Lembaga Hidup: Hak atas Harta Benda
Eduaksi | 2024-12-16 10:35:22Hak atas harta benda menurut ta’rif (definisi) fuqaha, yang dikatakan milik ialah, “Hak orang mempunyai harta benda, buat mengambil manfaat daripada hartanya itu dan berbuat (bertasarruf) atas harta itu, menurut jalan yang ditentukan syara”.
Segala agama dan bentuk pemerintahan mengakui kekuasaan seseorang atas hak miliknya sendiri, sebagai hak suci yang tidak dapat diganggu gugat. Ada beberapa jenis menurut ahli ilmu akhlak, diantaranya:
Pertama, jaminan hak milik telah sama tercipta dengan diri sejak kita dilahirkan. Sejak kita lahir, kita telah diberi kuasa oleh Tuhan, dan oleh keadaan untuk berkuasa atas hak milik kita sendiri.
Kedua, kita tidak bisa hidup kalau tidak menguasai barang-barang yang perlu untuk hidup. Manusia tidaklah dapat hidup kalau mereka tidak mempunyai tempat untuk berlindung, tombak untuk berburu dan menangkap ikan, meskipun dari batu, tembaga, atau besi.
Oleh sebab itu, arti hak kekuasaan atas milik itu ialah kekuasaan atas hasil buah usaha kita sendiri. Maka nyatalah bahwa milik tidak terpisah dari kita, selalu mengikuti kita kemanapun pergi.
Berhubungan dengan kekuasaan, hak milik itu ialah hak atas harta pusaka. Orang berhak untuk mewariskan hartanya, berhak mewasiatkannya, dan berhak pula untuk menerima pusaka dari ayah dan mewariskannya menurut peraturan adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam agama.
Anak adalah orang yang paling dekat kepada ayahnya, niat dan cinta serta kasih seorang ayah pun lebih tertambat kepada anaknya, kemudian kepada istri dan kepada seluruh kerabatnya.
Sebab itu, tidak ada hak bagi seorang pun untuk menghalangi jatuhnya pusaka itu kepada orang yang berhak menerimanya menurut aturan yang berlaku. Sangatlah besar dosanya kepada agama, Masyarakat, dan aturan yang berlaku pada pergaulan hidup kalau sekiranya orang lain tidak berhak berusaha memindahkan hak itu kepada dirinya.
Untuk menyempurnakan kewajiban kepada Masyarakat, ada tiga perkara yang dapat dipenuhi, yaitu:
1) Dapat Dipercaya
Dalam menegakkan keadilan undang-undang, orang yang dapat dipercaya ialah yang sanggup memikul kewajiban untuk keselamatan bersama. Jika dia bertemu dengan suatu barang yang bukan hak miliknya, segera dikembalikan kepada orang yang mempunyai barang tersebut. Tidak mengganggu kekuasaan orang lain atas hak miliknya sendiri, kemudian juga adil dalam membela undang-undang.
2) Insyaf
Kepercayaan (amanat) itu mesti berdekatan selamanya dan tidak dapat dipisahkan dengan perasaan insyaf. Insyaf perlu dimiliki oleh hakim yang akan menjatuhi hukuman. Misalnya orang yang mencuri dan merampok.
Menurut undang-undang, kalau jelas kesalahannya maka orang itu harus dihukum. Walaupun dia merupakan anak kandung hakim itu sendiri. Kalaulah hukuman itu tidak dijatuhkannya sebab yang bersalah adalah anaknya sendiri, maka hilanglah keadilan dan kepercayaan terhadap dirinya.
3) Niat Suci
Orang-orang yang mempunyai niat suci ialah orang yang takluk kepada perjakataannya dan janjinya sendiri. Karena segala pekerjaan yang akan dilakukannya timbul dari niat yang suci dan pertimbangan yang sempurna.
Ketahuilah jika telah menemukan tiga perkara diatas dalam diri seseorang, bahwa dia merupakan orang yang tidak akan tersisih dari Masyarakat, bahkan akan menjadi orang yang dipercaya oleh masyarakat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.