Refleksi 9 Tahun Tragedi Bom Sarinah: Apakah Mereka Masih Eksis?
Sejarah | 2025-01-13 21:41:30Hari Kamis 14 Januari 2016 aksi terror terjadi di Jalan MH Thamrin, tragedi itu lebih dikenal dengan nama Bom Sarinah. Sekira pukul 10.39 WIB, Ahmad Muhazan melancarkan aksi bom bunuh diri di Kedai Kopi Starbucks. Selain berusaha meledakkan bom yang ada pada dirinya, ia juga berusaha untuk menarik tangan petugas kemanan kedai kopi tersebut yang bernama Aldi Ardiansyah, namun usaha itu gagal ia lakukan.
Setelah Ahmad Muhazan berhasil meledakkan bom yang ada pada dirinya, selang beberapa detik kemudian bom kembali meledak. Bom kedua diledakkan oleh Dian Juni Kurniadi, ia menyerang pos polisi yang berada tak jauh dari Gedung Sarinah. Ledakkan yang terjadi untuk kedua kalinya ini memiliki efek ledak lebih besar dari bom yang pertama, naas dua nyawa harus terenggut, tercatat dua warga sipil yakni Sugito dan Rico Hermawan meninggal dalam kejadian tersebut. Selain merenggut dua nyawa warga sipil, ledakkan tersebut juga melukai seorag petugas polisi, Aiptu Deni.
Tidak berhenti sampai di sana, pelaku terror terus melancarkan aksinya. Tak disangka, beberapa menit setelah ledakkan kedua terjadi, para pelaku teror keluar dari kerumunan massa yang menyaksikan kejadian dan melancarkan aksinya dengan menembak secara brutal ke arah polisi yang tengah berada di lokasi kejadian. Pelaku penembakkan terhadap Polisi ini tercatat bernama Sunakim alias Afif dan Muhammad Ali. Tembakan brutal yang dilepaskan oleh pelaku teror bersarang tepat di kepala salah satu warga sipil yakni Rais Karna, seorang petugas keamanan pada sebuah Bank Internasional, ia meninggal sehari setelah mendapatkan perawatan intensif di RS Abdi Waluyo.
Muhammad Ali dan Afif akhirnya tewas mengenaskan akibat bom yang mereka bawa dan juga tembakan dari apparat Kepolisian. Menurut catatan yang ada, akibat aksi terorisme ini setidaknya 7 nyawa hilang, terdiri atas lima pelaku dan dua warga sipil. Dari pemaparan pihak Kepolisian, pelaku teror ini diduga terafiliasi dengan organisasi ISIS.
Beberapa Petugas Kepolisian Mendadak ‘Tenar’
Tragedi Bom Sarinah yang mengguncang Masyarakat Indonesia ternyata memberikan popularitas bagi Sebagian anggota Kepolisian. Sebut saja nama Krishna Murti hingga Untung Sangaji. Mereka dianggap begitu cakap dan memiliki jiwa heriok saat menanggulangi aksi teror Bom Sarinah. Tak ayal kedua nama tersebut ramai diperbincangkan oleh masyarakat.
Nama Irjen Pol. Krishna Murti (saat itu berpangkat Kombes) meroket setelah terlibat dalam penanganan Bom Sarinah. Tak lama berselang setelah tragedy tersebut, ia mendapatkan promosi sebagai Wakapolda Lampung dan akhirnya meraih pangkat bintang satu saat menjabat sebagai Karo Mosinter Divhubinter Polri pada tahun 2017 silam. Kini ia masih tercatat menjabat sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri dengan menyandang dua bintang di pundaknya.
Ahmad Untung Surianata atau yang lebih dikenal dengan sebutan Untung Sangaji tak luput dari sorotan media, aksi beraninya bak dalam film laga dalam melumpuhkan teroris Bom Sarinah mendapatkan simpati masyarakat. Namanya yang melambung mengantarkannya mendapatkan promosi jabatan sebagai Kapolres Aceh Utara. Saat ini Untung Sangaji telah memasuki masa purna tugas dengan jabatan terakhir sebagai Kepala Bagian Pengadaan Biro Logistik Polda Papua.
Selain kedua nama tersebut, sebenarnya ada sosok yang publik ramai ketahu juga, yakni Ferdy Sambo mantan Kadiv Propam Polri ternyata terlibat dalam aksi melumpuhkan grup teroris Bom Sarinah. Ia turut serta dalam penanganan kasus Bom Sarinah, saat itu ia masih menyandang pangkat Ajun Komisaris Polisi. Ironisnya, karirnya harus terhenti di Kepolisian setelah ia terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) serta mendapatkan hukuman vonis mati.
Lalu, Apakah Jaringan Teroris Masih Eksis?
Sejak 2023 Indonesia tercatat tidak pernah mengalami gangguan akibat aksi terorisme atau dapat dikatakan sebagai nol kasus terorisme. Pencapaian ini patut mendapatkan apresiasi yang tinggi, karena negara berhasil menciptakan situasi kondusif bagi warganya. Namun, walaupun demikian pemerintah tidak boleh lengah dengan berbagai kemungkinan aksi terorisme yang dapat muncul, baik akibat dari stuasi internal negara maupun efek domino dari situasi global.
Pemerintah harus tetap memantau situasi geopolitik di berbagai Kawasan dan melakukan langkah preventif jika terdeteksi bibit terorisme muncul kembali. Selain itu, pesatnya laju teknologi informasi yang menggiring gaya hidup masyarakat serba digital juga perlu diwaspadai, jangan sampai mudahnya akses digital dapat mempermudah paham radikal mempengaruhi masyarakat. Bukan hal yang mustahil, perekrutan simpatisan gerakan radikal dapat berlangsung secara daring tanpa harus bertemu antara perekrut dan pihak yang direkrut.
Selain langkah tersebut, aksi deradikalisasi terhadap eks Napiter tetap harus dilakukan secara berkelanjutan. Eks Napiter yang dibina secara terus menerus dapat pula memberikan pandangan kepada masyarakat luas bahwa terorisme itu tidak memiliki tempat di Indonesia, sehingga masyarakat luas terutama yang awam dengan terorisme dapat memiliki modal yang kuat untuk menolak jika diajak bergabung dalam gerakan radikal. Terakhir, penanaman nilai Pancasila harus diperkuat sedari dini, berikan pandangan kepada generasi muda bahwa Pancasila merupakan kesepakatan dan konsensus final milik bangsa Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.