Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image keisha danisya UPJ

Keterkaitan Celebrity Worship dengan Kehidupan

Gaya Hidup | 2025-01-10 01:52:58

Celebrity Worship tuh apasih? Celebrity worsgip adalah ketertarikan berlebihan atau obsesi terhadap seseorang yang terkenal seperti celebrity, terdapat dalam berbagai tingkatan, dari hanya sekadar hiburan sampai sangat terbobsesi. Fenomena ini berisiko menimbulkan dampak negatif seperti kecemasan, obsesi, atau perilaku tidak sehat, pengaruh media dan teknologi yang memudahkan akses ke kehidupan selebriti turut memperkuat fenomena ini.

Media sosial mendorong penggemar untuk mengikuti aktivitas selebriti secara real-time, memberikan seolah oalah seperti kedekatan melalui konten pribadi seperti postan, live streaming, atau komentar. Hal ini dapat menumbuhkan suatu keterikatan emosional sampai bisa menjadi sebuah obsesi. Selain itu, algoritma media sosial sering kali memperlihatkan konten terkait selebriti yang disukai, dan menimbulkan keterlibatan berlebihan.

Celebrity worship memiliki tiga tingkatan, yaitu di antaranya :

1. Entertainment-social, tingkatan paling rendah, ditandai sebagai aktivitas menyukai selebriti sebagai bentuk hiburan dan interaksi sosial bersama orang lain yang menyukai bahasan mengenai selebriti tersebut. (Yulianto, 2024)

2. Intense personal, sebagai tingkatan menengah, merupakan perasaan kompulsif terhadap selebriti yang diidolakan; misalnya menganggap selebriti tersebut sebagai pasangannya. (Yulianto, 2024)

3. Tingkatan paling tinggi, bordeline pathological, ditunjukkan sebagai sikap dan perilaku patologis dalam memuja selebriti tersebut, misalnya mau melakukan tindakan ilegal demi selebriti idolanya atau bersedia membeli barang terkait dengan selebriti idola dengan harga mahal bahkan dengan harga yang tidak rasional. (Yulianto, 2024)

Flexing adalah istilah tindakan yang memamerkan suatu hal, seperti kekayaan, gaya hidup, atau barang-barang mewah kepada orang lain. Pada umunnya orang akan melakukan hal tersebut untuk meningkatkan citra diri atau menunjukkan status sosial.

FOMO (Fear of Missing Out) adalah istilah tindakan yang menggambarkan rasa takut maupun cemas akan kehilangan momen, pengalaman, atau peluang yang sedang dirasakan orang lain. FOMO sering dipicu oleh media sosial, dimana seseorang merasa tertinggal saat melihat unggahan teman atau orang lain yang tampak lebih bahagia, sukses, atau menikmati hidup.

Perilaku celebrity worship sering memicu flexing (pamer gaya hidup) dan FOMO (Fear of Missing Out) melalui dorongan untuk meniru gaya hidup selebriti yang ditampilkan di media sosial. Penggemar merasa harus menunjukkan status sosial dengan memamerkan barang mewah atau pengalaman serupa, meski sering kali melampaui kemampuan finansial mereka, kolaborasi selebriti dengan merek juga memperkuat budaya konsumerisme, menjadikan produk-produk tertentu sebagai simbol status. Termasuk juga dalam ticket war, penggemar akan merasa tertinggal ketika tidak mendapatkannya dan akan memamerkan ke media sosial ketika mendapatkannya. Menurut Sinta 2020 “Flexing atau pamer menjadi aktivitas yang disukai masyarakat saat ini, atau yang biasa di bilang pamer”

Perempuan cenderung lebih terpengaruh secara emosional, terutama terkait citra tubuh dan standar kecantikan, sementara laki-laki lebih fokus pada aspek kompetisi dan kesuksesan profesional. Remaja dan dewasa muda lebih rentan terhadap celebrity worship karena berada dalam fase pencarian identitas, yang dapat berdampak negatif seperti ketidakpuasan diri atau positif sebagai motivasi.

Dampak negatifnya dapat meliputi berbaga aspek mulai dari tekanan ekonomi, kecemasan psikologis, dan keretakan hubungan sosial. Mengelola ekspektasi dari media sosial dan bersikap kritis terhadap pemujaan selebriti dapat membantu mengurangi efek negatif ini.

Untuk mengurangi dampaknya, penting untuk mengelola ekspektasi dari media sosial, meningkatkan literasi media, dan fokus pada aktivitas yang mendukung kesejahteraan emosional serta rasa percaya diri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image