Apa yang Bisa Diperoleh dari Giat Ber-Media Sosial?
Gaya Hidup | 2025-01-03 15:53:02Laporan di media sosial tak terhitung banyaknya. Beragam cerita dengan berbagai rasa dari seantero isi dunia tersaji dengan begitu murahnya. Setiap kalangan bisa melihat, ada yang bikin ikut nelangsa, ada yang juga buat geleng-geleng kepala. Mengapa kita suka mengetikkan apa saja di media sosial? Apakah sebegitu menyenangkannya berbagi apa saja dengan mereka yang bahkan tak kita kenal dan kemungkinan takkan pernah kita temua di dunia nyata?
Berangkat dari asal muasal kemunculan media sosial di jagat maya. Sebuah sistem bulletin board (BBS) hadir pada tahun 1970-an yang memungkinkan para penggunanya untuk saling berinteraksi dengan menggunakan pesan teks. Barulah pada tahun 1997, Six Degrees, sebuah situs yang memperkenalkan metode baru dengan konsep pertemanan online mulai menggeliat.
Beberapa dari kita bisa jadi pernah mencicip berinteraksi dengan teman-teman dunia maya melalui Friendster. Sistem pertemanan online yang ditawarkan sudah lebih terstruktur dibandingkan konsep sebelumnya. Pada tahun 2004, berdiri sebuah situs jaringan sosial yang masih dikenal sampai saat ini, yaitu Facebook. Dua tahun berselang, pada tahun 2006 tepatnya, konsep mikroblogging diperkenalkan oleh Twitter. Kemudian diikuti dengan kehadiran YouTube, situs berbagi video yang pun sampai hari ini masih menjadi kiblat mencari dan berbagi informasi.
Tidak bisa dipungkiri, menjamurnya smartphone menjadi salah satu faktor pemicu tumbuh berkembangnya akses terhadap media sosial. Peluncuran Instagram pada tahun 2010 turut memeriahkan hiruk-pikuk euforia mereka yang mulai menggandrungi berinteraksi online dan dengan konten online. Munculnya TikTok beberapa tahun belakangan yang menyasar generasi muda yang haus akan aktualisasi diri.
Batasan bermedia sosial bisa jadi menjadi satu hal penting yang tertinggalkan. Batasan umur untuk mengakses konten-konten tertentu bisa disiasati dengan menyampaikan data pribadi dengan tidak jujur. Siapa yang akan memverifikasi? Siapa yang bisa begitu peduli. Sekali lagi kita kembalikan kepada kontrol diri dan lingkungan terdekat, terutama keluarga, terkhusus bagi anak-anak yang masih di bawah umur. Peran dan tanggung jawab orang tua dibutuhkan.
Tidak bisa dipungkiri, media sosial merupakan bagian yang sulit dipisahkan dari keseharian kita saat ini. Beragam kemudahan, sepanjang memiliki gadget yang memadai dan akses internet yang mendukung telah membuat bermedia sosial menjadi budaya yang menempel kian erat. Berdasarkan data penggunaan media sosial tahun 2024 menurut databoks.katadata.co.id, pengguna aktif media sosial mencapai 167 juta pengguna atau setara dengan 64,3% dari populasi penduduk Indonesia. Angka yang lumayan fantastis untuk sebuah keterikatan terhadap gadget terlebih media sosial. Tidak heran mengakses internet setiap hari sudah menjadi gaya hidup. Hal pertama yang ingin dilihat ketika membuka mata di pagi hari adalah apakah ada yang menghubungi atau berapa banyak yang menyukai postingan yang kita buat sebelumnya. Gedget pun yang kemudian menjadi hal terakhir yang kita sentuh sebelum mata kita tertutup di akhir hari. Begitu terus berulang setiap harinya.
Media sosial menjadi tempat berbagi cerita, berkeluh-kesah, bahkan menggombal. Beragam tangkapan kamera disajikan guna menjadi konsumsi publik. Mengapa kita melakukannya? Karena rasa haus akan kepedulian bisa jadi. Atau rasa ingin dianggap sukses. Bisa pula disebabkan ketidakberanian mengutarakan maksud secara langsung, sehingga menggunakan media ‘update status’ sebagai penyambung lidah berharap apa yang ingin disampaikan bisa terbaca seseorang yang kita harapkan. Entahlah . Yang jelas, semua itu menyenangkan, itu yang membuat budaya ini kian menjadi alih-alih berkurang. Berkembang, alih-alih tergerus zaman.
Bijak dalam bermedia sosial dibutuhkan. Menjadikan media jejaring yang sudah tersedia dan bisa diakses dari mana dan kapan saja ini bisa dimanfaatkan dengan seksama dan bertanggung jawab. Dibalik beragam kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan dari rasa kecanduan, tentunya ada hal positif yang bisa diambil. Media sosial bisa menjadi sarana silaturahmi dengan teman-teman atau bahkan keluarga yang terpisah jarak. Informasi bisa dibagikan dengan cepat bahkan tanpa kita bertanya. Solusi bisa jadi juga ditemukan dari orang-orang yang tak sengaja melihat status yang kita pasang. Entahlah, semoga kita bisa tetap istiqomah, meluruskan niat supaya tidak jatuh terjerembab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.