Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Joan Katherine Fransisca

Senioritas di Era Gen Z: Masih Relevan Atau Harus Ditinggalkan?

Kolom | 2024-12-10 11:30:11

Budaya Senioritas di Masa Gen Z

Gen Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Generasi ini tumbuh dalam era perkembangan teknologi yang membuat pengalaman hidup mereka sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya, dan ini tercermin dalam pandangan mereka tentang otoritas dan senioritas. Menurut mereka, kompetensi dan inovasi lebih penting daripada usia dan pengalaman. Namun pada kenyataanya, hingga kini kasus senioritas masih terjadi di Indonesia. Beberapa kasusnya pun mengguncang dunia pendidikan Indonesia akhir – akhir ini.

Senioritas dan dampaknya di dunia pendidikan

Nitisemito (2009) mengartikan senioritas sebagai lamanya masa kerja seseorang yang diakui prestasi baik pada jabatan yang bersangkutan maupun dalam instansi keseluruhan. Dalam dunia pendidikan, seorang junior harus menghormati dan menuruti senior karena dianggap lebih berpengalaman dan lebih berkompetensi di bidangnya.

Akan tetapi, penyalahgunaan status dan kekuasaan yang dilakukan para senior terhadap junior membuat senioritas berdampak negatif. Kasus – kasusnya pun sudah marak terjadi di tengah masyarakat. Dikutip dari jurnal ilmiah Indonesia karya C. Asyifah et al., (2024), tingginya kasus bullying di dunia pendidikan membuat Indonesia menjadi negara penyumbang kasus bullying tertinggi nomor lima di dunia dari 78 negara dilansir dari data survey Programme for International Student Assessment (PISA). Salah satu kasus yang sempat viral di media sosial adalah kasus bullying yang melibatkan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di salah satu universitas di Indonesia yang berujung bunuh diri di kamar kosnya pada Agustus lalu. Dikutip dari laman website NU Online, awal mula mahasiswa tersebut nekat bunuh diri karena menerima tekanan mental dan kekerasan secara terus menerus yang berujung pada trauma dan burn out. Tindakan bullying secara verbal, beban kerja yang berlebihan hingga pemerasan diduga dilakukan oleh senior terhadap korban.

Menurut Smith dan Thompson (Yusuf & Fahrudin, 2012) bullying diartikan sebagai seperangkat tingkah laku yang dilakukan secara sengaja dan menyebabkan kecederaan fisik serta psikologikal yang menerimanya. Hal ini menjadi alasan di balik meninggalnya mahasiswa PPDS tersebut. Akibat tidak dapat menanggung lebih lama penderitaan yang korban terima, korban pun memutuskan untuk mengambil nyawanya sendiri. Di sisi lain, bagaimana dengan perasaan keluarga yang ditinggalkan? Institusi yang mereka harapkan menjadi penunjang pendidikan justru malah menggerogoti tubuh anak mereka hingga habis tak bernyawa.

Urgensi Penghapusan Senioritas dari Dunia Pendidikan

Senioritas sering disalahgunakan oleh pihak – pihak tidak bertanggung jawab untuk menindas dan memeras junior mereka tanpa memperdulikan dampak yang diberikan. Terlebih lagi, pihak institusi sering kali bertindak sebagai penengah yang muncul di saat – saat terakhir ketika keadaan sudah parah. Di sisi lain, tindakan pemberantasan yang tidak dilakukan secara efektif membuat budaya ini masih terus berlanjut secara turun – temurun.

Mirisnya, sistem pendidikan Indonesia masih sangat kental akan senioritas. Kasus mahasiswa PPDS tersebut hanya sebagian kecil dari kasus – kasus bullying yang terjadi dalam dunia pendidikan. Lantas, apakah senioritas masih relevan untuk diikuti di era Gen Z ?

Senioritas pada penerapannya sudah tidak relevan untuk tetap berada dalam dunia pendidikan. Daripada memberi dampak baik, budaya ini justru menjadi salah satu akar dari berbagai permasalahan kasus bullying dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendekatan secara bertahap mulai dari institusi pendidikan terendah hingga tertinggi dapat dilakukan agar senioritas dihilangkan dari akarnya yang paling dalam. Selain itu, pihak pemerintah dan institusi pendidikan perlu memperketat pengawasan dan aturan agar para pelaku tidak berani melakukan aksi bullying.

Senioritas pada hakikatnya merupakan suatu perilaku menyimpang yang harus ditinggalkan dan dihapuskan dalam sistem pendidikan Indonesia. Esensi pendidikan sejati tercapai ketika dalam prosesnya terjalin nilai – nilai moral bangsa yang mengakar dalam diri pelajar Indonesia. Bukan pengajaran yang menyimpang, melainkan paham kesetaraan dan kesatuan antar individu terlepas dari perbedaan tingkat pendidikan, pengalaman, dan SARA. Apakah Indonesia sudah benar – benar merdeka jika senioritas masih ada? Jawabannya ada di dalam diri kita masing – masing.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image