
Pengaruh Nabi Muhammad terhadap Peradaban: Manusia Terbaik dan Sang Pembawa Rahmat bagi Semesta Alam
Khazanah | 2025-02-26 07:46:50
Mengenal Nabi Muhammad ﷺ: Teladan Mulia untuk Umat Manusia
Nama Muhammad selalu identik dengan Islam, yakni agama yang diproyeksikan akan menjadi agama terbesar di dunia dalam 50 tahun mendatang, berdasarkan penelitan Pew Research Center.
Meski beliau dikenal sebagai Nabi Islam, Nabi Muhammad ﷺ—seorang pribadi dengan akhlak mulia—adalah sosok yang patut dijadikan inspirasi dan dihormati oleh siapa pun. Nabi ﷺ adalah seorang tokoh besar yang pernah hidup di dunia, yang layak untuk dipelajari dan dikenal lebih dalam.
1. Masa Kecil dan Kehidupan Pernikahan
Nabi Muhammad ﷺ lahir di Mekah, Jazirah Arab, pada tahun 570 M. Beliau menjadi yatim-piatu saat usianya masih sangat muda. Ayahnya, Abdullah, wafat sebelum beliau lahir, dan ibunya, Siti Aminah, meninggal dunia saat beliau masih berusia sekitar 6 tahun. Kakeknya, Abdul Mutthalib, mengasuh Nabi Muhammad ﷺ hingga wafat ketika Nabi ﷺ berumur sekitar 8 tahun. Setelah itu, pamannya yang juga berasal dari Suku Quraisy yang berkuasa, Abu Thalib, segera merawatnya.
Meski tidak pernah belajar membaca atau menulis, Nabi Muhammad ﷺ dikenal sebagai pribadi yang jujur dan dermawan. Beliau mendapatkan gelar “Al-Amin” (yang dapat dipercaya), karena sifatnya yang luhur dan penuh kejujuran. Beliau juga memiliki kesadaran spiritualitas yang mendalam dan sering mengkritik kebiasaan masyarakat Mekah yang menyembah berhala, bukan Tuhan Yang Maha Esa.
Pada saat usianya yang menginjak masa remaja, Nabi Muhammad ﷺ membantu menggembalakan ternak milik pamannya. Memasuki usia 20-an tahun, beliau dipekerjakan oleh Sayidah Khadijah, seorang pengusaha sukses di Mekah, untuk memimpin kafilah dagangnya ke Suriah. Sayidah Khadijah terkesan dengan kejujuran, integritas, dan keterampilan berdagang dari Nabi Muhammad ﷺ. Ia kemudian melamar Nabi Muhammad ﷺ untuk menikah, dan beliau menerima lamaran tersebut.
Pernikahan mereka berlangsung harmonis selama 25 tahun. Dari pernikahan ini, pasangan yang sangat berbahagia ini dikaruniai empat putri dan dua putra. Namun, kedua putra mereka meninggal dunia saat masih kecil.
Kesetiaan Nabi Muhammad ﷺ terhadap Sayidah Khadijah begitu mendalam. Setelah wafatnya Sayidah Khadijah, Nabi Muhammad sering mengingatnya dengan penuh rasa cinta. Dalam sebuah kesempatan, beliau berkata:
“Dia (Khadijah) percaya kepadaku ketika tidak ada seorang pun yang percaya kepadaku. Dia menerima Islam ketika orang-orang menolak aku. Dan dia memberikan dukungan dan penghiburan ketika tidak ada seorang pun yang membantuku.” (HR Bukhari)
Setelah wafatnya Sayidah Khadijah, Nabi Muhammad ﷺ menikah dengan beberapa wanita lain untuk berbagai alasan, termasuk untuk mempererat hubungan antarkelompok. Namun demikian, Sayidah Khadijah tetap menjadi cinta sejatinya yang selalu beliau kenang sepanjang hidupnya.
2. Awal Kenabian
Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad ﷺ sering menyendiri (tahannuz) di Gua Hira untuk merenungkan dunia dan beribadah kepada Sang Pencipta. Pada suatu hari, Malaikat Jibril a.s. datang menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad ﷺ dari Allah ﷻ.
Nabi Muhammad, sebagaimana manusia pada umumnya, merasa sangat terguncang oleh pengalamannya bertemu dengan Malaikat Jibril a.s. dan segera kembali ke rumah untuk menceritakannya kepada Sang Istri, Sayidah Khadijah. Dengan dukungan penuh, Sayidah Khadijah pun menjadi orang pertama yang menerima Islam.
Selama 23 tahun berikutnya, Nabi Muhammad ﷺ menerima wahyu dari Allah ﷻ yang kemudian dikodifikasikan menjadi kitab Al-Qur’an. Awalnya, hanya sedikit orang yang menerima dakwah Islam beliau. Begitu pula, para pengikutnya mengalami penganiayaan yang berat.
Pada tahun 622 M, umat Muslim akhirnya mendapatkan izin dari Allah ﷻ untuk melakukan hijrah ke Madinah, sebuah kota sekitar 420 kilometer di utara Mekah. Peristiwa hijrah ini menandai dimulainya kalender Islam dan sejarah Islam yang gilang-gemilang.
3. Perjuangan di Madinah dan Kemenangan di Mekah
Di Madinah, pengaruh Nabi Muhammad ﷺ semakin hari semakin besar seiring bertambahnya jumlah pengikut Islam. Dengan kekuatan politik yang baru, Nabi Muhammad ﷺ dan para pengikutnya berhasil kembali ke Mekah beberapa tahun kemudian.
Saat sampai di Mekah, Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan kebesaran hatinya dengan memaafkan musuh-musuhnya yang dulu menentangnya. Peristiwa ini terekam dalam sejarah kemanusiaan sebagai pemberian amnesti besar-besaran terhadap musuh dalam masa peperangan. Dalam sejarah kontemporer, tidak akan pernah ada amnesti atau pengampunan massal seperti ini, selain yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Pada usia 63 tahun, Nabi Muhammad ﷺ wafat di Madinah. Dalam waktu singkat, dengan bantuan Allah ﷻ, beliau berhasil membangun masyarakat Muslim yang kuat dan damai.
Pesan Islam yang sederhana dan sangat jelas—bahwa manusia hanya menyembah Allah ﷻ Yang Maha Esa—menjadi kekuatan spiritualitas Islam yang menginspirasi dan kemudian berhasil mempersatukan masyarakat.
Karakter Mulia Nabi Muhammad
Sebelum menerima wahyu pertama, Nabi Muhammad ﷺ memang sudah dikenal di seluruh Mekah sebagai “Al-Amin” (yang dapat dipercaya atau yang terpercaya). Beliau adalah seorang yang memiliki sifat spiritualitas yang tinggi, ketulusan, dan tokoh Quraisy yang sangat dihormati oleh keluarga serta rekan-rekannya. Beliau pun dikenal sebagai seorang pemaaf, orang yang sabar, penuh keadilan, dan baik hati, bahkan kepada orang-orang yang memperlakukannya dengan buruk.
Allah ﷻ menggambarkan kelembutan Nabi Muhammad ﷺ dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:
“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad ﷺ) berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakal-lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS Ali Imran: 159)
Dalam semua aspek kehidupan—baik sebagai pemimpin spiritual/keagamaan, guru, politisi, pemimpin, pedagang, suami, ayah, maupun sahabat—Nabi Muhammad ﷺ selalu menunjukkan sifat-sifat yang mulia, seperti kasih sayang, kelembutan, dan kerendahan hati.
Sebagai gambaran yang dapat kami terangkan, diriwayatkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ sering menjenguk orang sakit, memerah susu kambingnya sendiri, menjahit pakaian, dan ikut serta membersihkan rumah. Beliau bahkan bersedia untuk bekerja bersama sahabat-sahabatnya untuk membangun masjid sebagai tempat ibadah kala di Madinah.
Tidak hanya melalui perilakunya sendiri, Nabi Muhammad ﷺ juga menjadi teladan yang begitu sempurna bagi para pengikutnya. Allah ﷻ sendiri menyatakan dalam Al-Qur’an:
“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al-Ahzab: 21)
Pesan di Balik Kehidupan Nabi Muhammad ﷺ
Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa misi kenabiannya adalah menyerukan kepada seluruh umat manusia untuk melakukan penyembahan hanya kepada Allah Yang Maha Esa.
Dalam perjalanan 23 tahun kenabiannya, ajaran yang beliau sampaikan sesungguhnya sangat berkaitan dengan ajaran yang disampaikan oleh para nabi sebelumnya, seperti Nabi Ibrahim a.s., Nabi Nuh a.s., Nabi Musa a.s., dan Nabi Yesus Kristus/Yeshua Hamashiach/Iso/Isa Al-Masih a.s.
Nabi Muhammad ﷺ menyebut para nabi tersebut sebagai “saudara dalam kenabian” yang membawa pesan yang sama: penolakan terhadap penyembahan berhala dan mengajarkan penyembahan hanya kepada Allah Yang Maha Esa (bertauhid). Melalui penjelasan ini, Nabi Muhammad ﷺ menegaskan bahwa Allah ﷻ tidak pernah mengubah tujuan utama yang ditetapkan-Nya untuk umat manusia, yaitu beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Tunggal.
Nabi Muhammad ﷺ juga mengajarkan persamaan spiritualitas di antara semua manusia tanpa perlu memandang perbedaan ras, warna kulit, atau bahkan status sosial-ekonomi. Tak lama sebelum wafatnya, Nabi Muhammad ﷺ menyampaikan pesan kemanusiaan yang mendalam,
“Seluruh umat manusia berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Tidak ada kelebihan seorang Arab atas non-Arab, tidak pula seorang kulit putih atas kulit hitam, kecuali dalam ketakwaan.” (HR Bukhari)
Nabi Muhammad ﷺ menerapkan ajarannya ini dalam kehidupan yang nyata. Salah satu contohnya adalah ketika beliau meminta Sayidina Bilal bin Rabah, seorang budak kulit hitam yang telah memeluk Islam, untuk mengumandangkan azan pertama dalam sejarah Islam.
Dalam kehidupan rumah tangganya, Nabi Muhammad ﷺ juga hidup sesuai dengan hukum ilahi. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:
“ Pergaulilah mereka dengan cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak di dalamnya.” (QS An-Nisa: 19)
Nabi Muhammad ﷺ juga menekankan pentingnya memperlakukan istri dengan baik. Dalam khutbah terakhirnya, beliau ﷺ bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” (HR Ahmad)
Warisan Nabi Muhammad ﷺ
Pengaruh Nabi Muhammad ﷺ hingga sekarang terasa di seluruh dunia, bahkan di tengah populasi non-Muslim sekalipun. Dengan hampir 2 miliar umat Muslim, ajaran dan teladan beliau terus dipelajari dan diamalkan.
Kehidupan Nabi Muhammad ﷺ adalah cerminan kualitas “manusia terbaik” yang ingin kita wujudkan dalam karakter kita sendiri. Manusia yang berhasil dalam aspek apa pun hanyalah Nabi Muhammad ﷺ.
“Seluruh sejarah manusia dari sejak dulu hingga kini penuh dengan orang-orang besar. Bahkan tidak ada sesuatu bangsa yang besar yang tiada mempunyai orang besar.
Tapi orang-orang besar ini tidaklah luput dari kesalahan, karena ia sekedar sebagai manusia biasa. Berlainan dengan Nabi, Nabi sebagai Rasul Allah tidaklah pernah berbuat kesalahan.
Kita umat Islam harus menganggap Nabi Muhammad SAW orang yang terbesar dan kita harus menyatakan tidak ada pemimpin di mana pun di dunia ini yang kebesarannya melebihi daripadanya.
Perbedaan Nabi Muhamamd SAW dengan nabi-nabi yang lain kalau nabi-nabi seperti Musa, Daud, Isa dan lain-lain diutus untuk memimpin umat-umatnya di tempat-tempat tertentu, Nabi Muhammad SAW diutus untuk memimpin seluruh umat di muka bumi ini.
Kalau nabi-nabi yang lain seperti lampu yang menyinari umat, maka Muhammad SAW adalah seperti matahari yang menyinari seluruh umat di dunia ini,” ungkap Sukarno dalam Majalah Api Islam No. 1 Th. 1-Djuli 1965.
Sebagai Rasul Allah, Nabi Muhammad ﷺ meninggalkan warisan indah yang dapat kita teladani. Marilah kita menghormati beliau dengan mengimplementasikan tindakan dan ajarannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
“Siapa berani berkata Gandhi (Mao Tse Tung, Stalin, Garibaldi, Washington) tidak pernah bersalah? Tetapi nabi, rasul, tidak pernah bersalah! Muhammad tidak pernah bersalah!” ujar Sukarno disambut riuh tepuk tangan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook