Generasi Z dan Milenial, Waspadai Doom Spending
Kolom | 2025-01-06 16:19:36Sebagai penyandang julukan digital native, generasi Z dan milenial sangat akrab dengan dunia daring. Kehidupan generasi ini tidak pernah terlepas dari internet. Pertemanan, pekerjaan, pendidikan—segala urusan dipenuhi secara virtual—menjadikan generasi ini ketergantungan dengan teknologi. Hal ini menimbulkan kebiasaan untuk mencari semua solusi permasalahan secara instan.
Baru-baru ini, generasi Z dan milenial dicap akan menjadi lebih miskin dibandingkan generasi sebelumnya, lantaran tren mereka berlomba-lomba memamerkan kebolehan mereka dalam menghabiskan uang sebanyak mungkin untuk membeli barang yang tidak diperlukan.Psychology Today menyebut fenomena ini sebagai doom spending. Istilah ini merujuk pada pembelian impulsif atau tanpa perencanaan yang dilakukan sebagai pelarian dari rasa stres, cemas, atau putus asa.
Beban Mental dan Keuangan Bertambah
Usai dilanda pandemi COVID-19, keadaan ekonomi dunia menjadi tidak stabil. Inflasi terus naik, lapangan pekerjaan tidak pasti. Generasi Z yang mulai memasuki dunia bertepatan dengan pandemi serta milenial merasa tertekan melihat situasi negatif dunia saat itu. Ditambah dengan kenyataan bahwa semua harga naik tetapi gaji stagnan. Daripada mengkhawatirkan masa depan yang belum jelas, lebih baik menikmati masa sekarang dengan menghabiskan uang secara impulsif. Dilansir dari Psychology Today, Survei Qualtrics dan Intuit Credit Karma menyatakan jika 43% generasi milenial dan 35% generasi Z habiskan uang untuk membuat diri mereka merasa lebih baik.
Faktor doom spending lain yaitu kemudahan untuk berbelanja online di zaman ini yang didukung dengan kemudahan paylater, pinjaman online, dan kartu kredit. Masifnya promosi di berbagai platform digital, diperparah dengan peran influencer, dan adanya keinginan untuk memenuhi ekspetasi sosial yang tinggi turut menjadi faktor fenomena ini.
Doom spending memang memberikan kepuasan secara instan sebagai bentuk respons terhadap rasa stres atau cemas. Namun, alih-alih merasa lega, justru rasa stres dan cemas semakin bertambah dikarenakan penyesalan akan membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan. Kondisi keuangan pun turut menjadi buruk akibat tren ini.
Beralih ke Kebiasaan yang Lebih Baik
Atur Keuangan dengan Bijak
Doom spending memberikan kepuasan emosional dalam jangka pendek, namun menyebabkan masalah keuangan dalam jangka panjang. Masalah tersebut contohnya tidak memiliki dana darurat, kesulitan menabung, terlilit utang, hingga terjatuh ke dalam kemiskinan. Fenomena ini juga menghambat generasi muda memiliki perencanaan keuangan jangka panjang, seperti persiapan dana pensiun dan menabung untuk membeli rumah.
Solusinya, mulai bangun kebiasaan finansial yang baik seperti menabung secara rutin, membuat budgeting, kelola utang, sampai berinvestasi. Dengan perencanaan keuangan yang baik dapat mencegah dari godaan pinjaman online, mencapai kesuksesan finansial, dan dapat meningkatkan kualitas hidup.
Membatasi Diri Kontak dengan Media Sosial
Media sosial dipenuhi konten, berita, dan iklan. Membatasi diri dari kontak media sosial dapat membantu mengurangi rasa cemas stres karena tidak terpengaruh influencer ataupun berita negatif. Cobalah melakukan hal-hal positif seperti mengembangkan hobi dan skill, mengikuti kegiatan sukarelawan, berolah raga, dan menghabiskan waktu dengan keluarga atau teman dekat.
Sebagai generasi Z, mari bersama lakukan kebiasaan positif dan hindari perilaku pengeluaran impulsif. Kelola emosi dan uang agar kehidupan di masa depan sejahtera. Seperti kata pepatah, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.