
Peran Guru dan Perspektif Masyarakat
Pendidikan dan Literasi | 2025-01-21 12:17:09
Pernah mendengar lagu himne guru? Atau pernah menyanyikannya? Mungkin bait “pahlawan tanpa tanda jasa” yang paling terkenang dalam diri kita. Maksud dari bait ini adalah bahwa “guru” diibaratkan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” karena rela berkorban demi para siswa, tanpa mengharapkan keuntungan pribadi. Dalam konsep filosofis, bait ini secara jelas diartikan sebagai seseorang yang tak memiliki tanda jasa layaknya pahlawan revolusi. Lagu yang diciptakan oleh Sartono pada era 1980-an ini dibuat untuk mengenang jasa guru yang berperan penting dalam proses pendidikan. Namun, sungguh ironis, bukannya dihargai, banyak kalangan yang menyepelekan dan merendahkan jasa para guru.
Seiring perkembangan zaman, ketika pengetahuan menjadi hal yang penting, peran guru semakin krusial dalam kehidupan bangsa. Guru senantiasa melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh untuk mencetak murid yang mampu meraih impian yang dicita-citakan. Guru tidak hanya bekerja saat bel tanda masuk berbunyi hingga bel pulang sekolah terdengar. Seringkali guru tetap bekerja di rumah, selain mengurus keluarga, mereka mempersiapkan materi, soal-soal, dan memeriksa tugas para siswa di luar jam sekolah.
Dalam pandangan Ramayulis, peran guru sangat krusial dan belum tentu dapat digantikan oleh teknologi. Banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, perasaan, motivasi dan nilai kebiasaan serta keteladanan yang diterapkan dalam proses pembelajaran oleh guru. Kaitannya dengan khalayak luas, dalam kesibukan sehari-hari para orang tua untuk mencari nafkah, tentu membutuhkan kehadiran guru untuk mendidik putra-putrinya sehingga terhindar dari kebodohan. Namun, sangat disayangkan, banyak kasus yang beredar di masyarakat, orang tua yang tidak menghormati para guru. Orang tua menuntut guru ke pengadilan akibat sanksi yang diberikan kepada anaknya, yang sebenarnya memang berbuat kesalahan.
Para orang tua sendiri harus memahami peran guru demi masa depan anak-anaknya. Bahwa, dengan menghormati guru maka segala ilmu yang diterima oleh anak-anaknya dapat menjadi keberkahan. Problematikanya, harus diakui bahwa sukar untuk menanamkan pemahaman yang demikian kepada para orang tua.
Fenomena ini juga memicu tren baru zaman ini, yang menyatakan generasi muda memiliki minat yang rendah terhadap profesi guru. Hal ini erat juga kaitannya pada pokok bahasan yang lebih sensitif, yaitu uang/ gaji. Upah yang tidak layak mencerminkan kurangnya kesejahteraan guru di Indonesia. Hasil survei Lembaga riset institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa pada bulan mei 2024 menunjukkan 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah 2 Juta per bulan dan 13 persen diantaranya berpenghasilan dibawah 500 ribu per bulan. Inilah cerminan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat kepada para guru. Faktor inilah yang dapat menimbulkan kurangnya minat generasi muda terhadap profesi guru. Hal ini tentu saja akan berdampak buruk bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Terlebih lagi, para guru yang menyandang predikat “pahlawan tanpa tanda jasa” akan benar-benar merasakan gelar tersebut dalam artian yang sebenarnya.
Oleh karena itu, apabila di masa mendatang Indonesia kekurangan sumber daya manusia yang mumpuni, maka harus diambil tindakan dan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Kualitas pendidikan pun akan dapat meningkat, sejalan dengan diberikannya penghargaan yang layak dan hak-hak para guru. Harapannya di masa mendatang, semoga kesejahteraan guru dapat semakin lebih baik daripada masa ini. Bagaimanapun juga, harus kita sadari bahwa peran guru sangat besar dalam memajukan dunia pendidikan Indonesia tercinta.Kualitas pendidikan pun akan dapat meningkat, sejalan dengan diberikannya penghargaan yang lay
Profil Penulis:
Saya, Nadia Indriantica, adalah mahasiswa aktif di Universitas Airlangga. Saya gemar membaca, menulis dan memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial, pendidikan, dan kesehatan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.