IKN: Ancaman atau Peluang bagi Identitas Lokal?
Kebijakan | 2024-12-26 13:35:40IKN, atau Ibu Kota Nusantara, sudah familiar bagi kita. Kota ini terletak di Kalimantan Timur dan didirikan untuk mengambil alih peran ibu kota nasional dari Jakarta. Pemindahan Ibukota ini diharapkan akan menghasilkan pemerataan pembangunan di luar Pulau Jawa. Namun, dalam proses perkembangannya, muncul isu-isu sosial dan etika yang menarik perhatian hingga menimbulkan asumsi dari masyarakat khususnya netizen. Pembangunan wilayah menjadi ibu kota yang seharusnya diutamakan untuk kesejahteraan rakyat malah justru membuat rakyat terpaksa meninggalkan wilayahnya. Hal Inilah yang terjadi di Ibu kota Nusantara atau sering disebut sebagai IKN, dimana warga adat Pemaluan telah lama tinggal di Kawasan IKN sebelum rencana pemindahan ibu kota, dan IKN memberitahu mereka untuk pindah. Warga diberi waktu tujuh hari oleh Kepala Otoritas IKN untuk meninggalkan IKN.
Meskipun pihak otorita IKN sendiri mengatakan bahwa mereka tidak akan menggusur semena-mena dan komunikasi tetap berjalan, hal ini tetap menimbulkan kontroversi dari banyak pihak terutama masyarakat netizen. Bahkan bersumber dari tempo.co, Badan Otorita IKN memaksa warga adat Pemaluan merobohkan rumah karena dianggap melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), padahal mereka belum pernah mendapatkan sosialisasi. Pengurus Jatam Kalimantan Timur Maretasari menyatakan, "Mereka belum pernah sekalipun diundang dan diajak bicara secara layak tentang Rencana Tata Ruang Wilayah IKN."
Surat teguran itu adalah satu-satunya dan pertama yang pernah mereka terima selama ini. Sebelum munculnya rencana pemindahan ibu kota, penduduk asli telah tinggal di Kawasan IKN untuk waktu yang lama. Jauh sebelum Indonesia menjadi negara merdeka, nenek moyang mereka tinggal di sana. Makam orang tua dan leluhur mereka pun masih ada di sana. Lantas apakah penggusuran warga adat local merupakan hal yang sudah benar? Bagaimana tindakan yang sebaiknya diambil oleh otoritas IKN?
Benturan terhadap identitas lokal terjadi saat otoritas IKN tiba-tiba merelokasi warga adat secara mendadak dalam batas waktu yang sangat singkat. Tentunya banyak warga yang menolak hal ini karena mereka dipaksa meninggalkan tanah tempat mereka melestarikan nilai-nilai, budaya serta peninggalan leluhur mereka. Otoritas IKN seharusnya bisa lebih menghargai warga setempat yang merupakan penduduk asli dan mengambil keputusan secara lebih bijak serta mempertimbangkan berbagai aspek.
Alangkah lebih baik jika diadakan forum terbuka bagi warga asli mengingat bangsa ini menjunjung tinggi demokrasi yang mana tentunya keputusan terkuat berada di tangan rakyat. Jika dalam pembangunan infrastruktur saja mereka tidak mempertimbangkan pendapat rakyat, maka perlu ditanyakan kembali nilai demokrasi bangsa ini. Hal-hal seperti ini yang perlu dikritisi karena menimbulkan banyak asumsi dari berbagai belahan masyarakat Indonesia. Banyak pertanyaan yang muncul, salah satunya, "apakah benar IKN ini dibangun demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat? apakah benar bertujuan untuk pemerataan pertumbuhan bagi masyarakat di luar Pulau Jawa? atau sebenarnya ada kepentingan suatu pihak tertentu yang lebih tinggi dari kepentingan rakyat?"
IKN semakin mengalami ancaman terhadap identitas dan hak lokal dengan adanya beberapa isu dan berita. Salah satunya yaitu berita mengenai Presiden Jokowi yang meminta tanah IKN untuk dijual ke investor dan mengajak warga Singapura untuk tinggal dan berinvestasi di IKN. Hal ini tentunya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi di satu sisi juga dapat menjadi ancaman bagi identitas lokal. Dengan membeli tanah, para Investor tentunya akan memiliki hak penuh untuk mengelola tanah tersebut sesuai kepentingan mereka. Hal ini dapat menjadi ancaman jika tanah tersebut memiliki nilai dan identitas lokal yg seharusnya dilestarikan, tetapi justru diperjualbelikan. Benturan akan terjadi jika tanah yang telah dimiliki investor tersebut dibangun untuk kepentingan yang berlawanan dan mengeruk identitas lokal. Akan lebih baik jika jual beli tanah IKN kepada investor ini dapat tetap menguntungkan investor sekaligus menjaga nilai & identitas lokal agar tidak semakin tergerus.
Salah satu pejabat di negeri ini turut memberikan argumen mengenai IKN yang menurutnya kurang prospektif. Membangun kota baru tidak akan meng130/303 pemerataan yang lebih baik; sebaliknya, itu akan menciptakan ketimpang perbedaan yang lebih besar dibandingkan dengan kota-kota di sekitarnya. Menurutnya, jika tujuannya adalah untuk memeratakan Indonesia, maka harus membangun kota kecil menjadi menengah, kota menengah menjadi besar di seluruh Indonesia, bukan hanya membangun satu kota di tengah-tengah hutan.
Hutan di kalimantan merupakan hutan terbesar ketiga di dunia. Fungsi yang dimiliki oleh hutan ini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga fungsi identitas dan spiritual yang dimiliki oleh warga adat setempat. Pemindahan ibu kota ini akan menyebabkan fungsi ini berkurang atau bahkan menghilang. Menurut Pradarma Rupang, dari Dinamika Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, 20.000 warga adat dan lokal digusur untuk mendapatkan 260.000 hektar wilayah IKN. Perilaku warga adat di Pulau Kalimantan dapat membantu menjaga kelestarian hutan. Jika warga adat digusur, eksistensi hutan akan terancam, dan identitas warga adat akan terlepas.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan rekomendasi Komisi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial dan Rekomendasi tentang Warga Adat menetapkan bahwa setiap pihak harus mengakui dan melindungi warga adat dengan semua hak tradisional mereka. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia juga menetapkan bahwa setiap perampasan hak dan wilayah masyarakat hukum adat harus disertai dengan ganti rugi yang layak, adil, dan tepat. Mengingat Indonesia merupakan salah satu negara penandatangan United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) atau Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, maka hak-hak masyarakat adat yang tertuang dalam deklarasi ini harus diakui, dihormati, dan dipatuhi oleh Indonesia secara moral.
Pemindahan Ibukota ini seharusnya membawa dampak positif bagi warga lokal agar mereka bisa merasakan Pembangunan dan kemajuan infrastruktur. Penggusuran warga lokal dari wilayah IKN ini justru memberikan kesan negatif dari Masyarakat. Pemindahan ibu kota ini seakan-akan dilakukan demi kepentingan yang dominan dari pihak tertentu, bukan kepentingan rakyat yang diutamakan. Seharusnya warga adat tidak perlu digusur sehingga mereka juga bisa merasakan pemerataan pembangunan ini, bukan hanya pihak tertentu saja yang berkepentingan. Perlindungan hak-hak lokal serta pelestarian nilai dan identitas lokal seharusnya dievaluasi kembali.
Pemindahan ibu kota negara harus memiliki konsep yang menyeluruh, yaitu dengan tidak mengabaikan aspek sosial dan budaya setempat. Program pemerintah dan kepentingan adat harus bisa menyatu agar mengurangi konflik yang mungkin timbul akibat ketidakseimbangan antara dua aspek tersebut. Baik pemerintah maupun warga adat, keduanya memiliki peran masing-masing dalam mewujudkan konsep yang menyeluruh tersebut. Dari pemerintah sendiri, seharusnya mengakui dan memfasilitasi lembaga adat sebagai bagian dari tatanan sosial yang masih terus berlanjut. Selain itu, kegiatan adat juga harus dipertahankan untuk menangkal dampak negatif dari adanya pendatang baru dan budaya luar yang masuk ke w" ibu kota baru ini.
Terakhir, peran pemerintah yang tidak kalah pentin memberikan wadah atau ruang bagi warga adat agar dapat menerapkan nil. budaya mereka serta mempertimbangkan pendapat dan perspektif warga adat dalam mengambil keputusan untuk ibu kota negara. Selain pemerintah, warga adat juga diharapkan memiliki ketahanan sosial yang baik agar mampu mempertahankan seluruh aspek budayanya di era globalisasi dan perubahan pembangunan ini. Dengan memiliki ketahanan sosial yang baik, warga adat akan mampu menghadapi konflik yang muncul dengan baik sehingga menciptakan solusi yang baik untuk kedua belah pihak.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.