Reog Ponorogo: Antara Pengakuan Internasional dan Tantangan Pelestariannya
Sejarah | 2024-12-14 13:46:50Reog Ponorogo, salah satu warisan budaya Indonesia yang telah lama dikenal sebagai simbol kekuatan dan keberanian, baru saja mendapatkan pengakuan internasional yang luar biasa dengan ditetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO. Penetapan tersebut diresmikan pada Sidang Intergovernmental Committe for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (ICH) ke-19 di Asuncion, Paraguay, pada Selasa, 3 Desember 2024.
Penetapan ini tentu menjadi kebanggaan bagi Indonesia sekaligus sebuah pencapaian yang patut dirayakan. Namun, di balik kebanggaan tersebut, pengakuan ini juga membawa tanggung jawab besar bagi kita semua untuk melestarikan seni tradisional ini, yang kini menghadapi tantangan dari arus globalisasi dan modernisasi.
Sebagai warga negara Indonesia, kita tentu patut bangga atas pencapaian ini. Reog Ponorogo, yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, telah menjadi simbol dari kekuatan masyarakat Indonesia dalam mempertahankan budaya dan tradisi. Dengan penetapannya sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh UNESCO, Reog Ponorogo kini mendapat tempat yang sangat penting dalam peta budaya dunia. Ini bukan hanya tentang seni pertunjukan yang menakjubkan, tetapi juga tentang nilai-nilai yang terkandung di dalamnya: keberanian, gotong royong, kreativitas, dan kebanggaan terhadap identitas budaya Indonesia.
Namun, penghargaan ini bukanlah akhir dari perjalanan. Sebaliknya, ini adalah awal dari tantangan yang lebih besar, bagaimana kita bisa menjaga agar Reog Ponorogo tetap hidup di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi yang mengubah cara hidup dan berkesenian. Modernisasi sering kali membawa ancaman terhadap keberlanjutan seni tradisional. Terkadang, seni seperti Reog Ponorogo yang mengakar pada tradisi lokal bisa tersingkir oleh dominasi budaya pop global yang lebih mudah diakses dan lebih cepat diterima oleh generasi muda.
Penting untuk diingat bahwa pelestarian budaya tidak hanya membutuhkan pengakuan internasional, tetapi juga komitmen dari seluruh elemen masyarakat. Di sinilah peran penting pemerintah, masyarakat lokal, dan berbagai lembaga budaya untuk terus berupaya memastikan bahwa warisan budaya ini tidak hanya dilestarikan, tetapi juga berkembang seiring dengan perubahan zaman. Upaya untuk mendokumentasikan, mempromosikan, dan mengintegrasikan Reog Ponorogo dalam program pendidikan serta festival budaya harus menjadi agenda utama. Melalui langkah-langkah ini, seni tradisional ini dapat diterima oleh generasi muda tanpa kehilangan esensinya.
Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon, dalam pesannya saat penetapan Reog Ponorogo oleh UNESCO, menekankan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam proses pelestarian ini. Pengrajin, pemain, musisi, dan komunitas lokal adalah pahlawan utama dalam menjaga warisan budaya ini. Tanpa keterlibatan mereka, Reog Ponorogo hanya akan menjadi pertunjukan kosong yang kehilangan makna. Semangat gotong royong, yang menjadi inti dari Reog Ponorogo, perlu diwujudkan melalui upaya bersama untuk memastikan seni ini tetap hidup.
Tidak hanya itu, pengakuan Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Takbenda juga mengingatkan kita akan pentingnya keberagaman budaya dalam dunia global yang semakin homogen. Dalam masyarakat yang terus bergerak menuju modernitas, kita harus mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan penghargaan terhadap warisan budaya yang menjadi jati diri bangsa. Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya dan tradisi, memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keberagaman tersebut agar tidak hilang begitu saja.
Sebagai bangsa, kita tidak hanya perlu berbangga dengan pengakuan internasional ini, tetapi juga harus berkomitmen untuk menjaga dan merawatnya. Warisan budaya tak benda seperti Reog Ponorogo tidak hanya harus dilestarikan melalui pelatihan dan pengajaran kepada generasi muda, tetapi juga melalui pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam seni tersebut. Dengan langkah-langkah kolektif ini, kita dapat memastikan bahwa Reog Ponorogo bukan hanya menjadi kebanggaan Indonesia, tetapi juga warisan dunia yang layak dihormati dan dihargai.
Akhirnya, pengakuan UNESCO terhadap Reog Ponorogo ini seharusnya menjadi pengingat bagi kita semua. Pelestarian budaya adalah tanggung jawab bersama, yang harus dijaga dengan komitmen, semangat gotong royong, dan kecintaan terhadap budaya kita sendiri. Jika kita bisa melakukannya, bukan tidak mungkin Reog Ponorogo akan terus menginspirasi dan mendidik generasi-generasi mendatang, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.