Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Damay Ar-Rahman

Pria Tua dalam Lamunan Malam

Sastra | 2025-01-23 23:47:27
Ilustrasi. https://images.app.goo.gl/jxdbQdB3p86XfoMB8

Apakah ada seseorang yang sama sepertiku? Maksudku, apa yang ia lakukan sama sepertiku. Itulah yang diucapkan pria lanjut usia itu setiap kali memandang langit-langit kamarnya saat malam tiba. Tak seorangpun berada di sampingnya. Semua orang telah pergi dari bayang-bayang mata rabunnya. Lingkaran hitam yang berada di bola mata itu, semakin lama kian memutih. Hampir tak dapat ia kenali lagi pagi, siang, dan malam. Untung saja, itu adalah rumahnya. Ia tanda di mana ia akan menanak nasi dan menggoreng telor atau tempe, dan tanda ke arah mana ia akan membuang hajat atau mandi.

Ah...hidup adalah persinggahan. Sayang, itu tak disadari anak-anak tersayang. Mereka telah tumbuh dewasa tampan dan cantik. Pintar dan sukses, namun mereka tidak mengetahui arti berbakti pada orangtua.

"Apakah aku salah selama ini ya?" Dia bertanya lagi. Pikunnya semakin parah. Tuhan memang maha penolong. Jika tak ada Budi, yaitu putra Surya tetangga depan rumahnya maka takkan ada yang membantu pria lansia itu. Budi pekerja kantor yang sering pulang larut malam. Meski ia lelah, sifat kasih sayangnya tetap ia terapkan pada pria lansia itu. Menjenguk atau menegur dari luar pagar.

"Bapak ini Budi." Teriak lembut lelaki muda itu setelah kehujanan di jalan raya. Ia yang biasa naik bus lalu melanjutkan perjalanan melalui kereta api, lupa membawa payung.

"Iya Budi, aku sudah mau tidur." Jawab pria lansia dari kamarnya.

Mendengar suara itu, Budi lega. Itu pertanda tidak terjadi apa-apa. Padahal, pria paruh baya itu baru saja menahan batuk berdarahnya.

Setiap Budi ingin mengambil baju milik pria itu, selalu saja disembunyikan. Mungkin takut merepotkan. Namun, yang namanya bau atau harum tetap saja tercium. Budi melihat telah bertumpuk baju pria lansia yang sedang duduk termenung di teras depan. Tongkat di tangan kanannya, dipegang bergetar. Saat dipanggil, ia tidak menyahut. Budi merasa tidak enak hati, tetapi sungkan bertanya. Khawatir, akan membuat pria lansia itu semakin menyembunyikan rasa sakit.

"Aku dengar anak-anaknya sedang bertengkar memperebutkan rumah itu. Tetapi ayahnya telah menghibahnya ke panti asuhan. Dasar anak-anak durhaka. Sudah menelantarkan orangtua, meninggal pun menagih harta."

Seorang anak perempuan mendengar ghibahan para tamu yang sedang menghadiri pengajian untuk kematian pria lansia itu. Seorang pria tua yang hidup tanpa sanak keluargapun. Anak perempuan yang baru saja lulus magister itu, merasa kejam terhadap ayahnya. Ia ingat ucapan sang ayah.

"Sampai kapanpun, ayah akan berada di belakangmu. Meskipun ayah akan hidup sendiri."

Tuhan...betapa sayangnya ayah pada anak-anaknya. Isak tangispun terdengar dari anak perempuan itu. Ia pingsan dan tidak satupun warga yang mau menolong, kecuali keluarga Budi yang ikhlas dan penolong.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image