
Membedah Rekonstruksi Pasca-Konflik Gaza dalam Seminar Internasional di FISIP UMJ
Edukasi | 2025-03-21 10:20:10
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) kembali menunjukkan kepeduliannya terhadap isu-isu global dengan menyelenggarakan seminar internasional bertajuk "Post-Conflict Reconstruction in Gaza: Challenges and Pathways to Sustainable Peace." Seminar yang diadakan pada 12 Maret 2025 ini diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ melalui Departemen Ilmu Politik dan Magister Ilmu Politik. Acara ini menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi kebijakan yang memiliki pemahaman mendalam mengenai konflik dan rekonstruksi pascaperang di Gaza.
Acara ini dibuka dengan sambutan dari Dr. Usni, M.Si., selaku Kepala Program Magister Ilmu Politik FISIP UMJ, yang menyoroti urgensi rekonstruksi Gaza dalam konteks sosial, ekonomi, dan politik yang lebih luas. Menurutnya, konflik yang terjadi di Gaza bukan hanya mengakibatkan kehancuran fisik tetapi juga menciptakan dampak psikososial yang panjang bagi masyarakat Palestina. Oleh karena itu, seminar ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru mengenai strategi terbaik dalam membangun kembali wilayah yang hancur akibat agresi militer berkepanjangan.
Dalam sesi pemaparan materi, Dr. Muslim Imran, yang merupakan Direktur Eksekutif Asia Middle East Center for Research and Dialogue (AMEC), menjelaskan bahwa proses rekonstruksi Gaza bukanlah tugas yang mudah. Ia menyoroti bagaimana blokade Israel terhadap Gaza telah membuat banyak bantuan internasional sulit masuk, sehingga proses pemulihan berjalan lambat. Selain itu, perpecahan politik internal di Palestina juga menjadi tantangan besar dalam membangun kembali wilayah ini. Tanpa kesatuan politik yang kuat, upaya rekonstruksi cenderung tidak akan berjalan efektif.
Sementara itu, Miftahul Ulum, Ph.D., selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik FISIP UMJ, menyoroti bagaimana konflik Gaza selalu menjadi bagian dari permainan geopolitik global. Ia menjelaskan bahwa meskipun banyak negara dan organisasi internasional yang menyatakan dukungan terhadap Palestina, bantuan yang diberikan sering kali diiringi dengan kepentingan tertentu yang justru memperumit situasi. Dalam konteks ini, ia mengajak peserta seminar untuk melihat rekonstruksi Gaza bukan hanya sebagai persoalan kemanusiaan, tetapi juga sebagai bagian dari strategi diplomasi global yang penuh dengan tarik-ulur kepentingan.
Seminar ini semakin menarik ketika sesi diskusi dimulai, yang dimoderatori oleh Dr. Asep Setiawan, Kepala Laboratorium Indonesian & Global Studies (LIGS). Dalam sesi ini, Hamka, M.Si., seorang dosen Ilmu Politik FISIP UMJ, memberikan perspektif yang lebih kritis mengenai pendekatan internasional dalam rekonstruksi Gaza. Ia menekankan bahwa selama ini banyak negara Muslim yang bersuara lantang mendukung Palestina, tetapi pada saat yang sama tetap menjalin hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Israel. Sikap kontradiktif ini, menurutnya, mencerminkan lemahnya komitmen nyata dalam memperjuangkan hak-hak Palestina.
Seminar ini juga menyinggung dampak sosial dan psikologis yang dialami oleh masyarakat Gaza. Kehancuran akibat perang tidak hanya berdampak pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada generasi muda Palestina yang tumbuh dalam lingkungan penuh trauma dan ketidakpastian. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja di Gaza mengalami tingkat stres dan gangguan psikologis yang sangat tinggi akibat konflik yang terus-menerus terjadi. Dalam hal ini, rekonstruksi tidak hanya harus berfokus pada pembangunan kembali rumah dan fasilitas umum, tetapi juga pada upaya pemulihan mental masyarakat yang telah lama hidup dalam kondisi perang.
Namun, meskipun seminar ini memberikan banyak wawasan mendalam, ada beberapa catatan kritis yang perlu disoroti. Salah satunya adalah kecenderungan untuk menempatkan rekonstruksi Gaza sebagai tanggung jawab komunitas internasional tanpa membahas secara mendalam bagaimana Palestina dapat membangun kapasitas internalnya untuk mandiri dalam jangka panjang. Selama ini, Palestina sangat bergantung pada bantuan internasional, yang dalam banyak kasus justru menjadi alat bagi negara-negara donor untuk mengontrol arah kebijakan Palestina. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai sejauh mana Palestina dapat benar-benar merdeka jika terus-menerus bergantung pada bantuan luar.
Selain itu, seminar ini juga menyinggung peran diplomasi Indonesia dalam konflik Palestina. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia selama ini dikenal sebagai salah satu negara yang paling vokal dalam mendukung kemerdekaan Palestina. Namun, perlu ada strategi yang lebih konkret dalam mendorong upaya rekonstruksi dan perdamaian di Gaza. Diplomasi Indonesia tidak bisa hanya berhenti pada pernyataan dukungan, tetapi harus lebih aktif dalam memberikan solusi yang nyata, baik dalam bentuk bantuan kemanusiaan, penguatan kerja sama ekonomi dengan Palestina, maupun upaya diplomasi di tingkat internasional untuk menekan Israel agar menghentikan agresinya.
Pada akhirnya, seminar ini memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai kompleksitas rekonstruksi pascakonflik di Gaza. Diskusi yang terjadi menunjukkan bahwa membangun kembali Gaza bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga mencakup aspek sosial, politik, dan ekonomi yang sangat rumit. Oleh karena itu, solusi yang diusulkan juga harus bersifat holistik dan jangka panjang.
Universitas Muhammadiyah Jakarta, melalui FISIP UMJ, telah mengambil langkah yang tepat dengan mengadakan seminar ini. Namun, diskusi akademik seperti ini seharusnya tidak hanya berhenti pada tataran teori, tetapi juga harus diikuti dengan aksi nyata yang lebih konkret. Diharapkan, seminar ini dapat menjadi pemicu bagi akademisi, mahasiswa, dan pemangku kebijakan di Indonesia untuk lebih aktif dalam mendukung Palestina, baik melalui riset, advokasi kebijakan, maupun diplomasi yang lebih proaktif di tingkat internasional.
Seminar ini juga menjadi pengingat bahwa isu Palestina bukan hanya sekadar persoalan kemanusiaan, tetapi juga cerminan dari ketidakadilan politik global yang harus terus dikritisi. Meskipun jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh rintangan, setiap upaya untuk memahami dan mencari solusi atas konflik ini tetap menjadi langkah yang berharga dalam memperjuangkan keadilan bagi rakyat Palestina.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.