Berbareng Menjaga Harkat Bahasa Indonesia
Pendidikan dan Literasi | 2024-12-11 15:39:18“Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
Bahasa Indonesia telah menjadi jati diri bangsa Indonesia sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Selain itu, bahasa Indonesia juga menjadi lambang persatuan bangsa Indonesia. Maknanya, di negara yang memiliki beragam suku dengan bahasa dan kebudayaan khasnya masing-masing ini, bahasa Indonesia menjadi kemudahan bagi antarsuku yang berbeda untuk saling berhubungan atau dengan kata lain, bahasa Indonesia merupakan penjalin kebersamaan antarsuku yang berbeda di negara Indonesia. Saat ini jumlah penutur bahasa Indonesia di dunia telah mencapai lebih dari 300 juta jiwa. Banyak negara di dunia, seperti Australia, Belanda, Inggris, Jepang, dan Korea Selatan, telah menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai bidang, misalnya bidang pendidikan. Banyak perguruan tinggi di negara-negara tersebut menawarkan program studi bahasa Indonesia.
Pada bulan November tahun 2023, bahasa Indonesia mendapat kedudukan sebagai bahasa resmi pada tataran internasional atau antarbangsa melalui pengakuan sebagai bahasa resmi pada Sidang Umum UNESCO. Maknanya, peran bahasa Indonesia tidak lagi hanya terbatas pada ranah lokal saja. Merujuk pada kenyataan-kenyataan tersebut, kelestarian bahasa Indonesia perlu untuk kita jaga. Bahwa kita wajib menjaga harkat bahasa Indonesia, ialah tanggung jawab besar yang perlu disadari oleh anak-anak muda Indonesia. Menjadi keharusan agar bahasa Indonesia kita jaga, mulai dari hal-hal sederhana seperti: mengurangi penggunaan kosakata-kosakata yang diserap dari bahasa asing.
Bahasa sebagai alat untuk berhubungan sosial tentu tidak bisa bersih dari pengaruh bahasa lain, terutama di era keterbukaan seperti sekarang ini. Bahasa indonesia sendiri telah menyerap banyak kosakata dari bahasa asing. Jumlah kosakata yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dari berbagai bahasa asing yakni sekitar 34%. Mudahnya bahasa asing melantas ke dalam kosakata bahasa Indonesia disebabkan beberapa alasan seperti: lebih akrab karena sering digunakan, lebih keren, atau lebih praktis.
Dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulis, kita acap-acap memilih untuk menggunakan kosakata-kosakata yang diserap dari bahasa asing. Sebagai contoh, alih-alih menggunakan kata “uraian”, kita lebih memilih untuk menggunakan kata “deskripsi” karena terdengar lebih akrab. Contoh lain, kita lebih memilih untuk menggunakan kata “universitas” karena terdengar lebih keren daripada kata “perguruan tinggi”. Satu contoh lagi, alih-alih menggunakan kata “tempat tujuan”, kita lebih memilih untuk menggunakan kata “destinasi” karena terdengar lebih praktis. Penggunaan kosakata-kosakata yang diserap dari bahasa asing tentu diperbolehkan, apalagi untuk kepraktisan. Akan tetapi, demi menjaga harkat bahasa Indonesia, penggunaan kosakata-kosakata yang diserap dari bahasa asing perlu untuk dikurangi.
Tambahan pula, bahasa Indonesia pun memiliki keindahan tersendiri dalam pengungkapannya. Bahasa Indonesia mampu mengungkapkan nuansa perasaan dan pemikiran yang dalam dan luas melalui keberagaman kosakata yang kaya, yang tidak kalah indah dari kosakata-kosakata serapan.
Selain itu, penggunaan kata-kata atau kalimat yang dicampur dengan bahasa asing juga perlu dihentikan. Saat ini banyak orang berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing, terutama bahasa Inggris. Kalimat-kalimat serupa “Gua tuh literally lagi bosan dan butuh me time, but badan gua lagi sakit.” dan “Kita fine-fine aja kok, gak ada masalah sama sekali.” mudah kita jumpai, terutama di media-media sosial. Sebagian besar penutur bahasa yang campur aduk tersebut adalah anak-anak muda. Mereka beranggapan bahwa dengan mencampurkan bahasa Inggris, kalimat mereka akan terdengar lebih keren. Sebaliknya, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar dianggap membosankan dan monoton.
Hal tersebut tentu menghawatirkan sebab dapat mengancam kelestarian bahasa Indonesia. Anak muda, sebagai para pewaris dan kelak yang akan mewariskan bahasa Indonesia, wajib bangga menggunakan bahasa Indonesia dan wajib bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Lantaran jika masyarakat tidak menghormati bahasanya sendiri, bahasa tersebut bisa menjadi punah.
Sebagai halnya kenyataan di Malaysia, di mana sebagian besar masyarakatnya mengutamakan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari menyebabkan keberadaan bahasa Melayu perlahan-lahan tergerus.
“Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, kuasai bahasa asing”
Mengingat ia merupakan bahasa Internasional, memang sangat penting bagi kita untuk mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Akan tetapi, eloklah apabila kedua bahasa tersebut digunakan secara masing-masing, terpisah, tidak dicampuradukkan sehingga maksud dari kalimatnya menjadi lebih jelas dan kelestarian masing-masing bahasa tetap terjaga.
Selanjutnya, penyelewengan-penyelewengan dalam berbahasa Indonesia, seperti menyingkat kata dan menggunakan kata yang tidak baku, perlu dihindari. Sama seperti penggunaan kalimat yang dicampur dengan bahasa asing, kebiasaan menyingkat kata dan menggunakan kata yang tidak baku banyak dilakukan oleh anak-anak muda. Kalimat-kalimat serupa “Kren kh kmu bgitu?” dan “Ujanny deres bgtt!” banyak bertebaran di media-media sosial. Kebiasaan menyingkat kata dan menggunakan kata yang tidak baku dapat mewariskan masalah, terutama bagi para penutur asing yang sedang belajar berbahasa Indonesia. Mereka tentu akan merasa kebingungan dan kesulitan memahami maksud dari kalimat sebab susunan huruf pada tiap-tiap katanya tidak lengkap. Selain itu, menyingkat kata dan menggunakan kata yang tidak baku akan mengurangi keindahan bahasa Indonesia itu sendiri.
Jadi, marilah kita, penutur jati bahasa Indonesia, berbareng menjaga harkat bahasa Indonesia dengan upaya-upaya seperti tersebut di atas, yakni mengurangi penggunaan kosakata-kosakata yang diadopsi dari bahasa asing, menghentikan penggunaan kata-kata atau kalimat yang dicampur dengan bahasa asing, dan menghindari penyelewengan dalam berbahasa Indonesia, seperti menyingkat kata dan menggunakan kata yang tidak baku, agar bahasa Indonesia tetap lestari, tetap terjaga keindahannya, dan tetap terjaga keajekannya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.