Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Diana Rahayu

Mengapa Pelecehan Seksual di Sekolah Terus Berulang?

Agama | 2025-03-15 23:19:06
https://medialampung.disway.id/

Kembali berulang, kasus pelecehan seksual di sekolah terus saja terjadi. Mirisnya, korban pelecehan adalah anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), delapan anak usia 8-13 tahun harus menanggung beban mental karena kebejatan guru olahraga. (tirto.id 6/3/2025). Tak hanya di Sikka NTT, kasus pelecehan seksual juga terjadi di Kalideres Jakarta. Sebanyak 40 siswi SMK mengalami nasib pelecehan oleh guru mereka. (megapolitan.kompas.com 7/3/2025)

Guru yang seharusnya menjadi panutan dan memberikan teladan baik, namun justru melakukan pelecehan seksual kepada peserta didiknya, jelas menjadi sebuah hal yang mustahil. Namun saat ini kondisi tersebut seolah menjadi anomali. Hal yang sepertinya tak mungkin, kenyataannya malah terjadi berulangkali.

Kasus pelecehan seksual oleh guru terhadap siswi seolah tak pernah berhenti. Selalu berulangnya peristiwa tersebut menunjukkan bahwa kesalahan bukan hanya sekadar pada oknum semata. Jika setiap oknum pelaku kejahatan seksual telah disangsi, kemudian kembali muncul oknum yang lain, maka muncul tanda tanya besar, ada pemicu apa dibalik berulangnya kasus serupa?

Kondisi superior guru terhadap murid, menjadi salah satu faktor pemicu oknum guru punya kenekatan melakukan pelecehan. Rasa takut murid untuk melopar karena posisi inferior pun bisa jadi membuat masalah terus berulang. Rasa takut ini bertambah dari sisi rumitnya melaporkan kejahatan dan rasa tidak dipercaya yang dialami korban, hingga enggan untuk melapor.

Selain dari sisi derajat above dan below antara guru dan murid, tontonan media yang liberal dan lingkungan pergaulan sekuler juga menjadi faktor pemicu berikutnya terhadap kasus pelecehan seksual. Hal tersebut melahirkan perilaku normalisasi pelecehan seksual. Seperti siulan, komentar bernada seksual, atau sentuhan yang tidak pantas, seringkali dianggap sebagai hal yang biasa atau "candaan". Hingga jika terjadi, maka menjadi wajar dan normal, sehingga sulit untuk dilaporkan.

Kondisi tersebut nyatanya lahir dari sistem pendidikan yang sekuler. Sistem yang melalaikan manusia akan keberadaan Tuhan-nya. Sitem sekuler memang tidak menghilangkan keberadaan Tuhan. Tapi sistem ini membuat manusia jauh dan meninggalkan aturan Rabb-nya. Maka wajar saja jika dari sistem ini melahirkan oknum guru yang bejat dan tak takut dosa. Pribadi guru yang seharusnya mulia menjadi imaji semata.

Kondisi hilangnya penjagaan murid dari kejahatan seksual di sistem sekuler tak akan terjadi di sistem Islam. Islam memiliki mekanisme untuk mencegah pelecehan seksual terhadap murid. Penerapan sistem pendidikan Islam dengan membangun pondasi akidah yang kuat, akan menjadikan murid berani bertindak melawan kemaksiatan, meski pelakunya seorang guru.

Sistem pergaulan yang bersih dalam Islam, juga akan melahirkan penjagaan hubungan antara laki dan perempuan yang bukan mahram. Termasuk penjagaan hubungan dan pola interaksi guru terhadap murid. Penjagaan aurat dan pergaulan dalam batas kebutuhan hajat syar’i, akan melindungi guru dan murid tidak terjerumus dari tindakan asusila.

Islam juga menutup celah masuknya pemikiran rusak di masyarakat. Dalam masyarakat islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Membersihkan keburukan berbagai pemikiran atau pengetahuan, memurnikan dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah Taala (Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah, Ajhizah Daulah al-Khilafah, hlm. 246)

Jika pun dengan berbagai penjagaan syariat masih terjadi kejahatan seksual, maka sistem sanksi yang tegas dalam islam akan membuat jera dan pencegah bagi yang untuk melakukan tindakan serupa. Ditambah ketakwaan individu, kontrol dari masyarakat dan penerapkan seluruh syariat Islam yang dilakukan Negara, akan menjadi langkah konkret untuk mengatasi pelecehan seksual yang hari ini tiada kunjung usai.

Wallahu’alam bishowwab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image