Manusya Mriga Satwa Sewaka : Seni Mendiagnosa Tanpa Kata
Edukasi | 2024-12-09 21:49:56Dokter adalah profesi yang selalu dikaitkan erat dengan penyakit, kesehatan, dan manusia. Akan tetapi, apakah Anda pernah menjumpai dokter yang merawat pasien berkaki empat, bersayap, bahkan melata? Memang terdengar tidak umum dan cukup aneh, namun profesi itu sungguh nyata dan itulah dokter hewan. Benar, dokter hewan, mereka adalah tenaga medis veteriner yang “mengabdi untuk kesejahteraan manusia melalui dunia hewan”, seperti motto medik veteriner kebanggannya yaitu Manusya Mriga Satwa Sewaka.
Klinik atau rumah sakit hewan mungkin menjadi salah satu tempat mereka untuk berbicara dari hati ke hati ataupun empat mata. Pasiennya tak dapat bicara, untuk itu mereka tak perlu bertanya apa yang pasiennya rasakan atau gejala apa yang dialami. Sebaliknya, mereka harus mampu membaca isyarat, bahasa tubuh, atau dengus pasiennya yang berat. Itulah yang menjadi bagian dari sebuah seni mendiagnosa tanpa kata.
Rumah sakit hewan pendidikan (RSHP) Universitas Airlangga mungkin dapat menjadi saksi bagaimana mereka bekerja menyelamatkan nyawa. Sama seperti profesi dokter pada umumnya, di rumah sakit ini mereka juga memegang alat bedah, melakukan operasi mayor dan minor, bahkan memberikan pelayanan rawat jalan hingga rawat inap. Di rumah sakit hewan pun mereka berjaga dari pagi hingga malam. Mungkin salah satu pasien yang sering mereka jumpai di rumah sakit adalah hewan peliharaan. Berbagai macam sifat, fisik, ataupun tingkah laku yang mereka temui tak lagi mengherankan. Menerima cakaran atau gigitan juga menjadi hal yang biasa bagi profesi satu ini. Akan tetapi, ada sebuah pertanyaan yang sering muncul dan terdengar sedikit membosankan yaitu mengapa dokter hewan sangat dibutuhkan hingga sekarang?
Stereotip bahwa dokter hewan hanya mengobati pasien tak berakal mendasari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hal ini merupakan pemahaman yang masih sempit, dan seringkali mengabaikan berbagai kontribusi mereka dalam sektor kesehatan, ekonomi, serta kesejahteraan umum yang sudah tak lagi mengherankan. Jas putih satu ini memang sering dipandang sebelah mata, bahkan terlupakan hanya karena mengobati pasiennya yang tak dapat berbicara. Padahal, peran dokter hewan tak hanya sebatas merawat dan mengobati satwa saja.
Dibalik jas putih itu, mereka memegang tanggung jawab besar bagi keseimbangan kehidupan. Mereka menjaga kesehatan manusia melalui pengendalian penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Ingatkah Anda akan penyakit rabies, flu burung, atau antraks yang sangat membahayakan bahkan menyebabkan kematian? Melakukan vaksinasi dan pengobatan pada hewan, penyakit lintas spesies, dan penyebarannya adalah salah satu pengendalian dan perlindungan yang menjadi tanggung jawab seorang tenaga medis veteriner.
Tak hanya berdiri di bilik klinik, di ladang peternakan mereka berperan dalam menjaga keseimbangan hewan, manusia, dan pangan. Menjaga rantai produksi, agar kedua makhluk hidup di bumi ini dapat saling menguntungkan. Bayangkan bila unggas di dunia ini punah. Bagaimana dengan ayam yang kita makan sehari-hari? Bagaimana dengan telur yang kita olah menjadi berbagai bahan makanan? Tentu itu semua akan berdampak bagi kehidupan manusia terutama pada kesehatan dan gizi.
Di setiap luka yang mereka jahit perlahan, ada kisah perjuangan yang tak pernah usai diceritakan. Di tangan mereka, ada secuil harapan akan kehidupan yang dapat menjadi kenyataan. Meski ucap terima kasih tak pernah terdengar, namun pelukan itu akan selalu menghangatkan. Jas putih yang bekerja di balik layar, belum tentu tak berkontribusi besar. Menyandang gelar dokter hewanatau veterinarianadalah memperebutkan sebuah panggilan untuk jiwa dan kehidupan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.