Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ika Juita Sembiring

Fenomena Brain Rot dan Tantangan Dawah Kekinian

Agama | 2024-12-13 14:18:18

Teknologi hanyalah salah satu sarana dalam perkembangan kehidupan manusia. Pun terkait perkembangan informasi dan komunikasi. Saat ini telah sampai pada era society 5.0, dimana teknologi dan kemanusiaan berpadu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Ilustrasi : Brain Rot News. Sumber : iStock.

Namun penggunaan yang tidak tepat atau berlebihan tentu akan memberi dampak yang negative. Butuh pemikiran yang matang dan bijak agar perkembangan teknologi yang ada memberi manfaat bagi kehidupan. Bukan kemudian malah menghancurkan.

Brain Rot

Mudah dan cepatnya akses internet membuat orang masa kini sangat gandrung berselancar di dunia maya. Apalagi konten-konten yang tersedia juga sangat beragam. Tergantung minat, aka nada saja konten sejenis yang mudah diakses. Namun tentu tidak semua konten yang hadir berkualitas.

Banyak juga konten-konten ‘sampah’ yang beredar dan menjadi konsumsi masyarakat. Konten yang berkualitas rendah atau bernilai rendah, tentu akan memberi efek bagi orang yang mengaksesnya. Apalagi dalam jangka waktu yang lama dan frekuensi yang sering. Akan berefek pada psikologis dan kognitif.

Setelah era pandemic covid-19, dimana pada saat itu manusia sangat tergantung pada internet dan sosial media dalam berinteraksi dengan dunia luar. Tingkat penggunaan internet perlahan meningkat dan menuju tahap ketergantungan. Memenuhi rasa eksistensi pun orang-orang mulai memproduksi konten secara pribadi. Ada yang berkualitas namun sangat banyak juga yang rendah dari segi kualitas.

Tanpa disadari sesuatu yang diawal adalah penyelamat, tanpa kontrol yang tepat akhirnya menjadi momok. Muncullah kemudian istilah brain rot belakangan ini.

Brain rot” merupakan istilah yang merujuk pada “pembusukan otak” dan telah dipilih sebagai Oxford Word of the Year 2024. Istilah ini menggambarkan kemunduran kondisi mental seseorang akibat konsumsi konten daring berkualitas rendah secara berlebihan, terutama di media sosial. Fenomena ini mencerminkan kekhawatiran terhadap dampak negative teknologi digital terhadap kesehatan mental dan produktivitas manusia di era modern. (www.rri.co.id 11/12/2024)

Tantangan Dakwah Kekinian

Era digitalisasi tentu saja sangat memudahkan banyak hal dalam pertukaran informasi. Demikian pula dalam perkembangan dakwah. Jika di masa lalu dakwah berkembang melalui media komunikasi secara langsung baik verbal pun tulisan. Saat ini sangat beragam platform media dan pilihan konten dalam menyampaikan materi dakwah.

Permasalahan kemudian hadir, ketika manusia dibebaskan memilih sendiri media dan konten yang akan dikonsumsinya. Pilihan banyak jatuh pada konten yang berkualitas rendah karena sekadar menghibur dan alasan mencari hiburan. Tak sadar konsumsi yang berlebihan dan terus menerus akan melemahkan kemampuan otak dalam berpikir, bahkan dikatakan mengalami kebusukan otak (brain rot).

Tak sedikit juga para konten creator dakwah. Bahkan menyajikan konten dengan sangat menarik. Namun kalah pamor dengan konten-konten yang sekadar menaikkan viewer. Tentu ketika ingin ‘melahap’ konten dakwah butuh orang dengan kemauan berpikir. Tak sekadar scroll mencari informasi receh.

Buah Sekulerisme

Era digitalisasi sekuler memanglah sangat menakutkan. Tanpa dasar aqidah yang kokoh akan membuat media yang ada jauh dari Islam. Konten kreator yang hanya mengutamakan cuan dalam memproduksi kontennya. Tak masalah rendah kualitas asal tinggi viewer, berujung akan menghasilkan cuan. Baik dari penyedia platform pun dari titipan endorsement.

Bagi penikmat media juga, yang berselancar tanpa tujuan yang jelas cukup terhibur dengan konten-konten receh tersebut. Tak sadar menghabiskan waktu sampai berjam tanpa manfaat yang positif. Sadarkah kita, bahwa dunia barat yang mengemban aqidah sekuler ini ingin kita juga menjadi pengikut mereka. Tak hanya anak-anak, remaja bahkan manusia dewasa terjebak dalam aktifitas scroll demi scroll.

Media yang juga adalah alat propaganda barat, tentu telah didesign sebelum di launching ke tengah-tengah umat. Mereka membiarkan bahkan sangat gembira dengan mundurnya kemampuan berpikir umat saat ini. Tak perlu mereka mengotori tangan, cukup merancang media semakin menarik dan semakin digandrungi umat dengan berbagai segmen.

Media dalam Islam

Tak dipungkiri bahwa semua media memiliki agenda ‘setting’. Semua informasi yang disajikan berdasarkan dorongan akidah pengelolanya. Umat islam wajib membekali diri dengan aqidah islam yang kokoh. Agar saat sebagai konten creator akan memproduksi konten yang berkualitas dan tidak melanggar aqidah. Pun ketika sebagai pengguna paham media dan konten apa yang harus dipilihnya. Tidak terjebak pada onten sampah yang akan melemahkan otak.

Mencegah terjadinya brain rot dapat dilakukan dengan mengurangi aktifitas digital. Mencukupkan pada perkara yang penting, dan tidak terjebak pada konten-konten sampah. Juga dengan melakukan detoks digital, mengurangi waktu penggunaan teknologi, melakukan aktifitas sosial dan fisik. Waktu bisa diisi dengan ibadah-ibadah, hadir pada kajian-kajian luring (yang memungkinkan interaksi sosial dan fisik).

Wallahua`lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image