Di balik Layar Ahli Gizi: Perlindungan Hukum dan Pengakuan Peran sebagai Tenaga Kesehatan
Edukasi | 2025-01-03 08:15:35Ahli gizi memainkan peran penting dalam mendukung kesehatan masyarakat melalui perencanaan, penerapan, dan evaluasi program gizi yang bertujuan untuk mencegah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan. Sebagai bagian dari tenaga kesehatan, perlindungan hukum bagi ahli gizi sangatlah penting untuk memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugasnya secara profesional tanpa rasa takut akan risiko hukum yang tidak adil.
Posisi Ahli Gizi Sebagai Tenaga Kesehatan
Di Indonesia, ahli gizi telah diakui sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dalam Pasal 11 ayat (1), ahli gizi disebut sebagai salah satu profesi yang bertanggung jawab memberikan pelayanan kesehatan berbasis ilmu gizi. Pengakuan ini mengukuhkan status ahli gizi sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional.
Namun, meskipun pengakuan tersebut sudah ada, tantangan yang dihadapi ahli gizi dalam praktiknya masih cukup banyak. Salah satu tantangan utama adalah rendahnya pemahaman masyarakat, bahkan di kalangan tenaga kesehatan lain, tentang pentingnya peran ahli gizi. Selain itu, beberapa ahli gizi masih menghadapi risiko hukum, terutama jika terjadi miskomunikasi atau kesalahpahaman mengenai tanggung jawab mereka dalam memberikan layanan gizi.
Studi Kasus: Perbedaan di Indonesia dan Jerman
Di Indonesia, profesi ahli gizi menghadapi tantangan besar dalam pengakuan dan perlindungan hukum. Meski tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2013, regulasi yang ada sering kali tumpang tindih dan tidak memberikan kepastian hukum. Hal ini menyebabkan keterbatasan dalam hak dan kewajiban ahli gizi, ditambah standar keahlian yang tidak seragam. Masyarakat pun belum sepenuhnya memahami pentingnya peran ahli gizi, sehingga posisi mereka sebagai tenaga kesehatan sering kali diabaikan.
Berbeda dengan Jerman, profesi ahli gizi diatur secara terstruktur melalui Dietitian Law. Regulasi ini mencakup lisensi, sertifikasi, dan pengawasan profesi yang ketat, memastikan standar tinggi dalam layanan kesehatan. Ahli gizi di Jerman dikenal luas oleh masyarakat, dihormati sebagai tenaga kesehatan yang memiliki kewenangan jelas, dan didukung dengan peluang pengembangan kompetensi melalui pelatihan wajib.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa kerangka hukum yang jelas, pengakuan masyarakat, dan kolaborasi antarprofesi berperan penting dalam mendukung profesi ahli gizi. Untuk memperbaiki kondisi di Indonesia, perlu dilakukan revisi regulasi, peningkatan kesadaran masyarakat, dan penguatan kolaborasi antarprofesi. Dengan langkah ini, profesi ahli gizi dapat lebih diakui dan berkontribusi dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Perlindungan Hukum bagi Ahli Gizi
Perlindungan hukum bagi ahli gizi sendiri diatur dalam beberapa regulasi, termasuk Undang-Undang Tenaga Kesehatan dan peraturan terkait profesi gizi. Perlindungan ini mencakup:
1. Standar Kompetensi : Standar kompetensi ahli gizi ditetapkan oleh organisasi profesi seperti Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Standar ini menjadi acuan bagi ahli gizi dalam melaksanakan tugas mereka. Dengan mematuhi standar ini, ahli gizi dapat menghindari potensi masalah hukum karena menjalankan tugas sesuai dengan kaidah profesional.
2. Izin Praktik : Ahli gizi diwajibkan memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) untuk dapat menjalankan praktik. Kepemilikan dokumen ini memberikan legitimasi hukum bagi ahli gizi dan melindungi mereka dari praktik ilegal.
3. Asuransi Perlindungan : Beberapa ahli gizi yang bekerja di fasilitas kesehatan mendapatkan perlindungan tambahan berupa asuransi yang mencakup risiko hukum akibat kelalaian atau kesalahan profesional.
Tantangan dan Solusi
Meskipun perlindungan hukum sudah tersedia, implementasinya masih menghadapi sejumlah hambatan. Tantangan utama adalah kurangnya sosialisasi tentang hak dan kewajiban ahli gizi, baik kepada masyarakat maupun ahli gizi itu sendiri. Banyak ahli gizi yang kurang memahami regulasi yang melindungi mereka, sehingga mereka rentan terhadap tindakan hukum yang tidak adil.
Untuk mengatasi hal ini, langkah-langkah berikut perlu dilakukan:
1. Peningkatan Edukasi dan Pelatihan : Pemerintah dan organisasi profesi perlu meningkatkan program edukasi dan pelatihan tentang regulasi hukum kepada ahli gizi. Dengan pemahaman yang lebih baik, ahli gizi dapat bekerja lebih percaya diri dan profesional.
2. Peningkatan Advokasi Peran Ahli Gizi : Organisasi profesi seperti PERSAGI perlu terus melakukan advokasi untuk meningkatkan pengakuan terhadap peran ahli gizi. Hal ini bisa dilakukan melalui kampanye publik, penyuluhan, dan kolaborasi dengan sektor kesehatan lainnya.
3. Perbaikan Regulasi dan Pengawasan : Regulasi yang mengatur profesi ahli gizi perlu diperbarui secara berkala untuk menyesuaikan dengan dinamika kebutuhan masyarakat. Pengawasan terhadap implementasi regulasi juga perlu diperkuat untuk memastikan perlindungan hukum berjalan efektif.
Pengakuan Peran Ahli Gizi
Pengakuan terhadap peran ahli gizi semakin meningkat seiring dengan kesadaran akan pentingnya gizi dalam menjaga kesehatan masyarakat. Dalam konteks global, ahli gizi diakui oleh World Health Organization (WHO) sebagai tenaga kesehatan yang memainkan peran kunci dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs), terutama tujuan yang berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan.
Di Indonesia, program pemerintah seperti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) dan intervensi spesifik terhadap stunting menunjukkan bahwa ahli gizi memiliki kontribusi yang signifikan. Namun, untuk memperkuat pengakuan ini, perlu adanya sinergi antara ahli gizi, pemerintah, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pelayanan gizi yang optimal.
Kesimpulan
Ahli gizi adalah tenaga kesehatan yang memiliki peran penting dalam menjaga kesehatan masyarakat melalui pendekatan berbasis ilmu gizi. Perlindungan hukum terhadap mereka telah diatur dalam berbagai regulasi, tetapi masih diperlukan upaya lebih untuk meningkatkan pemahaman, pengakuan, dan penghormatan terhadap profesi ini. Dengan penguatan regulasi, edukasi, dan advokasi, ahli gizi dapat lebih efektif menjalankan tugasnya, memberikan dampak positif bagi masyarakat, serta mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.