Korea Selatan di Bawah Bayang-Bayang Darurat Militer Apakah ini Krisis atau Kontrol?
Politik | 2024-12-06 21:23:08Pada 4 Desember 2024, Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, mengumumkan darurat militer sebagai langkah respons terhadap apa yang disebutnya sebagai ancaman dari “pasukan komunis pro Korea Utara” serta upaya oposisi yang dianggap berusaha menggulingkan demokrasi. Kebijakan ini memberikan kekuasaan besar kepada pemerintah, termasuk pembatasan kebebasan pers, larangan berkumpul, serta penghentian aktivitas politik seperti sidang Majelis Nasional. Dalam pidatonya, Yoon menuduh oposisi menghambat rencana anggaran pemerintah dan berupaya memakzulkan anggota kabinetnya. Keputusan tersebut memicu kontroversi besar, baik di dalam negeri maupun di komunitas internasional, karena langkah tersebut dianggap mengancam stabilitas demokrasi.
Apa itu Darurat Militer?
Darurat militer adalah keadaan luar biasa di mana pemerintah atau kepala negara memberikan otoritas penuh kepada militer untuk mengontrol dan mengelola berbagai aspek kehidupan sipil. Biasanya, langkah ini diambil dalam situasi krisis besar, seperti ancaman keamanan nasional, perang, pemberontakan, atau bencana besar, ketika otoritas sipil dianggap tidak mampu menangani situasi tersebut. Selama darurat militer, kebebasan sipil seperti kebebasan pers, berkumpul, dan hak-hak dasar lainnya seringkali dibatasi. Hukum militer dapat menggantikan hukum sipil, dan pengawasan ketat terhadap aktivitas masyarakat diberlakukan. Meskipun sering kali dimaksudkan sebagai tindakan sementara, darurat militer memiliki potensi untuk disalahgunakan, terutama jika digunakan sebagai alat politik untuk mempertahankan kekuasaan atau menekan oposisi. Oleh karena itu, ketika pengumumam ini disampaikan oleh Presiden, masyarakat menjadi panik dan bingung dalam menanggapi situasi ini.
Namun, hanya dalam beberapa jam setelah deklarasi itu diumumkan, Majelis Nasional bergerak cepat untuk mencabut darurat militer melalui pemungutan suara. Dengan hasil suara bulat, darurat militer resmi dicabut, dan Presiden Yoon akhirnya membatalkan kebijakan tersebut pada dini hari 5 Desember 2024 setelah rapat kabinet. Ini adalah kali pertama sejak 1980 seorang presiden Korea Selatan mengambil tindakan darurat militer, dan keputusan ini langsung menimbulkan kecaman luas, baik dari oposisi maupun masyarakat sipil.
Situasi ini menimbulkan dampak politik menjadi riuh. Oposisi segera menyerukan agar Presiden Yoon mengundurkan diri dan mengancam akan memulai proses pemakzulan jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Langkah ini mencerminkan ketegangan politik yang terus meningkat di Korea Selatan, yang selama ini dikenal sebagai salah satu demokrasi paling stabil di Asia. Kejadian ini juga memunculkan kembali bayangan kelam era otoritarianisme Korea Selatan, khususnya pada masa sebelum 1987 ketika negara tersebut beralih ke sistem demokrasi.
Sementara itu, meskipun darurat militer telah dicabut dan kehidupan publik kembali normal, banyak pihak yang mempertanyakan masa depan politik Presiden Yoon dan stabilitas demokrasi Korea Selatan secara keseluruhan. Aktivitas seperti konser musik dan acara budaya berjalan seperti biasa, tetapi ketegangan politik di tingkat nasional tetap menjadi sorotan utama. Langkah ini tidak hanya menimbulkan kekhawatiran domestik tetapi juga mempengaruhi citra internasional Korea Selatan sebagai negara demokrasi yang maju. Krisis ini menjadi pengingat penting tentang rapuhnya demokrasi, bahkan di negara yang dianggap mapan. Keputusan Presiden Yoon, meskipun hanya berlaku singkat, telah memicu diskusi luas mengenai keseimbangan antara keamanan nasional dan perlindungan hak-hak sipil. Langkah selanjutnya, termasuk kemungkinan pemakzulan Presiden, akan menentukan arah politik Korea Selatan ke depan. Situasi ini menjadi ujian besar tidak hanya bagi Presiden Yoon tetapi juga bagi demokrasi di negara tersebut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.