
Warisan Moral Nabi Muhammad: Teladan dalam Menghadapi Ujian, Mengampuni Musuh, dan Menjaga Amanah
Historia | 2025-02-26 07:43:10
Menunjukkan Belas Kasih di Hari Terberat dalam Hidupnya
Pada salah satu hari paling sulit dalam kehidupan Nabi Muhammad ﷺ, beliau menunjukkan tingkat belas kasih yang luar biasa. ‘Â’isyah r.a. meriwayatkan bahwa beliau pernah bertanya kepada Nabi ﷺ, “Apakah kamu pernah mengalami hari yang lebih berat daripada Hari Uhud?”
Nabi ﷺ menjawab:
“Kaummu telah banyak menghinaku, dan yang terburuk adalah hari ‘Aqabah ketika aku menghadapkan diri kepada ‘Abdul Yalil bin ‘Abdul Kulâi, dan dia tidak merespons apa yang aku minta. Aku berangkat, diliputi oleh kesedihan, dan aku tidak bisa rileks sampai aku menemukan diriku di bawah sebuah pohon di mana aku mengangkat kepalaku ke langit untuk melihat awan yang meneduhiku. Aku melihat Jibril di dalamnya. Dia memanggilku, mengatakan, ‘Allah telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan bagaimana mereka membalas, dan Allah telah mengutus Malaikat Gunung kepadamu agar kamu dapat memerintahkan apa pun yang kamu inginkan untuk mereka.’ Malaikat Gunung menyapaku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, perintahkan apa yang kamu inginkan, dan jika kamu mau, aku akan membiarkan dua gunung itu jatuh atas mereka.’ Aku berkata, ‘Tidak; sebaliknya, aku berharap Allah akan menurunkan dari keturunan mereka orang-orang yang akan menyembah Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya.’” [HR Bukhâri (3059) dan Muslim (1795)]
Dalam riwayat lain, beliau menghabiskan sepuluh hari di Tâ’if setelah berbicara kepada para pemimpinnya untuk menyerukan agama Islam, hingga massa berkumpul untuk mengusirnya. Mereka membuat dua barisan dan memaksanya melewati mereka sambil melempari kata-kata kotor dan batu hingga darah mengalir di kaki beliau yang diberkahi, dan kepala Zaid bin Haritsah terluka parah.
Melalui peristiwa ini, Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan ketabahannya dan kepercayaannya yang penuh kepada Allah ﷻ bahkan di saat-saat paling gelap. Beliau memilih untuk tidak membalas dendam atau mengungkapkan kemarahan, tetapi tetap berharap dan berdoa agar Allah memberikan petunjuk dan membawa perubahan positif dari musuh-musuhnya.
Lebih Menghargai Suku daripada Kepala Suku Sendiri
Thufail bin Amr Ad-Dausi r.a. adalah salah satu contoh nyata dari kepercayaan Nabi Muhammad ﷺ terhadap potensi perubahan dari musuhnya. Ketika pertama kali mengunjungi Mekah, Thufail takut terpukau oleh ajaran Nabi ﷺ dan bahkan memasukkan kapas ke telinganya saat mengelilingi Ka’bah.
Namun, tidak lama kemudian, ternyata beliau ﷺ memeluk Islam. Ketika beliau ﷺ membawa pesan ini kembali kepada kaumnya, mereka menolak dengan keras dan menolak untuk mengikutinya.
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Thufail bin Amr r.a. kemudian kembali kepada Nabi ﷺ dan berkata,
“Wahai Rasulullah, Daus telah menentang [seruanmu], jadi panjatkanlah doa kepada Allah untuk mereka.”
Nabi ﷺ menjawab,
“Ya Allah, petunjukilah Daus dan bawa mereka ke dalam Islam.”
Hampir satu dekade kemudian, Thufail bin Amr r.a. hijrah bersama delapan puluh keluarga—yang sekarang menjadi Muslim—ke Madinah. Kisah ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ lebih memilih untuk memiliki harapan pada individu dan suku sendiri daripada menyerahkan diri kepada pemimpin mereka yang menentang. Kepercayaan ini akhirnya terwujud ketika Thufail memimpin kelompok Muslim yang besar menuju Madinah, sehingga memperkuat komunitas Muslim yang sedang berkembang.
Menjaga Amanah
Integritas dan kejujuran Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah tergoyahkan, bahkan dalam situasi yang paling menantang sekalipun. Ketika beliau hijrah dari Mekah, banyak harta milik para penganiayanya yang dipercayakan kepadanya untuk dijaga. Meskipun mereka telah mengusir para sahabatnya dan menindas mereka, Nabi ﷺ tetap menjaga amanah tersebut dengan penuh tanggung jawab.
‘Â’isyah r.a. berkata,
“Beliau ﷺ memerintahkan ‘Ali r.a. untuk tinggal di Mekah, agar dapat mengembalikan semua amanah yang dipercayakan kepada Rasulullah ﷺ oleh orang-orang. Tidak ada orang di Mekah (bahkan musuh-musuhnya!) yang memiliki barang berharga yang beliau takutkan kecuali bahwa beliau menyimpannya bersama Rasulullah ﷺ, karena kejujuran dan kepercayaan yang dikenal tentang beliau. Dengan demikian, ‘Ali r.a. tinggal selama tiga hari dan tiga malam untuk mengembalikan semua amanah yang dipercayakan oleh orang-orang kepada Rasulullah ﷺ, dan kemudian bergabung kembali dengan beliau setelah menyelesaikan tugas tersebut.”
Peristiwa ini menggambarkan betapa tinggi moral dan integritas Nabi ﷺ. Meskipun dikelilingi oleh musuh-musuh yang berusaha menghancurkan beliau dan komunitasnya, beliau tetap memegang teguh prinsip kejujuran dan amanah, yang menunjukkan teladan yang luar biasa bagi umat Islam tentang pentingnya menjaga kepercayaan dan integritas dalam setiap situasi.
Integritas dalam Keputusasaan
Surâqah bin Mâlik r.a. adalah salah satu bounty hunters yang dengan gigih mengejar Nabi Muhammad ﷺ selama hijrah ke Madinah. Ketika Surâqah berhasil melacak mereka, Sayyidina Abu Bakar r.a. mulai menangis karena ketakutan akan keselamatan Nabi ﷺ. Saat situasi ini terjadi, Rasulullah ﷺ berdoa,
“Ya Allah, cukupkanlah kami terhadap mereka dengan cara-Mu”
Keajaiban terjadi ketika kaki kuda Surâqah tenggelam begitu dalam ke tanah yang keras hingga mencapai perut kuda tersebut. Surâqah melompat dari kudanya dan berkata,
“Wahai Muhammad, aku yakin ini adalah perbuatanmu, jadi mintalah kepada Allah untuk menyelamatkanku dari apa yang aku alami. Demi Allah, aku akan membutakan mereka yang mengejarmu dari mengetahui keberadaanmu. Dan inilah keranjang panahku, ambillah satu panah darinya, dan ketika kamu menemukan unta dan dombaku di tempat ini atau itu, ambillah apa pun yang kamu mau darinya.” [HR Bukhâri (3419) dan Muslim (2009), dan ini adalah lafadz dari Ahmad (17627) tentang yang mana Al-Arna’ut mengatakan, “Sanadnya shahih menurut kriteria [Imam] Muslim.”]
Rasulullah ﷺ menjawab, “Aku tidak membutuhkan mereka,” dan beliau berdoa hingga Surâqah dibebaskan dan kembali kepada kaumnya.
Kisah ini menunjukkan betapa Nabi Muhammad ﷺ tetap mempertahankan integritasnya bahkan dalam situasi yang penuh keputusasaan. Beliau tidak menggunakan kekerasan atau tipu muslihat untuk melarikan diri, tetapi mempercayakan segala sesuatu kepada Allah ﷺ dan menunjukkan belas kasih bahkan kepada musuhnya. Tindakan ini tidak hanya menyelamatkan nyawanya dan para sahabatnya tetapi juga membuka peluang bagi perubahan hati nurani Surâqah serta orang-orang sekitarnya.
Warisan Integritas dan Belas Kasih
Perilaku Nabi Muhammad ﷺ yang konsisten dalam menjaga integritas, kejujuran, dan belas kasih ini meninggalkan warisan yang mendalam dalam sejarah Islam dan umat manusia.
Melalui tindakan-tindakan beliau yang penuh kebijaksanaan dan moral tinggi, beliau telah menetapkan standar etika yang tinggi bagi para pengikutnya. Warisan ini tidak hanya terlihat dalam cara beliau menghadapi penganiayaan dan tantangan di Mekah, tetapi juga dalam bagaimana beliau membangun komunitas Muslim yang kuat dan harmonis di Madinah.
Teladan Nabi Muhammad ﷺ dalam menjaga amanah, menunjukkan belas kasih kepada musuh, dan mempertahankan integritas dalam situasi paling sulit sekalipun, menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk selalu menjaga moralitas, kejujuran, dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.
Kesabaran dan pengampunan beliau menjadi fondasi yang kuat bagi penyebaran Islam yang damai dan toleran di seluruh dunia, serta memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam setiap aspek kehidupan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook