Peran Hati dalam Metabolisme Obat: Mekanisme, Enzim, dan Implikasi Klinis
Edukasi | 2025-01-17 15:40:59Pengantar
Sirosis hati adalah penyakit menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan ini terjadi karena infeksi virus akut disertai terjadinya peradangan sel hati yang menyebabkan kematian sel. Lebih dari 40 % pasien sirosis bersifat asimptomatis. Data prevalensi sirosis hati di Indonesia belum ada, hanya terdapat laporanlaporan dari beberapa pusat pelayanan kesehatan pendidikan. Jumlah pasien sirosis hati sebanyak 819 (4 %) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam di Medan selama kurun waktu 4 tahun. Penyebab tertinggi sirosis hepatik di Indonesia adalah infeksi virus hepatitis B dan hepatitis C (Nurdzanah, 1996).
Terapi sirosis hati bergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Terapi farmakologi pasien dengan penyakit hati kronik perlu mempertimbangkan pili han obat yang digunakan dan penyesuaian dosis yang diperlukan. Pemilihan terapi perlu dipantau dari segi kontraindikasi obat maupun obat-obat yang dapat memperburuk fungsi hati. Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat untuk pasien sirosis hepatik yaitu menggunakan obat dengan jalur eliminasi melalui ginjal, menghindari penggunaan obat yang mendepresi susunan saraf pusat, diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat yang menyebabkan konstipasi, antikoagulan serta obat-obat hepatotoksik (Arif et al., 1999).
Hati adalah organ yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan proses metabolisme obat. Pada sirosis hati terjadi penurunan kemampuan hati dalam metabolisme obat. Peresepan obat dalam bentuk prodrug adalah hal penting yang perlu dihindari karena pemberian obat dalam bentuk prodrug dapat mengakibatkan obat tidak bisa diubah menjadi bentuk aktifnya sehingga efek farmakologis yang diharapkan tidak tercapai. Obat-obat yang memiliki efek sedatif perlu dihindari karena obat tersebut dapat mengganggu penilaian status pasien atau bahkan dapat menimbulkan koma akibat depresi sistem saraf pusat yang berlebihan. Golongan antikoagulan oral juga perlu dihindari karena menyebabkan perdarahan gastrointestinal, obat yang memiliki efek antiplatelet dan toksik terhadap hati, obat yang mempengaruhi enzim hati karena obat-obat tersebut dapat mengganggu gambaran klinis dan dapat meningkatkan risiko toksisitas pad a terapi secara bersamaan (Arif et al., 1999).
Hipertensi portal adalah kondisi peningkatan tekanan dalam vena porta, yang mengalirkan darah dari saluran pencernaan ke hati. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan penyakit hati kronis, seperti sirosis. Hipertensi portal dapat mempengaruhi metabolisme obat melalui beberapa mekanisme:
- Perubahan Aliran Darah Hepatik: Hipertensi portal menyebabkan pembentukan sirkulasi kolateral, yang mengalihkan aliran darah dari hati. Akibatnya, aliran darah melalui hati berkurang, sehingga mengurangi paparan obat terhadap enzim metabolisme hepatik. Hal ini dapat menurunkan metabolisme obat yang bergantung pada hati, meningkatkan konsentrasi obat dalam sirkulasi sistemik, dan meningkatkan risiko toksisitas. Fagro Mercu Buana Yogya
- Disfungsi Hepatoseluler: Penyakit hati kronis yang mendasari hipertensi portal, seperti sirosis, dapat merusak sel-sel hati. Kerusakan ini mengurangi kapasitas hati untuk memetabolisme obat, terutama yang dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450. Akibatnya, obat dapat terakumulasi dalam tubuh, meningkatkan risiko efek samping.
- Perubahan Distribusi Obat: Hipertensi portal dapat menyebabkan komplikasi seperti asites (penumpukan cairan di rongga perut) dan edema. Kondisi ini dapat mempengaruhi volume distribusi obat, terutama yang larut dalam air, sehingga mempengaruhi konsentrasi efektif obat dan respons klinis.
Penting bagi praktisi kesehatan untuk mempertimbangkan perubahan farmakokinetik ini saat meresepkan obat kepada pasien dengan hipertensi portal dan penyakit hati. Penyesuaian dosis dan pemantauan terapi yang ketat diperlukan untuk memastikan efikasi dan keamanan pengobatan.
Kesimpulan
Komplikasi terbanyak dialami pasien sirosis hepatik dalam penelitian ini adalah varisesesophagus dengan terapi obat yang terbanyak digunakan yaitu vitamin K (83,33 %), sedangkan penyakit penyerta yang paling banyak dialami adalah stress ulkus dengan terapi obat terbanyak adalah sukralfat (43,59 %). Sebanyak 26,92 % pasien mendapat terapi obat yang tidak sesuai, terdiri dari 25,64 % pasien mendapat tempi obat yang bersifat hepatotoksik, dan 1,28 % pasien mendapat terapi obat sedatif dan yang mempresipitasi ensefalopati hepatik.
Revrensi
Algren D. A., 2008, Review Of N-Acetylcysteine For The Treatment Of Acetaminophen (Paracetamol) Toxicity In Pediatrics, available at http://www.who.int (diakses 13 Oktober 2010)
Anonim, 1998., Human Albumin Administration In Critically 11/ Patients: Systematic Review of Randomized Controlled Trials, Volume 317, available at http://www.cochrane.org (diakses 3 Januari 2010)
Ningrum, V. D. A., & Fitriyani, L. (2011). KESESUAIAN PEMILIHAN OBAT PADA PASIEN SIROSIS HEPATIK. Jurnal Ilmiah Farmasi, 8(2).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.