Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Lailatul Amri

NTT Krisis Bonus Demografi: Begini Penjelasan Data BPS

Info Terkini | 2025-01-17 20:41:24
Sumber : https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Frri.co.id%2Fbali%2Fdaerah%2F824879%2Fsiap-menghadapi-bonus-demografi&psig=AOvVaw1jVxs0EtUR-YeFMuxBTxwj&ust=1736348274652000&source=images&cd=vfe&opi=89978449&ved=0CBQQjRxqFwoTCJjhjtDv44oDFQAAAAAdAAAAABAJ

Indonesia saat ini berada dalam masa bonus demografi yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2030. World Bank mengklasifikasikan Indonesia pada tahap awal bonus demografi, yaitu saat Total Fertility Rate (TFR) 4 dan pertumbuhan penduduk usia produktif > 0 .

Meskipun demikian, tidak semua provinsi di Indonesia merasakan hal yang sama. Misalnya, pada periode 2015–2020, terdapat lima provinsi yang sudah memasuki tahap akhir bonus demografi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Sulawesi Utara, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Selatan. Namun, 29 provinsi lainnya masih berada dalam tahap awal bonus demografi dan memerlukan optimalisasi pembangunan sumber daya manusia. Bahkan, Provinsi NTT masuk dalam kategori tidak mencapai bonus demografi.

Sulitnya capaian bonus demografi di Provinsi NTT ini dikonfirmasi oleh Kepala BKKBN Pusat dr Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) dalam sambutannya yang disampaikan pada acara pengukuhan Dr Dadi Ahmad Roswandi, S.Si, M.Si sebagai Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi NTT di Gedung Sasando, kantor Gubenur. Ia menyebut bahwa NTT sulit untuk diprediksi kapan terjadinya bonus demografi di daerah tersebut. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nusa Tenggara Timur (NTT) Dadi Ahmad Roswandi juga menuturkan bahwa rasio ketergantungan penduduk usia produktif terhadap non produktif di daerah ini masih tinggi yakni 55,66%.

Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut penjelasan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Angka Kelahiran Masih Tinggi

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2022 Provinsi NTT memiliki angka kelahiran total (Total Fertility Rate) di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2022 tercatat sebesar 2,79 yang artinya rata-rata wanita (usia 15-49 tahun) di NTT dapat mempunyai 3 anak di akhir masa reproduksinya. TFR yang tinggi ini menunjukkan bahwa perempuan cenderung memiliki usia perkawinan muda karena memiliki akses yang kurang baik terhadap pendidikan dan tidak memiliki banyak pilihan hidup dalam hidup mereka. Semakin muda seseorang melakukan perkawinan, makin panjang masa reproduksinya, dan makin banyak anak yang dilahirkan. Semakin banyak anak yang dilahirkan, maka semakin mendorong kenaikan jumlah penduduk usia non produktif yang berakibat pada tingginya rasio ketergantungan.

Tingginya Angka Kematian

Selain angka kelahiran yang tinggi, data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan angka kematian kasar Provinsi NTT sebesar 26,70 per 1.000 penduduk pada tahun 2022, yang artinya terjadi 26-27 kematian setiap 1000 penduduk dalam satu tahun. Selain itu, data Badan Pusat Statistik juga menunjukkan angka kematian bayi dan angka kematian anak yag relatif tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Angka kematian bayi di NTT pada tahun 2022 adalah sebesar 25,67 yang artinya terjadi kematian bayi (usia 0-11 bulan) dari 1000 kelahiran hidup. Sementara angka kematian anak di Provinsi NTT adalah sebesar 5,05 yang artinya terjadi kematian 5-6 anak usia 1-4 tahun dari 1000 kelahiran hidup.

Tingginya angka kematian kasar, angka kematian bayi, dan angka kematian anak ini menunjukkan bahwa Usia Harapan Hidup (UHH) di daerah tersebut juga rendah. Rendahnya UHH ini menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut (>65 tahun) lebih sedikit daripada penduduk usia muda (14 tahun). Hal ini juga menunjukkan bahwa rasio ketergantungan di provinsi Nusa Tenggara Timur cenderung lebih kepada ketergantungan penduduk usia muda.

Migrasi Keluar Wilayah

Penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur cenderung melakukan migrasi keluar dibandingkan migrasi masuk. Hasil Long Form Sensus Penduduk (SP) 2020 menunjukkan bahwa migrasi neto di Provinsi NTT memiliki angka yang negatif. Hal ini berarti penduduk Provinsi Nusa Tenggara Timur cenderung bermigrasi keluar daerah. Hal ini disebabkan karena masyarakat NTT cenderung untuk mengambil pendidikan di luar daerah Provinsi NTT. Selain itu, peluang lapangan pekerjaan membuat masyarakat NTT lebih memutuskan untuk pindah ke daerah lain. Kondisi ini menyebabkan rasio ketergantungan yang tinggi, di mana beban ekonomi pada penduduk usia produktif semakin besar untuk menopang kebutuhan populasi non-produktif, terutama anak-anak.

Tingginya angka kelahiran dan kematian, serta banyaknya penduduk yang melakukan migrasi keluar menjadikan NTT mengalami krisis bonus demografi dan menghambat peluang bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk mengatasi krisis ini dan memastikan NTT dapat memanfaatkan potensi bonus demografi secara optimal pada tahun 2030.

------------------------------------------------------------------------------------------------

Artikel ini ditulis oleh :

Alifah Suhaila, Lailatul Amri, Vendredy P. Lucasio Siahaan

(Politeknik Statistika STIS)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image