Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahiduz Zaman

AI dan Ketidakterbatasan Ilmu Allah

Agama | 2025-02-18 05:25:21
Ilustrasi luasnya ilmu Allah. (Sumber: Freepik.com)

Dunia menyaksikan revolusi besar-besaran dalam bidang kecerdasan buatan (AI). Dalam hitungan dekade, AI telah berkembang dari sekadar sistem pemrosesan data menjadi entitas yang mampu belajar, berpikir secara analitis, bahkan menggantikan sebagian tugas manusia. Teknologi ini digunakan untuk mendiagnosis penyakit, meramalkan cuaca, membuat karya seni, dan bahkan menyusun naskah tulisan yang hampir tidak bisa dibedakan dari hasil pemikiran manusia. Pertanyaan mendasar muncul: apakah AI mendekatkan kita pada pemahaman tentang ilmu Allah, atau justru menjauhkan kita dari kesadaran akan keterbatasan manusia?

Skeptisisme terhadap AI berakar pada ilusi kecerdasannya. Sebanyak apapun data yang dikumpulkan dan dianalisis, AI tetaplah produk dari algoritma manusia. Tidak memiliki kesadaran, tidak memiliki pemahaman hakiki, dan tidak mampu menggali esensi kebenaran secara mutlak. Dalam euforia perkembangan teknologi, sebagian orang mulai melihat AI sebagai entitas yang mampu "menyaingi" pemikiran manusia, bahkan berfantasi bahwa suatu hari AI bisa menggantikan peran manusia dalam memahami dan menggali ilmu pengetahuan.

Perkembangan AI dapat menjadi sarana untuk semakin memahami kebesaran Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT memberikan perumpamaan tentang luasnya ilmu-Nya:

"Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Luqman: 27)

"Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)." (QS. Al-Kahfi: 109)

Dua ayat ini mengingatkan kita bahwa ilmu Allah tidak terbatas. Seandainya semua pohon di bumi menjadi pena dan seluruh air di tujuh samudra menjadi tinta, ilmu Allah tetap tidak akan habis dituliskan. Dalam konteks AI, terlihat betapa besarnya ilmu Allah dibandingkan dengan sekadar kecerdasan buatan yang hanya bisa bekerja berdasarkan data yang ada. AI tidak bisa berpikir di luar data yang diberikan, tidak bisa menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, dan tentu saja, tidak bisa memahami hakikat eksistensi dan kebenaran sejati.

Perkembangan AI tidaklah sia-sia. AI dapat menjadi alat yang membantu manusia dalam menggali ilmu Allah. AI memungkinkan kita mengakses, mengolah, dan menganalisis data dalam jumlah besar dengan cara yang sebelumnya tidak terbayangkan. Dalam dunia medis, AI mampu mendeteksi penyakit lebih cepat dari dokter manusia. Dalam pendidikan, AI dapat memberikan pembelajaran yang lebih adaptif dan personal. Dalam sains, AI membantu para ilmuwan menemukan pola dan struktur yang tersembunyi dalam alam semesta. Semua ini menunjukkan bahwa AI, meskipun terbatas, tetap bisa menjadi sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri pada pemahaman tentang keteraturan ciptaan Allah.

Tantangan sekaligus peringatan muncul dalam pemanfaatan AI. Teknologi sering kali memberikan ilusi kekuasaan dan keunggulan, seolah manusia telah menaklukkan alam semesta dengan kecerdasannya sendiri. Padahal, AI hanyalah refleksi dari keterbatasan manusia. Tidak peduli seberapa canggih AI berkembang, ia tidak akan pernah mampu melampaui batasan material dan pemrograman yang dibuat manusia. Sementara itu, manusia sendiri tetaplah makhluk terbatas yang tidak bisa memahami seluruh ilmu Allah.

Perkembangan AI harus menjadi pengingat bagi kita untuk terus menggali ilmu dengan penuh kesadaran akan kebesaran Allah. Semakin canggih teknologi yang ditemukan, semakin kita menyadari bahwa semua ini hanyalah sebagian kecil dari ilmu-Nya yang tidak terbatas. AI bukanlah ancaman bagi keimanan, tetapi seharusnya menjadi pemicu bagi kita untuk semakin bersyukur dan terus belajar.

Prinsip yang perlu dipegang dalam menghadapi perkembangan AI:

 

  1. Gunakan AI sebagai alat, bukan pengganti akal dan hati nurani – AI harus tetap dalam kendali manusia. Ia adalah sarana untuk membantu manusia memahami lebih dalam ciptaan Allah, bukan untuk menggantikan manusia dalam berpikir dan mengambil keputusan moral.
  2. Sadari keterbatasan ilmu manusia – Seberapa pun besar data yang dianalisis oleh AI, ia tetap terbatas pada apa yang sudah ada. Ini mengingatkan kita bahwa ilmu yang belum terungkap jauh lebih besar daripada yang telah diketahui.
  3. Jaga nilai dan etika dalam pemanfaatan teknologi – AI harus digunakan dengan penuh tanggung jawab, tidak untuk menipu, menyesatkan, atau merusak tatanan kehidupan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam.

AI bukanlah ancaman bagi keimanan, tetapi sebuah tantangan bagi kita untuk tetap rendah hati di hadapan ilmu Allah yang Maha Luas. Seandainya seluruh data dunia dikumpulkan dan diproses oleh AI tercanggih sekalipun, tetap saja ilmu Allah tak akan habis dituliskan. Manfaatkan teknologi dengan bijak, sambil tetap mengingat bahwa hanya Allah yang memiliki pengetahuan yang hakiki dan tanpa batas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image