Dinamika Inflasi dan Deflasi Indonesia
Info Terkini | 2025-01-02 16:39:18Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan gambaran dari kesehatan ekonomi yang menjadi tolak ukur utama bagi kesejahteraan masyarakatnya. Di Indonesia, laju pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari fenomena inflasi dan deflasi, dua sisi yang memiliki dampak signifikan terhadap berbagai sektor, baik konsumsi, investasi, hingga daya beli masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, dinamika inflasi cenderung meningkat, ditandai dengan kenaikan harga barang dan jasa yang diikuti oleh kebijakan pemerintah seperti penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Di sisi lain, ancaman deflasi, meskipun jarang terjadi, tetap menjadi perhatian karena dapat mengindikasikan melemahnya aktivitas ekonomi.
Inflasi, dalam batas tertentu, dianggap sebagai indikator ekonomi yang sehat. Ketika inflasi berada pada tingkat moderat, yakni sekitar 2-3% per tahun, ini mencerminkan adanya peningkatan permintaan yang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, inflasi yang terlalu tinggi, seperti yang terjadi pada beberapa periode di Indonesia, dapat menyebabkan lonjakan harga yang membebani masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah. Dalam konteks ini, kebijakan PPN 12% yang diterapkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu menjadi sorotan. Peningkatan tarif PPN menjadi 12% dirancang untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi di sisi lain, kebijakan ini menambah beban pada konsumen dan pelaku usaha, terutama di tengah harga barang yang sudah meningkat akibat inflasi.
Di sisi lain, ancaman deflasi meskipun jarang terjadi di Indonesia, tetap perlu diantisipasi. Deflasi yang ditandai dengan turunnya harga barang secara terus-menerus sering kali menjadi indikasi adanya perlambatan ekonomi. Turunnya harga barang bisa terlihat menguntungkan bagi konsumen, tetapi pada kenyataannya, deflasi dapat memicu masalah serius seperti penurunan pendapatan pelaku usaha, berkurangnya investasi, hingga penundaan konsumsi karena konsumen cenderung menunggu harga semakin rendah. Fenomena ini sangat berdampak pada sektor UMKM.
Ketika inflasi tinggi, UMKM kesulitan menyesuaikan harga jual dengan harga bahan baku yang meningkat. Sebaliknya, ketika deflasi terjadi, pendapatan UMKM menurun karena daya beli masyarakat melemah. Hal ini menunjukkan bahwa keseimbangan antara inflasi dan deflasi sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Kebijakan fiskal dan moneter menjadi alat utama pemerintah dalam mengendalikan inflasi dan deflasi. Penerapan PPN 12%, misalnya, merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara untuk membiayai pembangunan. Namun, di sisi lain, Bank Indonesia menggunakan kebijakan moneter seperti pengaturan suku bunga untuk menjaga stabilitas harga. Upaya ini memerlukan sinergi yang kuat agar tidak kontraproduktif.
Dalam beberapa bulan terakhir, Bank Indonesia melaporkan bahwa inflasi di Indonesia berada dalam batas yang terkendali, meskipun ada tekanan dari kenaikan harga pangandan energi global. Pemerintah juga memberikan subsidi untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok. Namun, tantangan kedepan tetap besar, terutama dengan adanya potensi fluktuasi harga di pasar internasional dan dampak dari perubahan kebijakan PPN .
Sehingga inflasi dan deflasi adalah fenomena ekonomi yang tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dengan kebijakan yang tepat. Di Indonesia, inflasi yang moderat dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, sementara deflasi perlu diwaspadai karena dapat mengindikasikan melemahnya aktivitas ekonomi. Kebijakan PPN 12% yang diterapkan pemerintah menjadi langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi harus diimbangi dengan upaya menjaga daya beli masyarakat dan mendukung sektor usaha, terutama UMKM.
Sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia. Pemerintah perlu memonitor perkembangan inflasi dan deflasi, serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil mampu menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat sehingga Indonesia dapat menghadapi tantangan ekonomi global dengan lebih baik dan menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.