Menghidupkan Kearifan Lokal di Lingkungan Panti Asuhan
Edukasi | 2025-01-07 14:42:06
Kebudayaan merupakan kekayaan bangsa kita. Kearifan-kearifan lokal di tiap daerah merupakan modal utama untuk mengembangkan kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional adalah puncak-puncak kebudayaan daerah yang ada di wilayah Indonesia. Kebudayaan daerah yang dapat menjadi kebudayaan nasional harus memenuhi syarat-syarat, seperti Menunjukan ciri atau identitas bangsa, berkualitas tinggi sehingga dapat diterima oleh seluruh bangsa Indonesia; dan pantas dan tepat diangkat sebagai budaya nasional.
Pentingnya pendidikan multikultural kepada anak panti asuhan ini bertujuan agar anak mampu memahami keberagaman budaya dalam penghuni panti yang selanjutnya mereka dapat memahami keberagaman di dalam lingkungan yang lebih besar dan juga di lingkungan atau daerah lain yang memiliki keragaman budaya. Anak-anak yang dibesarkan di panti asuhan memiliki keterbatasan dalam hal akses pendidikan formal, apalagi dalam bidang yang melibatkan pelestarian budaya lokal. Peran keluarga sebagai institusi pertama dalam pengajaran nilai-nilai budaya pun digantikan oleh pengurus panti, yang tidak selalu memiliki kesempatan atau waktu untuk menekankan pentingnya hal tersebut. Seiring dengan perkembangan globalisasi, nilai-nilai nasionalisme dan kebudayaan lokal semakin terancam pudar, sehingga perlu ada upaya konkrit untuk memperkenalkan budaya Indonesia kepada generasi penerus bangsa.
Clifford Geertz (1973) menyatakan dalam teori kebudayaannya menyatakan bahwa budaya adalah sistem makna yang harus diwariskan melalui interaksi sosial yang intensif. Dengan demikian, pendidikan kebudayaan menjadi kunci untuk mempertahankan tradisi dan mengintegrasikannya dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat dilengkapi dengan teori John Dewey (1894) yang mengatakan bahwa proses pembelajaran perlu melibatkan proses pembelajaran langsung. Dewey percaya bahwa manusia belajar melalui pengalaman langsung dan pemecahan langsung. Partisipasi langsung menurut Dewey, menganjurkan pendidik untuk membuat kurikulum yang membangun minat dan pengalaman anak anak terhadap kebudayaan di Indonesia. Maka dari itu, diperlukan partisipasi aktif dari anak-anak panti asuhan seperti mencoba dan belajar langsung permainan, alat musik, dan makanan tradisional agar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang kearifan lokal.
Pemuda-pemudi Indonesia, terlebih mahasiswa, diharapkan dapat melakukan pengajaran dan pembelajaran kepada anak-anak panti asuhan. Mahasiswa memaparkan materi secara sederhana dan interaktif tentang kearifan lokal yang mencakup cerita rakyat, seni tradisional, kebudayaan di tiap daerah, dan lain sebagainya. Selain itu, mahasiswa dapat mengadakan sesi diskusi bersama anak-anak panti asuhan untuk mengetahui apa yang mereka ketahui sebelumnya tentang kearifan lokal. Lalu, mahasiswa dapat melakukan kegiatan berkaitan dengan kearifan lokal bersama dengan anak panti asuhan, seperti membuat kerajinan tangan atau mencoba makanan tradisional sebagai bentuk pengalaman langsung keterlibatan anak-anak dalam mengenal kearifan lokal. Mahasiswa juga dapat mengenalkan budaya melalui kegiatan kesenian seperti mengajarkan tarian, musik, dan seni lukis yang mencerminkan budaya lokal.
Jika dibutuhkan, mahasiswa dapat melakukan program berkelanjutan yang melibatkan mentoring dan pembinaan agar anak-anak terus terlibat dalam pelestarian kearifan lokal serta memberikan bimbingan dan dukungan untuk meningkatkan semangat dan kepercayaan diri anak-anak panti asuhan dalam mengenal kearifan lokal. Dalam melaksanakan hal tersebut, mahasiswa dapat menggaet tokoh masyarakat setempat untuk berkolaborasi. Hal ini dapat meningkatkan perspektif dan pengalaman anak-anak panti asuhan dalam mengenal kearifan lokal.
Penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh oleh Elizabeth et al., (2024) di salah satu panti asuhan di Jember, Jawa Timur, dengan mengobservasi anak-anak panti asuhan yang diwakilkan oleh pengasuh terkait permasalahan tentang kearifan lokal di lingkungan sekitar panti asuhan. Hasil observasi menyatakan bahwa kurangnya pengenalan dan pemahaman yang mempengaruhi minat sasaran pada seni dan budaya tradisional karena dianggap kuno. Peneliti menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan karena dampak negatif dari globalisasi dan teknologi yang telah mempengaruhi semua aspek kehidupan dan pelan-pelan menggeser identitas budaya lokal khususnya di kalangan generasi muda. Namun, setelah program pengenalan budaya di jalankan, anak-anak panti asuhan yang berada di Jember dapat dengan baik dan benar menjawab pertanyaan yang diberikan usai kegiatan berlangsung. Bahkan, beberapa diantaranya dapat menjawab semua soal dengan benar. Maka dari itu, Elizabeth et al., (2024) menyimpulkan bahwa peserta mulai mengenal, memahami, dan mencintai budaya lokal.
Dari studi penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat panti asuhan yang dimana anak-anaknya belum sepenuhnya melek akan kebudayaan lokal maupun Indonesia secara keseluruhan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kurangnya pemahaman dan pengenalan akan kearifan lokal oleh masyarakat sekitar serta dampak dari globalisasi dan teknologi yang membuat anak-anak lebih meminati budaya luar. Kearifan lokal perlu ditekankan dan diajarkan kepada generasi muda mengingat kebudayaan adalah sebuah identitas nasional, jati diri, dan warisan yang harus dijaga turun-temurun. Penelitian-penelitian sebelumnya pun telah melakukan berbagai macam program sebagai upaya untuk mengajarkan kearifan lokal di panti asuhan agar tidak hilang di kehidupan generasi muda di kalangan anak-anak panti asuhan. Upaya-upaya yang dilakukan pun memberi hasil positif yang nyata sehingga dapat menjadi motivasi bagi generasi muda Indonesia terlebih mahasiswa untuk dapat melanjutkan upaya tersebut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.