Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kanza Azzahra

Penegakan Hak dan Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK yang Berdasarkan Prinsip Perlindungan

Hukum | 2024-05-30 14:49:25
Foto oleh newsmeter.in

Latar Belakang

Proteksi konsumen ialah hak asasi manusia yang secara kodrati diperoleh konsumen. Tetapi, kerapkali dalam praktiknya, pelaksanaan proteksi konsumen tidak berjalan sebagaimana mestinya. Konsumen bisa jadi objek aktivitas usaha dari pelakon usaha lewat iklan, promosi, metode penjualan, serta pelaksanaan perjanjian baku yang merugikan konsumen. Perihal ini diakibatkan oleh rendahnya pembelajaran konsumen serta rendahnya pemahaman hendak hak serta kewajibannya. Peran konsumen terhadap produsen yang sepatutnya balance jadi lemah sebab rendahnya pengetahuan konsumen menimpa hak- haknya selaku konsumen.

Hak- hak konsumen ini butuh dikenal oleh warga luas selaku konsumen, buat menjamin kepastian hukum serta proteksi untuk konsumen. Kepastian hukum mencakup seluruh upaya buat memberdayakan konsumen supaya bisa mendapatkan ataupun memastikan pilihannya atas benda serta ataupun jasa yang dibutuhkannya dan mempertahankan hak- haknya apabila dirugikan oleh sikap usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. Proteksi hukum terhadap hak- hak konsumen pada hakikatnya merupakan kedudukan pemerintah buat melindungi kepentingan konsumen dalam rangka perdagangan. Kedudukan pemerintah mengacu pada aspek nasional serta internasional, maksudnya tuntutan kepastian hukum dalam melaksanakan transaksi/ jual beli wajib jelas dari segi aspek hukum nasional lewat pembuatan peraturan di bidang proteksi hukum untuk konsumen, dan aspek hukum internasional lewat perjanjian internasional ataupun harmonisasi hukum.

Sengketa konsumen merupakan perselisihan di mana salah satu pihak wajib jadi konsumen, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Bab X( 10) UUPK. Sengketa konsumen bisa dituntaskan lewat majelis hukum ataupun di luar majelis hukum bersumber pada opsi sukarela para pihak. Unsur- unsur yang ada dalam Pasal 45 UUPK antara lain: terdapatnya kerugian yang dialami konsumen, tuntutan hukum terhadap pelakon usaha, serta proses dicoba lewat majelis hukum. Lebih lanjut, Pasal 48 UUPK mengatakan kalau penyelesaian sengketa lewat majelis hukum mengacu pada syarat yang berlaku di peradilan universal dengan mencermati syarat Pasal 45 UUPK.

Bersumber pada ayat( 1), penyelesaian sengketa pula bisa dicoba di luar majelis hukum. Penyelesaian di luar majelis hukum tersebut bisa dicoba dengan menggunakan Tubuh Penyelesaian Sengketa Konsumen( BPSK), sebagaimana diatur dalam Pasal 49 sampai Pasal 58 UUPK. Tujuan dibentuknya BPSK merupakan buat melindungi konsumen serta pelakon usaha dengan menghasilkan sistem proteksi konsumen yang memiliki faktor kepastian hukum serta keterbukaan data. Keberadaan BPSK diharapkan bisa jadi bagian dari pemerataan keadilan, spesialnya untuk konsumen selaku wujud penegakan hak konsumen.

Pembahasan

Penegakan Hak dan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Bab Penyelesaian Sengketa, mulai dari Pasal 45 sampai 48, dan Bab XI tentang Tubuh Penyelesaian Sengketa Konsumen, mulai dari Pasal 49 sampai 58, mengatur persyaratan yang menimpa penyelesaian sengketa konsumen dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen. Namun, Pasal 19 dan 23 mendahului persyaratan Bab X. Bisa ada sengketa antara bisnis dan konsumen jika isi transaksi konsumen disalahgunakan, serta kewajiban dan larangan yang diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen. Sengketa dapat terjadi karena salah satu pihak tidak menerima atau menikmati hak yang seharusnya karena pihak lain tidak memenuhi kewajibannya.

Misalnya, pembeli tidak menerima barang yang dipesan, mereka tidak menerima layanan yang dijanjikan, atau penjual tidak menerima pembayaran yang sesuai dengan hak mereka. konflik antara. Dua alasan yang dapat menyebabkan sengketa konsumen adalah sebagai berikut: pertama, pelaku usaha atau konsumen tidak mematuhi kewajibannya sesuai dengan hukum, yang berarti mereka mengabaikan persyaratan undang-undang tentang kewajiban mereka; kedua, keduanya tidak mematuhi isi perjanjian, yang berarti keduanya tidak mematuhi kewajiban sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat. Sengketa jenis ini juga dikenal sebagai sengketa hukum atau sengketa kontrak.

Sengketa konsumen, seperti sengketa hukum biasanya, harus diselesaikan untuk memulihkan hubungan antara pelaku bisnis dan konsumen. Ini akan memungkinkan tiap pihak memperoleh hak-haknya kembali. Tujuan penyelesaian sengketa ini adalah untuk memastikan hak-hak kedua belah pihak yang bersengketa dipenuhi. Oleh karena itu, keadilan dapat dijamin dan hukum dapat ditegakkan secara adil. Selain itu, penyelesaian sengketa konsumen yang efektif dapat membantu bisnis tetap beroperasi. Bisnis memiliki keyakinan untuk berusaha, sedangkan konsumen memiliki keyakinan untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Menjajaki syarat yang diatur dalam Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen, sengketa konsumen bisa dituntaskan baik di luar majelis hukum ataupun lewat majelis hukum. Penyelesaian di luar majelis hukum mengaitkan lembaga semacam Tubuh Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ataupun forum lain buat menggapai konvensi. Sedangkan itu, penyelesaian lewat majelis hukum merupakan proses penyelesaian yang dicoba di majelis hukum yang terletak dalam yurisdiksi peradilan universal.

Terdapat 3 metode buat menuntaskan sengketa konsumen, ialah lewat perundingan, konsultasi, konsiliasi, mediasi, evaluasi pakar, ataupun arbitrase; lewat BPSK; serta lewat majelis hukum. Salah satu dari 3 metode tersebut bisa diseleksi oleh pihak yang bersengketa, dengan penyelesaian tuntutan mendadak wajib dicoba terlebih dulu buat menggapai konvensi, sedangkan 2 metode yang lain bisa diseleksi bila penyelesaian damai tidak sukses.

Terhadap proteksi hukum yang jadi hak konsumen, penyelesaian sengketa konsumen bisa dicoba lewat 2 metode cocok dengan Pasal 45 ayat 2 Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen: awal, penyelesaian di luar majelis hukum lewat upaya damai antara pihak yang bersengketa, serta kedua, penyelesaian lewat majelis hukum. Dalam kedua metode tersebut, penyelesaian sengketa di luar majelis hukum kandas, serta penyelesaian lewat BPSK pula tidak sukses, sengketa bisa diajukan ke majelis hukum.

Pasal 48 Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen menetapkan kalau proses majelis hukum dalam penyelesaian sengketa konsumen menjajaki hukum kegiatan yang berlaku, semacam Herziene Inlands Regeling (HIR) buat Jawa serta Madura, ataupun Rechtsreglemen Buitengewesten (RBg) buat wilayah luar Jawa serta Madura. Walaupun berbeda, prinsip dasarnya senantiasa sama. Dalam hukum kegiatan perdata Indonesia, hakim mempunyai kedudukan pasif di mana inisiatif berperkara berasal dari pihak yang berkepentingan. Berikutnya, gugatan atas pelanggaran hak konsumen bisa diajukan lewat pesan gugatan ke majelis hukum negara di tempat tinggal tergugat ataupun tempat tinggal yang dikenal tergugat.

Ini merupakan uraian ulang menimpa syarat penyelesaian sengketa konsumen bagi Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen.

Prinsip Perlindungan Berdasarkan UUPK No. 8 Tahun 1999

Bagi Undang- Undang Proteksi Konsumen No 8 Tahun 1999 Tentang Proteksi Konsumen Republik Indonesia, hak konsumen Meliputi

Cocok dengan Pasal 4 Undang- undang Proteksi Konsumen (UUPK), Hak- hak Konsumen mencakup:

1. Hak atas kenyamanan, keamanan, serta keselamatan dalam komsumsi benda serta/ ataupun jasa;

2. Hak buat memilah benda serta/ ataupun jasa dan memperoleh benda serta/ ataupun jasa tersebut cocok dengan nilai ubah serta keadaan dan jaminan yang dijanjikan;

3. Hak atas data yang benar, jelas, serta jujur menimpa keadaan serta jaminan benda serta/ ataupun jasa;

4. Hak buat didengar komentar serta keluhannya atas benda serta/ ataupun jasa yang digunakan;

5. Hak buat memperoleh advokasi, proteksi, serta upaya penyelesaian sengketa proteksi konsumen secara pantas;

6. Hak buat menemukan pembinaan serta pembelajaran konsumen;

7. Hak buat diperlakukan ataupun dilayani secara benar serta jujur dan tidak diskriminatif;

8. Hak buat memperoleh kompensasi, ubah rugi/ penggantian, apabila benda serta/ ataupun jasa yang diterima tidak cocok dengan perjanjian ataupun tidak sebagaimana mestinya;

9. Hak- hak yang diatur dalam syarat peraturan perundang- undangan yang lain.

Upaya proteksi konsumen di Indonesia, bersumber pada Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen, didasari oleh 5 asas proteksi konsumen:

1. Asas Khasiat: Pelaksanaan UUPK wajib membagikan khasiat yang sebesar- besarnya kepada kedua pihak, konsumen serta pelakon usaha, sehingga penyeimbang hak- haknya terpelihara;

2. Asas Keadilan: Hak serta kewajiban konsumen dan pelakon usaha diatur secara balance buat menggapai keadilan;

3. Asas Penyeimbang: Kepentingan konsumen, pelakon usaha, serta pemerintah diharapkan balance dalam pelaksanaan UUPK;

4. Asas Keamanan serta Keselamatan Konsumen: UUPK membagikan jaminan atas keamanan serta keselamatan konsumen dalam memakai benda serta/ ataupun jasa;

5. Asas Kepastian Hukum: Konsumen serta pelakon usaha wajib mentaati hukum serta memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan proteksi konsumen.

Peran dan Wewenang BPSK dalan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Tubuh Penyelesaian Sengketa Konsumen( BPSK) cocok dengan Undang- Undang No 8 Tahun 1999, merupakan lembaga yang mempunyai tugas serta wewenang buat menanggulangi dan menuntaskan sengketa antara pelakon usaha serta konsumen. Dibangun di tiap Wilayah Tingkatan II, BPSK bertujuan buat menuntaskan sengketa konsumen di luar majelis hukum. Buat jadi anggota BPSK, seorang wajib penuhi ketentuan tertentu, tercantum kewarganegaraan Indonesia, kesehatan yang baik, sikap yang baik, tidak sempat dihukum sebab kejahatan, mempunyai pengetahuan serta pengalaman dalam proteksi konsumen, dan berumur minimun 30 tahun. Anggota BPSK terdiri dari faktor pemerintah, konsumen, serta pelakon usaha, dengan jumlah minimun 3 orang serta optimal 5 orang buat tiap faktor.

Penaikan serta pemberhentian anggota BPSK diresmikan oleh menteri. BPSK mempunyai bermacam- macam tugas serta wewenang, tercantum melakukan penindakan sengketa lewat mediasi, arbitrase, ataupun konsiliasi, membagikan konsultasi proteksi konsumen, melaksanakan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, memberi tahu pelanggaran hukum, menerima pengaduan konsumen, melaksanakan riset serta pengecekan sengketa, memanggil pihak terpaut, serta menjatuhkan sanksi administratif kepada pelakon usaha yang melanggar syarat Undang- Undang.

Buat menanggulangi sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis yang terdiri dari jumlah anggota ganjil, minimun 3 orang, yang mewakili seluruh faktor. Vonis majelis bertabiat final serta mengikat, tanpa terdapatnya upaya banding ataupun kasasi. BPSK harus menghasilkan vonis dalam waktu optimal 21 hari kerja sehabis menerima gugatan. Bila vonis tidak dilaksanakan oleh pelakon usaha, BPSK bisa menyerahkan permasalahan tersebut kepada penyidik buat penyelidikan lebih lanjut.

Vonis BPSK bisa digugat ke Majelis hukum Negara, yang harus menghasilkan vonis dalam waktu optimal 21 hari sehabis menerima keberatan. Terhadap vonis Majelis hukum Negara, para pihak bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang wajib membagikan vonis dalam waktu optimal 30 hari semenjak menerima permohonan kasasi. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 90 Tahun 2001 membentuk BPSK di sebagian kota besar di Indonesia, dengan tujuan membagikan akses gampang untuk konsumen buat menuntut haknya serta membenarkan proteksi hukum yang sama untuk konsumen serta pelakon usaha. Prinsip penyelesaian sengketa di BPSK merupakan kilat, murah, serta simpel.

Kesimpulan

Kesimpulan riset ini menampilkan kalau penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia diatur dengan jelas dalam Undang- Undang No 8 Tahun 1999 tentang Proteksi Konsumen( UUPK). Bersumber pada syarat ini, sengketa konsumen bisa terjalin akibat ketidaktaatan pada kewajiban hukum ataupun isi perjanjian antara pelakon usaha serta konsumen. Buat menuntaskan sengketa tersebut, UUPK menawarkan 2 jalan utama: penyelesaian di luar majelis hukum serta lewat majelis hukum. Penyelesaian di Luar Majelis hukum: Jalan ini mengaitkan Tubuh Penyelesaian Sengketa Konsumen( BPSK) dan forum alternatif semacam perundingan, konsultasi, konsiliasi, mediasi, serta arbitrase.

Penyelesaian ini diupayakan terlebih dulu buat menggapai konvensi damai antara pihak- pihak yang bersengketa serta Penyelesaian Lewat Majelis hukum: Bila penyelesaian damai tidak tercapai, sengketa bisa dibawa ke majelis hukum. Proses ini menjajaki prosedur hukum kegiatan perdata yang berlaku di Indonesia, membagikan peluang kepada konsumen ataupun pelakon usaha buat mengajukan gugatan formal. BPSK memainkan kedudukan berarti dalam menuntaskan sengketa konsumen secara efektif serta efisien. Lembaga ini berperan menanggulangi sengketa lewat mediasi, konsiliasi, ataupun arbitrase, dan membagikan konsultasi proteksi konsumen.

Vonis BPSK bertabiat final serta mengikat, dengan upaya hukum lebih lanjut cuma lewat majelis hukum negara bila keberatan diajukan. Dalam penerapannya, BPSK diharapkan bisa membagikan kepastian hukum serta proteksi yang adil untuk konsumen serta pelakon usaha, sehingga menghasilkan ikatan yang harmonis serta keadilan dalam transaksi konsumen. Hasil riset ini menegaskan berartinya keberadaan BPSK serta mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam UUPK buat menjamin hak- hak konsumen serta pelakon usaha secara balance.

Daftar Pustaka

Astuti HD, ‘Kendala Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (Bpsk)’ (2017) 1 Jurnal Hukum Mimbar Justitia 572

Bahmid B, Martua J and Arbiah A, ‘Peranan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Dalam Memberikan Perlindungan Studi Di Kantor Cabang Badan Pengawas Obat Dan Makanan Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) Tanjungbalai’ (2020) 5 De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum 183

Choirunisa E and Mujib A, ‘Penyelesaian Sengketa Pegadaian Syariah Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)’ (2023) 5 Al-Kharaj: Jurnal Ekonomi, Keuangan & Bisnis Syariah 2344

Haerani H, ‘Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Mataram Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan’ (2018) 1 Unizar Law Review (ULR) 99

Harianto D, ‘Asas Kebebasan Berkontrak: Problematika Penerapannya Dalam Kontrak Baku Antara Konsumen Dengan Pelaku Usaha’ (2016) 11 Jurnal Hukum Samudra Keadilan 145

Indonesia R, ‘Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’ (1999) 8 Lembaran Negara RI Tahun

Irfansyah I, ‘Peran Strategis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’ (2021) 3 Ensiklopedia Social Review 58

Kholil M, ‘Tinjauan Empiris Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan Menyangkut Hak-Hak Konsumen Dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’ [2018] Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 53

Martanti G, ‘Perlindungan Konsumen Bagi Penyandang Disabilitas Pada Sektor Perdagangan Online Berbasis Aplikasi Marketplace’ (2023) 6 Jurnal USM Law Review 242

Nawi S, ‘Hak Dan Kewajiban Konsumen Menurut UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’ (2018) 7 Pleno Jure 1

Nisantika R and Maharani NLPES, ‘Penyelesaian Sengketa Konsumen Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)’ (2021) 2 Jurnal Locus Delicti 49

Pratama GY and Suradi A, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Data Pribadi Pengguna Jasa Transportasi Online Dari Tindakan Penyalahgunaan Pihak Penyedia Jasa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen’ (2016) 5 Diponegoro Law Journal 1

Sidabalok J, ‘Mencari Sistem Penyelesaian Sengketa Konsumen Yang Ideal Dalam Rangka Meningkatkan Perlindungan Terhadap Konsumen’ [2021] Fiat Iustitia: Jurnal Hukum 9

Sinaga NA and Sulisrudatin N, ‘Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Di Indonesia’ (2018) 5 Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara

Subagyono BSA, Chumaida ZV and Romadhona MK, ‘Enforcement of Consumer Rights Through Dispute Settlement Resolution Agency to Improve the Consumer Satisfaction Index In Indonesia’ (2022) 37 Yuridika 673

Susanto H, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan (Visimedia 2008)

Zia H and Saleh K, ‘Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Di Indonesia’ (2022) 3 Datin Law Jurnal

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image