Pelanggaran Etika oleh Tenaga Medis yang Terjadi pada Aplikasi Telekonsul Tertentu
Info Terkini | 2025-01-08 14:20:49Kemajuan teknologi digital belakangan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap dunia kesehatan, pada zaman sekarang sudah sangat banyak pemanfaatan media sosial serta platform digital sebagai sarana melakukan sebuah konsultasi kesehatan. Tentunya dengan adanya teknologi digital ini, seluruh lapisan masyarakat berbondong-bondong untuk memanfaatkan segala peluang yang ada dengan sebaik-baiknya, dengan melakukan konsultasi secara online melalui platform digital contohnya.
Melakukan konsultasi kesehatan secara online memberikan banyak manfaat baik bagi pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri, di mana dengan demikian pasien dapat meringkas waktu yang diperlukan sehingga pasien dapat melakukan kegiatan lain, selain itu kemudahan akses terhadap layanan kesehatan juga menjadi salah satu faktor banyaknya orang yang tertarik untuk melakukan konsultasi secara online atau telekonsultasi, hal ini dirasakan manfaatnya bagi seluruh pasien terlebih pasien yang tinggal di daerah terpencil yang sulit untuk menjangkau layanan kesehatan, dan yang terpenting risiko penularan penyakit bila terjadi sebuah pandemi atau wabah dapat tertahan. Bagi para tenaga kesehatan adanya telekonsultasi dapat membantu mereka untuk meningkatkan efisiensi kerja karena konsultasi dapat dilakukan secara fleksibel, di sisi lain dokumentasi juga dapat tersusun lebih terstruktur yang dapat memudahkan pencatatan rekam medis dari pasien.
Dengan banyaknya dampak positif yang hadir dari perkembangan teknologi digital di Indonesia, ada juga berbagai dampak negatif yang mengancam terjadinya pelanggaran etika profesi yang dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan. Terdapat empat prinsip etika yang berisi beneficence, non-maleficence, justice, dan otonomi. Beneficence sendiri berarti berbuat baik kepada seluruh pasien yang datang dan dilarang keras untuk melakukan suatu tindakan yang dapat merugikan pasien. Justice yang berarti adil kepada semua kalangan pasien. Otonomi yang berarti menghormati segala keputusan yang telah dibuat. Dan yang terakhir yaitu non-maleficence yang artinya tidak merugikan atau membahayakan pasien. Pada era digital ini maka sangat memungkinkan untuk keempat prinsip tersebut dapat dilanggar oleh tenaga kesehatan.
Beberapa waktu yang lalu, media masa dihebohkan dengan berita mengenai seorang tokoh masyarakat yang merasa dirugikan oleh sebuah platform digital yang melayani konsultasi kesehatan secara online. Beliau diminta untuk dapat mengikuti sebuah akun instagram dari oknum yang sedang melayaninya selama konsultasi kesehatan berlangsung. Setelah kejadian tersebut sang korban langsung membagikan keluh kesahnya kepada khalayak ramai melalui instagram dan membuat keributan. Melalui kejadian tersebut, prinsip yang dilanggar adalah prinsip non-malificence dikarenakan pada kasus ini pelaku melakukan tindakan yang merugikan pasien secara batin selama berlangsungnya konsultasi kesehatan secara online. Sudah seharusnya keprofesionalan dari setiap tenaga kesehatan dapat terus dipertahankan.
Dari sisi hukum kesehatan kasus diatas telah melanggar salah satu hukum kesehatan yang mengatur profesi dokter yaitu Kode Etik Kedokteran Indonesia khususnya pada pasal 7D yang berbunyi “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani”. Selain keterangan pada pasal diatas, ada beberapa hal lain yang tercantum dalam Kode Etik Kedokteran antara lain : Dokter Wajib menghormati hak-hak pasien, teman sejawat, dan tenaga kesehatan lainnya ; Dokter wajib menjaga kepercayaan pasien ; Dokter wajib mencegah keinginan pasien atau pihak manapun yang melanggar hukum dan/etika.
Kasus ini telah membuktikan bahwa oknum tersebut tidak melindungi hidup makhluk insani dan tidak menjaga kepercayaan pasien. Seorang dokter sepatutnya bertindak secara profesional dan menjaga kepercayaan pasien seperti yang tercantum dalam Kode Etik Kedokteran di atas. Seorang dokter juga perlu untuk menghormati hak-hak pasien termasuk menghormati batasan privasinya dan tidak meminta sesuatu berdasarkan status pasien yang sedang diobati.
Dampak dari kejadian tersebut cukup fatal, di mana pandangan segelintir masyarakat berubah terhadap tenaga kesehatan, hal ini juga merusak reputasi profesi medis secara keseluruhan. Maka dari itu penting adanya pencegahan dengan pemberian edukasi etika digital, kebijakan dalam perbuatan internal serta pemantauan aktivitas daring yang dilakukan setiap individu. Dengan demikian diharapkan kesadaran dari setiap individu terus meningkat sehingga tidak ada kejadian yang sama di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.