Hubungan antara Krisis Identitas dan Pendidikan Karakter dalam Fenomena Tawuran Pelajar
Humaniora | 2024-12-26 23:16:18Media Indonesia seringkali digemparkan dengan fenomena kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok remaja antarsekolah, yakni tawuran. Tawuran antarpelajar merupakan suatu kegiatan berupa perselisihan fisik yang dilakukan pelajar dari sekolah yang berbeda dan dapat menimbulkan kerugian. Kerugian tersebut tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, tetapi lingkungan di sekitarnya juga ikut terdampak.
Berbagai kerugian yang ditimbulkan dari kejadian tersebut, seperti kerusakan bangunan, kendaraan, penjarahan barang, hingga menimbulkan korban jiwa. Lebih parahnya lagi, biasanya korban tersebut tidak hanya berasal dari pelajar yang terlibat tawuran, tetapi juga masyarakat sipil terkena imbasnya. Tentunya, peristiwa tersebut sangat disayangkan dan kita berharap agar tidak terulang kembali. Pelajar yang seharusnya fokus dalam belajar dan mengenyam pendidikan di sekolah, tetapi pada kenyataannya masih banyak ditemukan kasus-kasus serupa.
Jika ditelisik kembali, ada berbagai faktor yang melatarbelakangi aksi tawuran terjadi, diantaranya bermula dari ketidakstabilan emosi, dendam pribadi, hingga krisis identitas. Krisis identitas adalah fase ketika seorang individu mengalami kebingungan tentang bagaimana mereka ingin dipandang di lingkungan sosial.
Kondisi ini sering dialami oleh remaja, khususnya ketika mereka memasuki masa pubertas. Remaja seringkali melakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian khalayak ramai untuk memperoleh validasi atau pengakuan dari masyarakat maupun teman sebayanya.
Umumnya, fase pencarian jati diri mampu membawa pengaruh negatif bagi mereka di kemudian hari. Hal tersebut dapat terjadi lantaran mereka masih belum dapat mengambil keputusan yang bijak dan menyaring pergaulannya dengan baik. Remaja yang tidak memperoleh bimbingan secara tepat akan mudah terbawa arus dan kesulitan dalam mengontrol emosinya. Anak akan mudah mengalami depresi dan mencari pelampiasan dengan melakukan kenakalan.
Lingkungan sekitar, seperti keluarga, teman, dan masyarakat memegang peranan penting dalam memengaruhi seorang remaja ketika mulai membangun identitasnya. Kolaborasi dukungan dari pihak guru, orang tua, dan lingkungan masyarakat sangat diperlukan untuk membangun karakter anak sejak dini. Keluarga sebagai lingkup pendidikan terkecil sekaligus garda pertama dalam mendidik seorang anak memegang tanggung jawab yang besar.
Sebagai unit sosial pertama yang dihadapi anak, keluarga merupakan tempat nilai-nilai dasar, sikap, dan perilaku pertama kali diperkenalkan dan dibentuk. Orang tua yang mampu membiasakan anaknya untuk melakukan tindakan baik dapat membantu menumbuhkan rasa empati dan moral yang kuat. Dengan mengajarkan nilai-nilai empati, tanggung jawab, dan kejujuran, anak akan lebih mudah memahami diri mereka dalam lingkungan sosial.
Pemenuhan aspek kasih saying dan dukungan moral juga penting agar anak merasa diapresiasi atas pencapaian yang telah ia lakukan. Orang tua patut meluangkan waktunya untuk menghabiskan waktu bersama dengan anak. Anak yang kurang mendapat kepedulian dari orang tua akan kesulitan dalam melakukan eksplorasi sehingga ia merasa kurang mengenal kemampuan dirinya. Oleh karena itu, orang tua harus meningkatkan kewaspadaannya terkait tantangan tersebut.
Krisis identitas di kalangan remaja adalah tantangan serius yang memerlukan perhatian dari berbagai pihak, tidak hanya keluarga, tetapi juga institusi pendidikan. Pendidikan karakter yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan Kewarganegaraan dapat menjadi solusi efektif untuk membantu remaja menemukan jati diri mereka.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.