Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yann Pangestu

Dinamika Perkawinan Luar Negeri dan Perlindungan Hukum bagi WNI

Agama | 2024-12-18 12:25:15

Pernikahan adalah salah satu institusi sosial yang memiliki nilai penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagai ikatan yang tidak hanya berlandaskan cinta, tetapi juga memiliki implikasi hukum, setiap pernikahan harus memenuhi persyaratan legal yang berlaku. Dalam konteks warga negara Indonesia (WNI), pernikahan di luar negeri menjadi fenomena yang semakin umum seiring dengan meningkatnya mobilitas global. Namun, di balik tren ini, muncul berbagai tantangan hukum yang perlu mendapat perhatian serius, khususnya terkait dengan pengakuan dan pencatatan pernikahan sesuai hukum Indonesia.

Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi landasan utama yang mengatur pernikahan WNI di luar negeri. Pasal ini menyebutkan bahwa pernikahan harus mematuhi hukum di negara tempat pernikahan dilangsungkan (lex loci celebrationis) dan wajib dicatatkan di perwakilan Indonesia, baik Kedutaan Besar maupun Konsulat. Langkah pencatatan ini harus diteruskan dengan pelaporan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) di Indonesia. Tanpa pencatatan resmi, pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum, yang dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan pasangan dan keturunannya.

Salah satu konsekuensi utama dari tidak dicatatkannya pernikahan adalah ketidakjelasan status hukum anak. Di mata hukum Indonesia, anak yang lahir dari pernikahan yang tidak tercatat dianggap sebagai anak di luar nikah, yang berdampak pada hak waris, status kewarganegaraan, dan akses terhadap hak-hak lainnya. Selain itu, pembagian warisan antara pasangan suami-istri juga terhambat jika tidak ada bukti sah pernikahan. Dalam konteks perceraian, pengadilan Indonesia tidak dapat memproses permohonan jika pernikahan tidak didukung dengan dokumen yang valid.

Kasus yang pernah terjadi menunjukkan kompleksitas masalah ini. Sebagai contoh, seorang WNI menikah di Australia mengikuti hukum setempat, namun tidak mencatatkan pernikahannya di Kedutaan Besar Indonesia. Ketika kembali ke Indonesia, pasangan ini menghadapi kesulitan dalam mengurus dokumen penting seperti kartu keluarga dan akta kelahiran anak. Ketidakpatuhan terhadap prosedur pencatatan ini tidak hanya menyulitkan pasangan, tetapi juga merugikan anak yang kehilangan hak atas kewarganegaraan ganda yang seharusnya dapat diperoleh.

Kasus lain menyoroti seorang istri yang kehilangan hak atas warisan suami karena pernikahan mereka tidak tercatat di Indonesia. Pengadilan dalam hal ini mendasarkan putusannya pada ketentuan hukum administrasi yang mensyaratkan pencatatan sebagai bukti sah pernikahan. Hal ini menunjukkan bahwa pencatatan bukanlah sekadar formalitas administratif, melainkan langkah esensial untuk melindungi hak-hak hukum pasangan dan keturunannya.

Untuk mengatasi tantangan ini, langkah-langkah strategis perlu diambil. Pertama, WNI yang melangsungkan pernikahan di luar negeri harus segera mencatatkan pernikahan mereka di perwakilan Indonesia. Proses ini memastikan bahwa pernikahan mereka diakui secara sah oleh negara. Kedua, setelah kembali ke Indonesia, pasangan harus melaporkan pernikahan ke Disdukcapil dalam kurun waktu 30 hari untuk mendapatkan pengakuan penuh. Langkah ini memberikan keabsahan hukum atas pernikahan dan dokumen keluarga mereka. Ketiga, konsultasi dengan ahli hukum perdata internasional sangat disarankan bagi pasangan yang menghadapi kendala atau ketidakpastian terkait status pernikahan mereka.

Selain tindakan langsung, perlu juga ada edukasi yang lebih luas tentang pentingnya pencatatan pernikahan. Pemerintah, melalui Kedutaan Besar, Konsulat, dan institusi lainnya, perlu aktif memberikan informasi kepada WNI tentang prosedur hukum pernikahan di luar negeri. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui seminar, brosur, atau portal daring yang mudah diakses.

Pernikahan di luar negeri mencerminkan dinamika masyarakat modern yang semakin global. Namun, globalisasi tidak menghapus kebutuhan akan kepatuhan hukum domestik yang berfungsi untuk melindungi hak-hak pasangan dan anak-anak mereka. Dengan mengikuti prosedur pencatatan yang telah diatur, WNI dapat memastikan bahwa pernikahan mereka tidak hanya sah di negara tempat berlangsungnya upacara, tetapi juga diakui oleh hukum Indonesia. Langkah ini adalah bentuk tanggung jawab yang tidak hanya melindungi keluarga mereka, tetapi juga memperkuat legitimasi hukum pernikahan dalam konteks yang lebih luas.

Penegakan dan pemahaman hukum terkait pernikahan di luar negeri adalah kunci untuk mengurangi risiko masalah hukum di masa depan. Dalam hal ini, kerja sama antara pasangan, pemerintah, dan praktisi hukum sangat penting untuk memastikan bahwa hak-hak semua pihak terlindungi dengan baik. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum tentang pernikahan di luar negeri harus menjadi prioritas dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum bagi warga negara Indonesia.

Penulis : Adriel Kris Novianto, Alfian Bagus Pangestu, Sigit Arman Maulana.
Dosen Pengampu : Dr. Eti Mul Erowati, SH., M.Hum (Dosen pengampu Hukum Perdata Internasional)
Instansi : Universitas Wijayakusuma Purwokerto.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image