Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ingrid puja riftanaya

Waterbirth: Tren Persalinan Artis, Tapi Amankah untuk Ibu di Indonesia?

Info Terkini | 2025-01-03 18:28:30
Nikita Willy melakukan persalinan water birth di Amerika Serikat. (Sumber: Instagram/@nikitawillyofficial94)

Belakangan, metode waterbirth atau kelahiran dalam air semakin populer di kalangan selebritas Indonesia, salah satunya adalah Nikita Willy, yang memilih metode ini untuk melahirkan anak keduanya. Waterbirth diklaim memberikan pengalaman lebih alami dan mengurangi rasa sakit selama persalinan. Namun, apakah metode ini benar-benar aman untuk ibu hamil di Indonesia?

Apa Itu Waterbirth?

Waterbirth adalah metode persalinan di dalam kolam air hangat, yang dipercaya dapat meredakan rasa sakit dan membuat proses kelahiran lebih nyaman. Banyak ibu hamil yang tertarik mencoba, terinspirasi oleh para artis yang telah melakukannya. Namun, sebelum memutuskan, ada baiknya kita memahami risiko yang terlibat, terutama di Indonesia.

Kenapa POGI Tidak Menganjurkan Waterbirth?

Menurut Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), waterbirth tidak dianjurkan di Indonesia, dan bahkan POGI menyatakan metode ini tidak disarankan untuk dilakukan di banyak fasilitas kesehatan di tanah air. Berikut adalah beberapa alasan utama yang menjadi pertimbangan:

 

  1. Resiko Infeksi: Kolam air yang tidak terjaga kebersihannya dapat menjadi sarang bakteri, yang bisa membahayakan ibu dan bayi. "Air yang tidak steril dapat menyebabkan infeksi pada ibu atau bayi," kata dr. Agus Purwanto, spesialis kandungan. Infeksi ini berisiko menyebabkan komplikasi serius.
  2. Komplikasi Pernapasan pada Bayi: Proses transisi bayi dari rahim ke udara bebas bisa lebih sulit jika kelahiran dilakukan di dalam air. Bayi bisa mengalami kesulitan bernapas, yang berisiko menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen). Prof. Dr. Soedjatmiko, ahli kesehatan anak, menambahkan bahwa "bayi yang lahir dalam air perlu pengawasan ekstra agar tidak mengalami kesulitan pernapasan."
  3. Risiko Pendarahan pada Ibu: Waterbirth dapat meningkatkan risiko pendarahan pasca-persalinan, karena pengawasan terhadap ibu sulit dilakukan dengan efektif saat berada di dalam air. "Komplikasi seperti pendarahan lebih sulit ditangani jika ibu melahirkan di dalam air," jelas dr. Yudi Syafruddin, dokter spesialis kebidanan.
  4. Keterbatasan Fasilitas Medis: Tidak semua rumah sakit atau klinik di Indonesia memiliki fasilitas dan tenaga medis terlatih untuk menangani waterbirth dengan aman. Hal ini menjadikan metode ini kurang dapat diakses dengan standar yang memadai di banyak daerah.

Kesimpulan: Kenyamanan vs. Keamanan

Waterbirth memang memberikan rasa nyaman dan dapat mengurangi rasa sakit selama persalinan, yang menjadi alasan mengapa banyak ibu hamil tertarik mencobanya, terinspirasi oleh popularitasnya di kalangan selebritas. Namun, popularitas tidak selalu berarti bahwa metode ini aman untuk semua orang. Risiko infeksi, komplikasi pernapasan, dan pendarahan adalah faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, meskipun waterbirth bisa memberikan pengalaman kelahiran yang lebih nyaman, keamanan ibu dan bayi harus tetap menjadi prioritas utama.

Sebelum memilih metode ini, pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter dan memilih rumah sakit yang memiliki fasilitas lengkap serta tenaga medis yang berpengalaman untuk menangani waterbirth.

Penulis: Ingrid Puja Riftanaya (Mahasiswa Program Studi S1 Kebidanan Universitas Airlangga)

Daftar Pustaka:

Haibunda. (2018). 5 Alasan Persalinan Waterbirth Tidak Dianjurkan di Indonesia. Diakses dari: https://www.haibunda.com/kehamilan/20181002094803-49-25671/5-alasan-persalinan-water-birth-tidak-dianjurkan-di-indonesia/6

Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). (2021). Posisi POGI tentang Waterbirth di Indonesia. Diakses dari: https://www.pogi.or.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image