Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Jejak Islam di Nusantara: Toponimi Bernuansa Arab dan Pusat Perdagangan Rempah Dunia

Sejarah | 2025-02-24 11:04:59
Ilustrasi peradaban Nusantara dan jejak bahasa Arab di Nusantara (Sumber: AI Chatgpt)

Pendahuluan

Pemikiran Ahmad Mansur Suryanegara di dalam bukunya yang berjudul Api Sejarah Jilid I membahas mengenai peta bumi Nusantara pada abad kejayaan Islam.[1] Peta Nusantara pada masa kejayaan Islam ini memberikan pandangan yang sangat mendalam mengenai peranan Islam dalam sejarah penamaan wilayah dan pengaruhnya terhadap isu geopolitik, termasuk terhadap Nusantara.

Melalui kajian ini, kami menjadikan buku Suryanegara sebagai rujukan utama, di mana Suryanegara menemukan bahwasanya pengaruh Islam telah menjangkau jauh melampaui Arab dan wilayah sekitarnya, sehingga membentuk peta dunia dengan nama-nama wilayah yang berbahasa Arab. Fenomena ini menggambarkan betapa besar jaringan niaga dan kebudayaan yang terjalin antara Nusantara dan dunia Islam, serta peran signifikan yang diberikan oleh pedagang Muslim, khususnya mereka yang berasal dari kawasan Timur Tengah.

Islam dan Pengaruhnya terhadap Penamaan Peta Dunia

Salah satu temuan utama yang diungkap oleh Ahmad Mansur Suryanegara adalah mengenai nama-nama wilayah di Nusantara yang ternyata menggunakan bahasa Arab. Ia menyoroti bagaimana di abad kedua Hijriah, wilayah-wilayah seperti Sulawesi, telah dikenal sebagai tempat tinggal bagi para pedagang Muslim. Hal ini tercermin dalam nama-nama yang melekat pada wilayah-wilayah tersebut, yang sering kali berakar dari bahasa Arab.

Contohnya adalah toponomi dari Jazirah (Kepulauan) Maluku berasal dari akar kata Jazirah Al-Mulk (Negeri Raja-Raja), yang memiliki makna “pulau atau wilayah yang dikelilingi laut dan dikuasai oleh para raja atau penguasa.” Nama ini menggambarkan kedudukan strategis wilayah Maluku, yang memang saat itu menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Bahkan, pada 7 Desember 2022, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) telah menyatakan bahwa Maluku Utara (Malut) merupakansalah satu provinsi yang memiliki naskah kuno perjalanan sejarah jalur rempah di Nusantara.

“Di mana di kepulauan raja-raja itu merujuk kepada empat kerajaan bahari, yang jejaknya masih bisa kita temui hingga saat ini, yaitu Kerajaan Jailolo, Ternate, Tidore dan Bacan. Wilayah tersebut digadang-gadang sebagai Taman Firdaus yang penuh misteri,” kata Imam Gumarto pada 7 Desember 2022 diliput dari Antara Maluku.[2]

Wilayah Maluku memang dikenal pada zaman itu sebagai kawasan perdagangan yang sangat diminati oleh para pedagang Islam. Suryanegara menunjukkan bahwasanya penamaan ini bukanlah suatu kebetulan, melainkan hasil dari pengaruh kuat kebudayaan Islam yang telah berkembang jauh di luar wilayah Arab, yang mencakup Nusantara hingga Eropa.

“Di sini adalah kawasan yang punya sejarah panjang. Saya ingat di dalam sejarah kita jazirah Al-Mulk itulah yang membuat seluruh dunia datang ke tempat paling timur ini. Di sini kesultanan, kerajaan yang menjangkau dunia. Orang dari berbagai belahan dunia datang ke tempat ini. Kita punya nama-nama hebat, Sultan Baabullah, Sultan Nuku, semua adalah nama-nama hebat,” kata Anies Baswedan pada 26 Januari 2024 diliput dari Kumparan.[3]

Selain itu, ia juga menyoroti nama Sumatra yang kadang disebut “Andalas” atau Andalusia. Andalusia dalam bahasa Arab memiliki makna keindahan dan kesuburan, sama seperti gambaran yang diberikan oleh Mu’awiyah tentang pulau Sumatra yang dikenal dengan kekayaan alamnya. Istilah Andalas ini pun ada yang memaknai dengan merujuk pada bentuk Pulau Sumatra yang menyerupai daun Andalas. Selain itu, Andalusia yang sama dengan Andalusia di Spanyol.[4] Universitas negeri terbaik di Sumatra pun dinamai dengan Universitas Andalas.

Bahkan, nama Danau Toba juga disebutkan berasal dari kata Thayyiba, yang dalam bahasa Arab berarti “indah”. Hal ini menunjukkan bagaimana wilayah Nusantara pada zaman itu telah terintegrasi dalam jaringan perniagaan dan kebudayaan Islam yang luas, yang mencakup daerah-daerah yang lebih jauh seperti Timur Tengah dan Eropa.

Perdagangan dan Hubungan Niaga Islam di Nusantara

Pada masa kejayaan Islam, rempah-rempah dan wangi-wangian menjadi komoditas utama yang diperdagangkan di wilayah Nusantara, khususnya di Maluku. Suryanegara berpendapat bahwasanya perdagangan ini menjadi sentral yang menghubungkan dunia Islam dengan kawasan Nusantara, di mana pedagang-pedagang Muslim dari Timur Tengah berperan besar dalam menyebarkan ajaran Islam ke berbagai daerah. Bukti nyatanya adalah di Sulawesi dan Maluku di mara para pedagang Muslim telah menguasai jalur perdagangan sejak abad kedua Hijriah di wilayah ini.

Peta ekonomi yang terbentuk selama periode ini mengarah pada pembentukan jaringan perdagangan yang melibatkan wilayah-wilayah seperti Nusantara, Timur Tengah, India, dan Cina. Meskipun Belanda dan kekuatan kolonial Barat lainnya sering kali menulis sejarah dari perspektif Neerlandosentrisme,[5] yang lebih menyoroti peran India dan Cina dalam perdagangan rempah-rempah, Suryanegara menegaskan bahwasanya Nusantara tetap memegang peranan penting sebagai pusat perdagangan rempah-rempah yang orisinal.[6] Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Islam di Nusantara jauh lebih signifikan bila menggunakan Indonesia-sentrisme daripada yang dicatat dalam historiografi dengan perspektif kolonial.[7]

Isu Sejarah dan Penulisan Sejarah Islam di Nusantara

Salah satu isu penting yang dibahas oleh Ahmad Mansur Suryanegara adalah penulisan sejarah yang cenderung mengabaikan peran penting Nusantara dalam jaringan perdagangan Islam pada masa lalu. Sejarawan Belanda dan penulis sejarah kolonial sering kali memusatkan perhatian mereka pada hubungan niaga antara Timur Tengah, India, dan Cina. Mereka tidak pernah mencatat bahwa Nusantara Indonesia, sebagai penghasil rempah-rempah utama di dunia, adalah bagian tak terpisahkan dari jaringan perniagaan tersebut.

Menurut Suryanegara, jika benar Islam masuk ke Nusantara melalui Gujarat India, seperti yang dikemukakan oleh Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje, maka kita akan melihat adanya lebih banyak bukti dari permukiman pedagang Gujarat di wilayah Nusantara. Namun, pada kenyataannya justru ditemukan banyak permukiman para pedagang Arab di kota-kota besar Jawa dan luar Jawa, termasuk di Pulau Banda. Hal ini mengindikasikan bahwasanya pedagang Arab memiliki peran yang lebih besar dalam penyebaran Islam ke Nusantara, meskipun penulisan sejarah Nusantara sering kali tidak mencatat hal ini dengan jelas.

Transformasi Masyarakat Timur Tengah dan Pengaruh Islam

Untuk memahami lebih lanjut bagaimana Islam dapat mempengaruhi masyarakat Nusantara, perlu dikaji juga perubahan besar yang terjadi di Timur Tengah akibat melajunya kebangkitan Islam. Islam yang tumbuh dan berkembang di Timur Tenga ini bukan hanya membawa perubahan dalam dimensi religius, tetapi juga perbaikan-perbaikan dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Ajaran Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad ﷺ memberikan teladan yang mahapenting bagi seluruh umat manusia untuk menciptakan perubahan dalam kehidupan mereka, termasuk dalam hal tata hukum, sistem pemerintahan, perekonomian-perdagangan, dan hubungan antarbangsa (geopolitik).

Kebangkitan Islam ini, yang dimulai dari dakwah Rasulullah Muhammad ﷺ, sahabat-sahabatnya, Dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dan seterusnya, telah memberikan dampak besar pada tatanan sosial masyarakat Arab dan sekitarnya. Hal ini menciptakan kondisi yang mendorong perkembangan transaksi perdagangan yang pesat, yang juga turut meluas ke wilayah Nusantara.

Para pedagang Muslim yang melakukan perjalanan jauh ke berbagai wilayah di dunia. Perjalanan perdagangan ini juga membawa ajaran dan risalah Islam sekaligus memperkenalkan sistem perdagangan yang lebih terstruktur. Oleh karena itu, spirit perdagangan Islam yang mengenal keadilan, kejujuran, dan saling menguntungkan ini berdampak pada perubahan sosial di Nusantara.

Kesimpulan

Singkatnya, di dalam kajian ini, kami menyimpulkan bahwasanya Ahmad Mansur Suryanegara telah menemukan peranan Islam dalam membentuk peta dunia, khususnya peta Nusantara, melalui pengaruh kebudayaan dan perdagangan yang kuat. Penamaan wilayah-wilayah di Nusantara yang berbahasa Arab bukanlah kebetulan, melainkan refleksi dari jaringan niaga dan kebudayaan Islam yang telah tersebar luas.

Selain itu, kami juga mengkritik penulisan sejarah yang sering kali mengabaikan peran penting Nusantara dalam sejarah perdagangan Islam. Namun demikian, sebagai penutup, kami menekankan bahwasanya pengaruh Islam di Nusantara jauh lebih besar dan mendalam daripada yang selama ini tercatat dalam historiografi kolonial. Kajian ini telah menunjukkan betapa pentingnya pemahaman yang lebih komprehensif terhadap sejarah Islam di Asia Tenggara, khususnya Nusantara.

Referensi

[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ed. oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar, Rev., Api Sejarah (Bandung: Suryadinasti, 2014), https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.

[2] Abdul Fatah, “ANRI: Malut miliki sejarah sebagai jalur rempah nusantara, begini penjelasannya,” ANTARAMALUKU, 7 Desember 2022, https://ambon.antaranews.com/berita/147163/anri-malut-miliki-sejarah-sebagai-jalur-rempah-nusantara-begini-penjelasannya.

[3] Tim Editor KumparanNEWS, “Anies: Kehebatan Maluku Bukan Hanya di Masa Lalu, tapi Juga Masa Depan,” Kumparan, 26 Januari 2024, https://kumparan.com/kumparannews/anies-kehebatan-maluku-bukan-hanya-di-masa-lalu-tapi-juga-masa-depan-222n2AD6tJR/full.

[4] Berita Terkini, “3 Nama Lain Sumatera beserta Asal Usulnya,” Kumparan, 26 Juli 2022, https://kumparan.com/berita-terkini/3-nama-lain-sumatera-beserta-asal-usulnya-1yX9tAJiYYA.

[5] Neerlandosentrisme artinya historiografi berpusat pada kehidupan atau aktivitas penjajahan bangsa Belanda di Indonesia. History of Java atau Sejarah Jawa adalah contoh karya historiografi kolonial tahun 1817 yang ditulis oleh Thomas S. Raffles dan Geschiedenis van Nederlands-Indie (Sejarah Hindia Belanda) sebagai contoh buku juga dari historiografi kolonial yang terdiri dari 6 jilid dengan editor utama Dr. F. W. Stapel yang diterbitkan bertahap sejak tahun 1938 sampai 1940.

[6] Kabar Harian, “Karakteristik Historiografi Kolonial, Ciri-ciri Sejarah, Tujuan, dan Contohnya,” Kumparan, 18 Februari 2024, https://kumparan.com/kabar-harian/karakteristik-historiografi-kolonial-ciri-ciri-sejarah-tujuan-dan-contohnya-22BGV8PxrJk.

[7] Widya Lestari Ningsih, “Kapan Dimulainya Historiografi Indonesia Modern?,” Kompas.com, 11 Oktober 2023, https://www.kompas.com/stori/read/2023/10/11/200000079/kapan-dimulainya-historiografi-indonesia-modern-.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image