
Apakah Perilaku Buruk Bisa Diubah?
Kolom | 2025-02-28 15:22:43
Perilaku buruk manusia bisa diubah menjadi lebih baik. Setiap perilaku buruk yang dilakukan secara sadar dapat diubah apabila ada stimulus dari faktor eksternal. Hipotesis ini mengafirmasi tesis Skinner yang menyatakan bahwa perilaku manusia dapat diubah berdasarkan stimulus eksternal seperti penekanan (reinforcement) baik penekanan positif maupun penekanan negatif. Tesis ini dibangun dari hasil pengamatannya terhadap perilaku tikus yang kelaparan kemudian dimasukkan ke dalam kotak kosong yang berisi tombol sensor dimana salah satu tombol berfungsi mengeluarkan makanan. Dari pengamatannya, tikus yang sedang lapar semakin kacau dan selalu menekan tombol makanan. Artinya perilaku tikus yang kacau dapat menjadi tenang jika mendapatkan stimulus berupa makanan hingga perutnya kenyang.
Yang menarik dari tesis Skinner adalah modifikasi perilaku hanya dapat diubah dengan stimulus eksternal bukan internal. Stimulus eksternal disebut oleh Skinner sebagai penguatan (reinforcement). Penguatan terbagi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Seorang pegawai yang melanggar aturan dapat diubah perilakunya dengan penguatan negatif seperti pemberian sanksi tegas hingga membuatnya takut dan tidak mau mengulangi kesalahannya. Sedangkan penguatan positif dicontohkan Skinner jika seorang pegawai memiliki perilaku tercela maka dapat diubah menjadi lebih baik dengan apresiasi, harapannya agar pegawai semakin termotivasi untuk melakukan kebaikan.
Kritik atas Pemikiran B. F. Skinner
Salah satu kelemahan pemikiran behavioral Skinner adalah perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang telah membentuk perilaku baik buruknya. Faktor eksternal mempengaruhi pembentukan perilaku, tabiat, kebiasaan manusia. Melalui tesis behavioralnya, Skinner seolah-olah menutup mata dengan pembawaan manusia sejak bayi padahal aspek biologis turut mempengaruhi perilaku manusia.
Perilaku buruk seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti lingkungan dan kondisi sosial namun juga dipengaruhi faktor biologis. Faktor biologis dapat menjadi pencetus keterjadian risiko perilaku buruk seseorang karena adanya stimulus pada otak sehingga pelaku lebih agresif melakukan pelanggaran. Artinya faktor genetik yang diwariskan leluhur dapat menjadi salah satu pemicu perilaku buruk manusia bukan lingkungan semata. Selain itu, kelemahan teori Skinner lebih menarasikan perilaku individu sebagai bentuk respon terhadap kondisi lingkungan bukan berdasarkan imajinasi, kreativitas atau sifat bawaan diri sehingga logis jika Skinner tidak memperhitungkan inovasi, kreativitas dan daya cipta diri (Fauzi, dkk. Penguatan Organisasi, 2022).
Pikiran Skinner mengajak kita untuk melihat perilaku manusia sebagai makhluk sosial yang kaya dimensi. Ada yang baik, ada yang buruk, ada yang terpuji dan ada pula yang tercela. Hal ini alamiah sebagaimana alam tercipta berpasang-pasangan. Menurut Skinner, seorang oknum yang kerap melakukan kesalahan/pelanggaran disebabkan tidak adanya stimulus yang kuat atas apa yang dilanggarnya baik sanksi maupun apresiasi sehingga dirinya tenggelam dalam praktik tercela.
Dalam konteks birokrasi, perilaku menyimpang masih saja ada sehingga berbagai organisasi menyusun fraud risk assessment sebagai upaya memetakan risiko. Namun upaya yang paling efektif menstimulasi perbaikan dalam konteks birokrasi adalah keteladanan pimpinan. Sikap dan perilaku bawahan sangat dipengaruhi oleh model pimpinan. Keteladanan bukan sekedar ucapan akan tetapi perilaku nyata, kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan. Keteladanan merupakan anti biotik paling mujarab untuk mengobati praktik immoral. Dengan keteladanan, seseorang akan merespon apa yang dikerjakan panutannya. Jika pimpinan terus menerus memberikan keteladanan maka tanpa diperintahkan bawahan akan mencontohnya.
Perubahan Pola Pikir
Strategi memperbaiki perilaku buruk dengan cara mengubah pola pikir. Perubahan pola pikir akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang, dirinya semakin menyadari dampak dari perbuatan buruk yaitu perasaan bersalah yang terus menghantui hati nuraninya. Perubahan pola pikir juga akan membentuk kebiasaan baru, keterampilan baru serta mengembangkan perilaku baru. Perubahan pola pikir dapat dilakukan dengan cara meningkatkan stok wawasan, menyibukkan diri dengan hal-hal positif serta meningkatkan keahlian.
Perubahan pola pikir dapat mengkreasi perilaku baik. Modifikasi perilaku buruk dilakukan dengan cara pelatihan integritas sekaligus memberikan konseling psikologis kepada pelaku agar mengetahui jalan keluar dari sekapan praktik immoral. Yang menyedihkan, mereka ingin menjadi orang baik namun mereka tidak mengetahui cara keluar dari perangkapnya. Kesulitan keluar itulah yang menyebabkan dirinya terjebak dalam kubangan immoral hingga semakin gelap nasibnya.
Modifikasi perilaku buruk juga membutuhkan dukungan. Orang-orang yang terjebak pada praktik immoral tidak perlu diisolasi apalagi dimusuhi akan tetapi dirangkul dan didukung supaya mereka bisa meninggalkan kebiasaan buruk. Dukungan moral dari semua kalangan sangat berharga bagi mereka yang ingin bertaubat karena mereka merasa diperhatikan dan tidak ditinggal sendirian. Dengan perubahan pola pikir, praktik immoral semakin berkurang menghiasi layar publik sehingga akan tercipta integritas kolektif dimana semakin banyak orang baik dan semakin sedikit pelanggaran di republik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook