Mengunjungi Lokasi Syuting Film Indonesia Sebagai Potensi Ekonomi Kreatif ala Korea Selatan
Wisata | 2024-12-19 21:28:40Korea Selatan telah menjadi negara yang berhasil dalam dunia industri perfilman. Drama Korea atau K-Drama menjadi awal mula masuknya Korean Wave ke Indonesia, tepatnya pada tahun 2002. Keberhasilan film-film seperti DOTS, Squid Game, All of Us Are Dead, dll telah menjadi inspirasi bagi berbagai negara, termasuk Indonesia dalam mengembangkan industri perfilman mereka ke dalam skala yang lebih besar.
Seringkali kita mendapati banyak masyarakat tertarik untuk mengunjungi lokasi suatu K-Drama yang menjadi kesukaannya. Seperti pulau Jeju yang semakin sering dikunjungi para pecinta K-Drama semenjak salah satu K-Drama berjudul “Welcome to Samdal-ri” diproduksi. Fenomena tersebut termasuk dalam salah satu alasan banyaknya wisatawan berkunjung ke Negeri Gingseng tersebut. Pada bulan September 2024, pendapatan pariwisata Korea Selatan mencapai 1.528 juta USD, meningkat dari 1.404,10 juta USD pada bulan Agustus 2024.
Dibalik kesuksesan industri perfilman Korea Selatan, sejak era 1990-an, perusahaan-perusahaan seperti Samsung, Daewoo, dan Hyundai telah menginvestasikan dana besar ke dalam industri perfilman Korea Selatan. Serta Korean Intellectual Property Office (KIPO) dan Korea Fund of Funds telah membentuk landasan yang kokoh bagi perkembangan dan perlindungan kekayaan intelektual di industri perfilman.
Industri perfilman merupakan salah satu subsektor ekonomi kreatif Indonesia yang memiliki potensi pertumbuhan pesat. “Ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor yang menjadi harapan baru bagi Indonesia dan sudah terbukti, ini sukses dilakukan oleh Korea,” kata Neil dalam pembukaan Korea Indonesia Film Festival 2023 di CGV Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2023) malam.
Performa bintang perfilman di Indonesia saat ini tidak kalah hebat jika dibandingkan dengan aktor-aktor dari Korea Selatan. Faktor dukungan baik pemerintah maupun masyarakat menjadi faktor utama dari berhasilnya industri ini. Dukungan pemerintah dapat menjadi kemudahan bagi para investor untuk melakukan perizinan untuk membantu dan membangun fasilitas produksi film. Selain itu kualitas serta bobot dari cerita menjadi penunjang ketertarikan masyarakat untuk mendukung karya-karya tersebut.
"Salah satu pekerjaan rumahnya adalah promosi dan marketing perfilman Indonesia. Aku melihat banyak sekali film-film Indonesia itu yang sebenarnya berpotensi banget, bagus banget. Tapi kenapa sih kita nggak bisa menyamai kayak Korea yang bisa disukai banyak orang,” ungkap Prilly di Jakarta, baru-baru ini.
Indonesia diharapkan dapat berkaca pada industri perfilman korea selatan melihat besarnya potensi indonesia dengan berbagai latar tempat yang memiliki keindahan yang berbeda beda. Film Laskar Pelangi selain menyediakan cerita yang menginspirasi. Latar lokasi syuting seperti SD Muhammadiyah Gantong, tempat syuting adegan anak-anak Laskar Pelangi belajar bersama Ibu Muslimah yang terletak di Bangka Belitung sangat indah untuk dikunjungi.
Dalam kancah internasional seperti pada film “King Kong” Indonesia menyumbang peran dalam beberapa lokasi syuting yakni pada daerah Pulau Mursala di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Selain itu seperti pada film “Bumi Manusia” dan film “Pengabdi Setan” juga telah memiliki beberapa tempat yang dapat kita kunjungi. Desa Wisata Gamplong, sebuah desa wisata yang merupakan bagian dari desa Sumberrahayu, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Studio yang dimiliki oleh sutradara Hanung Bramantyo menampilkan beberapa setting film yang menarik untuk dikunjungi.
Selain lebih dalam mengenal film yang kita tonton, kunjungan kita ke beberapa tempat tersebut dapat menunjang ekonomi daerah. Kita juga akan semakin sadar bahwa banyak lokasi syuting perfilman Indonesia yang terletak pada daerah-daerah indah di Indonesia. Hal tersebut juga bisa menjadi bentuk promosi kita terhadap keindahan alam Indonesia pada kancah Internasional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.