Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Maureen Isabel Tan

Racun OxyContin: Titik Kehancuran Farmasi

Info Terkini | 2024-12-09 23:04:26

Sebuah ruangan steril yang dulu berisi segudang impian, kini telah berisi segudang mimpi buruk yang melanda Amerika Serikat. OxyContin, racun yang dulunya dianggap sebagai harapan, kini menjadi simbol kehancuran dalam dunia farmasi. Dibalik pil kecil berdiameter 5 mm itu, terdapat kisah kelam tentang ambisi para korporat, manipulasi sistem kesehatan dan tragedi yang sungguh miris. Krisis opioid yang melanda Amerika Serikat ini tidak hanya menghancurkan ribuan nyawa manusia, tetapi juga mengguncang dunia farmasi. Apoteker, sebuah profesi yang sudah seharusnya menjadi benteng pertahanan terakhir, hanya menjadi saksi bisu yang berdiam diri.

Sumber: https://alcoholstudies.rutgers.edu/the-four-sentence-letter-behind-the-rise-of-oxycontin/

Awalnya, pada saat pertama kali diperkenalkan oleh Purdue Pharma pada tahun 1990-an, OxyContin dipromosikan sebagai terobosan untuk nyeri. Klaim yang disuguhkan kepada masyarakat adalah "aman dan tidak akan menyebabkan ketergantungan". Perusahaan farmasi ini menciptakan narasi manis yang berhasil meyakinkan para dokter, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya untuk menyebarluaskan peresepan obat ini. Namun, tanpa ada yang menyadari, di balik janji manis tersebut, tersembunyi bahaya yang fatal, yaitu sifat adiktif opioid yang terkandung berpotensi mengahancurkan hidup sekian banyak manusia.

Apakah hanya OxyContin yang beracun? Atau sistem kesehatan yang telah tercemar lumpur kotor? Krisis ini menciptakan beberapa pertanyaan. Di manakah apoteker? Apoteker, saksi bisu yang berperan serta dalam simfoni tragis ini, membuka pintu berisi jurang kematian bagi jutaan jiwa. Tekanan dari industri farmasi dan godaan untuk memperoleh lebih membuat mereka menutup mata serta melepaskan tanggung jawab moral mereka. Peran mereka memang mengharuskan mereka memenuhi resep dokter. Namun, di sisi lain, mereka tentunya juga memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi pasien dari bahaya, terutama saat kasus ini sangat mencurigakan karena melesatnya resep dan permintaan akan OxyContin tanpa alasan yang jelas. Sayang sekali, mereka memilih hanya diam dan menerima. Ketika tujuan utama adalah uang, hidup manusia bukan lagi prioritas. Hidup manusia sudah seperti sampah yang dapat dibuang dan diinjak-injak begitu saja.

Tragedi ini mencerminkan rapuhnya sistem kefarmasian ketika didesak oleh uang dan politik. Saat Purdue Pharma megeluarkan sekian dana untuk memasarkan OxyContin, hukum akan opioid menjadi tidak ketat dan edukasi tentang bahaya opioid malah ditinggalkan begitu saja. Titik kehancuran ini adalah sebuah peringatan serta pelajaran keras bahwa apoteker bukan hanya merupakan marionette yang dimanipulasi oleh puppeteer. Apoteker harus kembali ke jalan yang benar, yaitu menolong hidup pasien. Walaupun farmasi telah berada di titik kehancurannya, namun masih ada setitik harapan untuk membangun kembali dari awal. Titik awal ini dapat melahirkan harapan baru dan mengembalikan jati diri para apoteker sebagai tenaga kesehatan yang berintegritas.


Oleh:

Maureen Isabel Tan, S1 Farmasi Universitas Airlangga

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image