
Di Balik Kisruh Drama Gas Melon
Agama | 2025-02-12 08:42:20
Panik. Itulah yang dirasakan sebagian masyarakat ketika secara tiba-tiba pemerintah mengumumkan kebijakan baru mengenai distribusi LPG 3 kg yang menyatakan pedagang eceran dilarang menjual gas LPG 3 kg atau yang sering disebut gas melon. Pemerintah bermaksud menertibkan pedagang-pedagang eceran yang menjual gas melon dengan harga lebih tinggi dari HET yang ditetapkan pemerintah. Namun tentu saja hal ini tidak bisa diterima sepenuhnya karena masyarakat sendiri merasa terbantu dengan keberadaan gas melon di sekitar rumah-rumah mereka.
Setelah menimbulkan berbagai kekisruhan ; protes keras dari masyarakat, kelangkaan di beberapa daerah, bahkan korban meninggal dunia akibat kelelahan mengantri untuk mendapatkan gas melon, kebijakan akhirnya dibatalkan. Pada 4 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan kepada Menteri ESDM untuk mengaktifkan kembali pengecer berjualan gas LPG 3 kg sambil menertibkan pengecer jadi agen sub pangkalan secara parsial.
Kebijakan Tidak Pro Rakyat
“Dapur kami harus ngebul. Kami jualan harus jalan. Jangan ganggu kemiskinan kami ”, Ucap seorang warga Tangerang bernama Pak Efendi, di hadapan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tengah melakukan peninjauan di Pangkalan Gas LPG 3 kg di Kota Tangerang, Banten (suara.com 06/02/2025). Ucapan Pak Efendi ini cukup menarik perhatian masyarakat sosial media, karena begitu mewakili suara hati rakyat kecil.
Betapa rakyat sangat marah dengan kebijakan yang banyak menimbulkan kesulitan bagi rakyat. Rakyat tengah berjuang sendirian dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bukannya meringankan beban rakyat untuk terlepas dari jeratan kemiskinan, negara justru mempersulit kehidupan rakyatnya.
Pemerintah berdalih kebijakan ini untuk menertibkan sistem distribusi gas bersubsidi. Namun kebijakan ini justru menunjukan negara hanya berpihak pada para pemodal besar. Tidak semua pedagang eceran gas LPG 3 kg bisa memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Hanya pedagang dengan modal besar yang akan menjadi pemain dalam rantai distribusi gas LPG 3 kg. Inilah konsekuensi penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme akan memudahkan para pemodal besar untuk menguasai pasar.
Akibat sistem kapitalisme pula, terjadi liberalisasi dalam pengelolaan sumber daya alam. sumber minyak dan gas yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya dimiliki dan dikelola oleh negara. Perusahaan swasta dalam negeri maupun asing diberi izin untuk menguasai dan melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam negeri ini. Sumber daya alam yang melimpah, jika pengelolaannya dilakukan oleh negara, maka akan mampu memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Namun sayangnya negara dalam sistem sekuler kapitalis, hanya berperan sebagai regulator.
Sistem Islam Mengatur Sumber Daya Alam
Islam menetapkan konsep kepemilikan tertentu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Dalam Islam, sumber daya alam berupa minyak dan gas termasuk dalam kepemilikan umum (milkiyah al-ammah). Jika barang ini tidak ada, maka manusia akan kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah).
Islam mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat. Syariat melarang individu untuk memiliki dan menguasai barang yang merupakan kepemilikan umum.
“Sesungguhnya Abyadh bin Hamal al-Mazaniy bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majelis, ‘Apakah Anda mengetahui apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah Anda berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda, ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya.'” (HR Tirmidzi).
Rosulullah membatalkan pemberian tambang garam pada sahabatnya ketika mengetahui depositnya besar. Barang tambang yang depositnya besar tidak boleh dimiliki individu.
Negara harus mengelolanya dari mulai hulu ; urusan eksplorasi, hingga hilir ; distribusi memastikan setiap orang mendapatkan haknya untuk memperoleh gas untuk kebutuhannya sehari-hari. Negara memudahkan rakyat mengakses berbagai kebutuhannya akan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang merupakan hajat publik, termasuk migas. Negara akan melayani rakyat sesuai dengan fungsinya sebagai raa’in.
“Setiap dari kalian adalah raa’in (pemimpin/pengurus) dan tiap tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”(HR Imam Bukhari).
Kisruh gas LPG bersubsidi muncul karena tidak diterapkannya aturan Islam dalam kehidupan. Sistem kapitalisme telah merampas hak rakyat mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokoknya. Hanya dengan menerapkan sistem Islam, permasalahan gas ini akan teratasi. Hak-hak rakyat akan terpenuhi. Pemimpin negara akan bertanggung jawab terhadap hajat hidup rakyatnya karena ia sadar akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah swt pemilik seluruh alam.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook