Pasien Anak Mudah Takut, Bagaimana Mengatasinya?
Hospitality | 2024-12-09 23:28:25
Menjadi seorang tenaga kesehatan merupakan pekerjaan mulia. Selain dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan profesi dengan baik, mereka juga dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan baik. Kemampuan komunikasi tersebut tidak hanya ditujukan untuk sesama tenaga kesehatan, namun juga pada pasien. Terlebih untuk seseorang yang berprofesi sebagai perawat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi dengan pasien. Mulai dari suasana hati mereka, pribadi mereka, keadaan lingkungan sekitar, dan masih banyak lagi. Dengan komunikasi terapeutik, pasien diharapkan mampu memahami dan merasa terbantu dalam pengobatannya. Lalu bagaimana bila yang berhadapan dengan seorang pasien anak yang mudah takut?
Misalnya terdapat kasus seorang anak terdiagnosa demam berdarah serta batuk berdahak yang sudah berlangsung cukup lama. Dokter meminta perawat melakukan terapi uap agar pasien bisa mengeluarkan dahak dan memperlancar proses pernapasan. Namun sebelum itu, perawat melakukan komunikasi terapeutik untuk memberi informasi sekaligus dukungan emosional sehingga pasien dan keluarganya merasa aman dan tenang. Lalu bagaimana langkah-langkah komunikasi terapeutiknya?
1. Fase Pra interaksi
Dalam tahap ini perawat mempelajari penyakit pasien berdasarkan data yang ada. Selain itu, perawat juga perlu mengolah emosi dan ekspresi sehingga perawat bersikap tenang saat bertemu pasien. Hal ini dapat menjadi landasan awal yang sangat penting dalam komunikasi terapeutik.
2. Fase Orientasi
Pada tahap ini, perawat menyapa pasien dengan sapaan seperti “halo”, “selamat pagi”, atau lainnya. Kemudian perawat memperkenalkan diri. Baru kemudian perawat melakukan validasi identitas pasien seperti nama dan umur. Dikarenakan pasien merupakan pasien anak usahakan selama komunikasi berlangsung pasien didampingi oleh orang tua atau wali. Hal yang selanjutnya dilakukan adalah perawat dapat melakukan komunikasi ringan seperti menanyakan kabar atau menanyakan bagaimana perasaan pasien atau apa yang dirasakan pasien saat ini. Kemudian perawat menyampaikan rencana rentang waktu yang diperlukan untuk komunikasi terapeutik dan menyampaikan hal yang perlu didiskusikan atau tindakan yang akan dilakukan. Dalam kasus ini perawat akan menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan terapi uap yang akan dijalankan pasien.
3. Fase Kerja
Perawat mulai menjelaskan apa itu terapi uap, prosedurnya, serta dampak yang mungkin akan ditimbulkan. Namun, selain memberi informasi terkait terapi tersebut, perawat juga memberikan dukungan emosional. Dalam kasus ini, biasanya pasien anak akan merasa takut karena akan melakukan hal yang sama sekali belum pernah dilakukan pasien. Oleh karena itu, perawat bertugas untuk memberi dukungan mental misalnya dengan ucapan semangat sekaligus memberi pengertian lanjutan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh anak kecil. Di samping itu, perawat juga perlu memperhatikan perasaan orang tua atau wali pasien. Karena mereka tentu saja merasa takut dengan hal yang akan dilakukan pada pasien. Fase ini sangat penting untuk memberi informasi, dan memberi dukungan emosional sehingga baik pasien menjalani proses pengobatan dengan tenang. Hal ini tentunya akan mempercepat proses kesembuhan pasien. Di samping itu, dengan penyampaian informasi ini, keluarga pasien juga tidak akan merasa cemas lagi.
4. Fase Terminasi
Pada fase terakhir ini, perawat menanyakan pada pasien dan keluarga mengenai perasaan mereka setelah pemaparan penjelasan yang sudah diberikan sebelumnya. Kemudian menanyakan kembali apakah pasien dan keluarga sudah benar-benar paham atau masih ada yang perlu dijelaskan lagi. Setelah itu, perawat menyampaikan tindakan selanjutnya dengan menyebutkan waktu dan tenaga kesehatan yang akan menanganinya. Di akhir, perawat kembali memberi dukungan dan penguatan pada pasien dan keluarganya. Setelah itu, barulah perawat mengucap salam dan pamit undur diri.
Demikian cara komunikasi yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut. Dalam komunikasi terapeutik perlu memperhatikan kenyamanan, perasaan, dan suasana hati pasien. Selama berkomunikasi selalu jaga kontak mata, tersenyum, jangan menunjukkan ekspresi penolakan atau ketidaksetujuan, selalu menggunakan nada sopan dan santun dalam berbicara.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.