai, maka sistem tersebut sulit membangun kepercayaan jangka panjang.
Institusi yang lemah menciptakan ketidakpastian. Dalam jangka pendek mungkin tidak tampak, tetapi dalam jangka panjang akan mengikis partisipasi publik dan melemahkan keandalan sistem itu sendiri.
Ketika Informasi Tidak Seimbang
Salah satu risiko utama dalam pasar aset digital adalah ketimpangan informasi. Dalam teori ekonomi informasi, hal ini disebut sebagai asimetri informasi, yaitu kondisi ketika satu pihak dalam transaksi mengetahui lebih banyak daripada pihak lainnya.
Dalam praktiknya, penyedia layanan digital sering kali memiliki informasi yang lebih lengkap dibandingkan penggunanya. Investor tidak selalu bisa memverifikasi apakah aset yang mereka beli benar-benar ada dan aman.
Situasi seperti ini juga dijelaskan dalam teori agensi, yaitu hubungan antara pemilik dan pengelola aset yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Ketika pengelola memiliki kekuasaan lebih besar dan pengawasan tidak memadai, risiko penyalahgunaan meningkat.
Tanpa transparansi dan pengawasan yang jelas, pengguna berada pada posisi yang rentan.
Peran Regulator dan Masyarakat
Pemerintah dan otoritas keuangan perlu memperkuat regulasi aset digital. Tujuannya bukan untuk menahan inovasi, tetapi untuk menciptakan kepastian dan melindungi hak pengguna. Standar yang mengatur verifikasi aset, audit independen, serta mekanisme penyelesaian sengketa harus segera diperjelas.
Namun, regulasi saja tidak cukup. Masyarakat juga perlu dibekali dengan literasi keuangan dan digital yang memadai. Pengguna harus bisa menilai risiko, memahami haknya, dan memilih platform yang memiliki akuntabilitas.
Waspada Tanpa Menolak Inovasi
Aset digital bukan sesuatu yang harus ditolak. Justru sebaliknya, inovasi ini membawa banyak potensi untuk mendemokratisasi akses terhadap aset dan investasi. Namun, potensi itu hanya bisa terwujud jika dibarengi dengan kehati-hatian, transparansi, dan sistem yang dapat dipercaya.
Sebagai pengguna, kita harus kritis. Tanyakan di mana aset disimpan, bagaimana cara mengklaimnya, dan apakah ada jaminan hukum jika terjadi sengketa. Jangan hanya percaya pada tampilan aplikasi atau janji keuntungan yang cepat.
Akhirnya, Soal Kepercayaan
Aset digital memang tidak bisa disentuh secara fisik, tetapi dampaknya sangat nyata. Ia bisa membuka akses yang lebih luas terhadap kepemilikan dan investasi, tetapi juga menyimpan risiko jika dijalankan tanpa fondasi yang kokoh.
Inovasi teknologi dalam keuangan harus dibarengi dengan kelembagaan yang kuat, transparansi informasi, dan perlindungan terhadap semua pihak yang terlibat. Di tengah kilau angka-angka di layar, kita tetap perlu bertanya: siapa yang menjamin, bagaimana sistemnya bekerja, dan sejauh mana kita dilindungi?
Pada akhirnya, aset digital bukan soal teknologi semata. Ini adalah soal kepercayaan. Dan dalam dunia ekonomi, kepercayaan tidak bisa dibangun tanpa sistem yang bisa diawasi, diuji, dan dipertanggungjawabkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook