Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tubagus Nursayid

Pesantren: Benteng Iman atau Politik?

Politik | 2024-12-13 10:43:53

Acara di pesantren, yang seharusnya menjadi perayaan kelulusan yang sakral dan membanggakan bagi santri, kini sering disalahgunakan sebagai ajang kampanye politik oleh para pejabat undangan. Hal ini memicu kontroversi dan menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas pendidikan dan agama di Indonesia.

Pesantren, sebagai lembaga pendidikan berbasis nilai-nilai Islam, berperan penting dalam membentuk generasi muda yang berakhlak mulia dan berilmu. Wisuda santri merupakan momen refleksi dan penghargaan atas kerja keras santri dan guru selama setahun. Namun, kehadiran pejabat yang memanfaatkan acara ini untuk kepentingan politik justru mengaburkan makna sebenarnya dari perayaan tersebut.

Kehadiran pejabat di wisuda santri diharapkan memberikan apresiasi dan dukungan moral kepada santri. Ironisnya, mereka seringkali memanfaatkan kesempatan ini untuk mempromosikan agenda politik pribadi. Pidato yang seharusnya memotivasi santri justru dipenuhi pesan-pesan politik.

Situasi ini tidak hanya merusak suasana acara, tetapi juga membentuk persepsi yang keliru tentang politik di kalangan santri. Terdapat indikasi bahwa acara penting bagi santri ini disusupi kepentingan politik para pejabat, baik daerah maupun nasional. Alih-alih inspirasi, santri justru menerima pesan-pesan politik yang tidak relevan.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan krusial: apakah pantas pejabat politik memanfaatkan momen keagamaan dan pendidikan untuk kepentingan pribadi? Apakah ini mencerminkan etika politik yang baik? Dan bagaimana dampaknya terhadap santri yang seharusnya menjadi fokus utama acara tersebut?

Praktik ini perlu dievaluasi karena beberapa alasan. Pertama, campur tangan politik merusak integritas pesantren. Kedua, santri bisa salah memahami politik sebagai upaya meraih dukungan dengan cara apa pun. Ketiga, hal ini berpotensi memicu perpecahan di lingkungan pesantren yang seharusnya menjunjung tinggi persatuan.

Pihak pesantren harus lebih selektif mengundang pejabat politik ke wisuda santri. Jika diundang, harus ada kesepakatan agar pidato dan kehadiran mereka murni sebagai apresiasi, bukan kampanye politik. Masyarakat dan orang tua santri juga perlu kritis dan berani menolak politisasi acara pendidikan dan keagamaan.

Wisuda santri harus tetap menjadi momen berharga bagi santri untuk merayakan prestasi akademik dan spiritual tanpa gangguan politik. Dengan menjaga kemurnian acara ini, pesantren dapat tetap menjadi benteng moral dan intelektual yang kuat bagi generasi mendatang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image