Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ilma Nafia

Doom Spending: Reaksi Generasi Milenial dan Generasi Z terhadap Ketidakstabilan Ekonomi

Gaya Hidup | 2024-12-11 15:57:02
Ilustrasi barang yang dibeli pelaku doom spending. (Foto: Pinterest)

Belakangan ini, ramai sebuah fenomena dalam bidang ekonomi, yaitu doom spending. Fenomena doom spending sendiri merujuk pada sebuah perilaku belanja secara impulsif tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Pelaku doom spending membeli suatu barang ataupun jasa tanpa memikirkan apakah sebenarnya mereka membutuhkannya atau tidak.

Mereka menghabiskan uangnya pada hal-hal yang bahkan tidak diperlukan, untuk memuaskan hasrat dalam gaya hidup berfoya-foya. Terlebih lagi kemudahan dalam akses membeli sesuatu yang diinginkan melalui online shopping mendukung munculnya perilaku doom spending. Mereka mengetahui bahwa perilaku tersebut dapat merugikan diri sendiri, tetapi mereka tidak memiliki kontrol yang cukup.

Pelaku dari fenomena ini banyak dijumpai pada Generasi Milenial dan Generasi Z, yang mana merupakan kelahiran tahun 1981-2012. Dilansir dari situs web Psychology Today, pelaku doom spending dari Generasi Milenial di Amerika Serikat sebanyak 43% dan Generasi Z sebanyak 35%. Namun, data tersebut tidak merepresentasikan secara skala internasional.

Istilah doom spending mulai muncul pada tahun 2023 dari survei yang dilakukan oleh Intuit Credit Karma terhadap 1.000 warga Amerika Serikat (AS). Hasil survei menjelaskan kekhawatiran warga AS sejumlah 96% dari responden mengenai kondisi ekonomi saat ini. Bahwa lebih dari seperempatnya ternyata melakukan doom spending.

Munculnya fenomena doom spending tentunya tidak terjadi begitu saja tanpa alasan. Ketidakpastian ekonomi, seperti inflasi, kenaikan biaya hidup, berkontribusi terhadap fenomena ini. Pelaku khawatir bahwa mereka tidak mampu membahagiakan diri mereka dengan uang yang mereka miliki. Pada akhirnya, permasalahan tersebut memicu rasa stress pada pelaku.

Sehingga mereka membeli barang sebagai coping mechanism atas rasa stress yang dialami. Selain itu, paparan media sosial seperti TikTok, Instagram, Youtube, yang memudahkan proses komersial dapat menggaet pelaku yang menghabiskan waktu mereka di media sosial. Ditambah lagi dengan adanya diskon dan promosi yang ditawarkan membuat mereka belanja tanpa pikir panjang.

Jika perilaku tersebut berlangsung secara terus menerus, maka pelaku akan mencapai titik terpuruk di mana mereka tidak memiliki cukup uang untuk kebutuhan sebenarnya. Doom spending tidak dapat menjadi solusi atas permasalahan ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Mungkin untuk sementara pelaku merasa bahagia dengan membeli barang yang diinginkan.

Namun, ketika mereka telah kehabisan uang, muncul permasalahan keuangan yang tentunya akan menimbulkan stress. Padahal, rasa stress ini merupakan pemicu awal mereka melakukan doom spending. Hal ini akan terus berulang apabila pelaku tidak memiliki kesadaran untuk mengelola keuangan dengan baik.

Maka dari itu, pelaku doom spending, terutama dari Generasi Milenial dan Generasi Z perlu berbenah diri agar situasi tersebut tidak terus berulang. Mereka harus bisa membedakan antara apa yang benar-benar mereka butuhkan dengan apa yang hanya sekedar sebuah keinginan dan bukan menjadi prioritas barang yang harus dibeli.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image