Fisioterapi Bukan Tukang Pijat: Menghapus Stigma, Menghargai Profesi
Edukasi | 2024-12-09 19:06:52Di tengah perkembangan ilmu kesehatan yang pesat, masih ada kesalahpahaman di masyarakat terkait profesi fisioterapi. Salah satu stigma yang sering muncul adalah anggapan bahwa fisioterapis tidak lebih dari “tukang pijat.” Pandangan ini tidak hanya merendahkan profesi fisioterapi, tetapi juga menunjukkan kurangnya pemahaman tentang apa yang sebenarnya dilakukan oleh fisioterapis. Fisioterapi dan Pijat: Apa Bedanya? Pada dasarnya, fisioterapi dan pijat memiliki pendekatan serta tujuan yang sangat berbeda. Pijat biasanya dilakukan untuk relaksasi atau mengurangi stres.
Pelaku pijat umumnya tidak memerlukan pelatihan medis khusus, meskipun beberapa memiliki sertifikasi. Fokus pijat lebih pada otot-otot tubuh untuk memberikan rasa nyaman atau mengurangi ketegangan. Di sisi lain, fisioterapi adalah profesi medis berbasis ilmu pengetahuan. Seorang fisioterapis harus memiliki pendidikan formal yang mendalam di bidang anatomi, fisiologi, biomekanika, dan patologi. Mereka melakukan evaluasi, diagnosis, dan terapi yang terarah untuk menangani gangguan pada sistem gerak manusia.
Teknik yang digunakan fisioterapis, seperti terapi manual atau mobilisasi sendi, mungkin tampak serupa dengan pijatan bagi orang awam. Namun, tindakan tersebut didasarkan pada analisis mendalam mengenai kondisi pasien, dengan tujuan mengembalikan atau meningkatkan fungsi tubuh. Mengapa Anggapan Ini Muncul? Di Indonesia, pijat sudah menjadi bagian dari budaya yang diwariskan turun-temurun. Sayangnya, ini membuat banyak orang menganggap fisioterapi sebagai bentuk “pijat medis,” padahal jauh lebih kompleks. Banyak masyarakat yang belum memahami peran fisioterapis dalam dunia medis. Ketika melihat fisioterapis melakukan terapi manual, mereka cenderung menyamakannya dengan pijat tradisional. Fisioterapis adalah tenaga kesehatan profesional yang membutuhkan pendidikan formal hingga jenjang perguruan tinggi.
Anggapan ini meremehkan kerja keras dan keahlian mereka. Stigma bahwa fisioterapis adalah "tukang pijat" tidak hanya merugikan secara moral tetapi juga berpotensi membahayakan pasien. Masyarakat yang tidak paham perbedaan antara fisioterapi dan pijat mungkin beralih ke penyedia layanan yang tidak kompeten, sehingga memperburuk kondisi mereka. Semua pihak, termasuk masyarakat umum, harus mulai menghargai fisioterapis sebagai bagian dari tenaga medis yang kompeten dan berperan besar dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Kampanye edukasi yang menjelaskan perbedaan antara fisioterapi dan pijat harus digencarkan. Rumah sakit, institusi pendidikan, dan organisasi fisioterapi dapat berperan aktif dalam menyosialisasikan pentingnya peran fisioterapi.
Pemerintah harus memastikan hanya individu yang memiliki kualifikasi resmi yang dapat praktik sebagai fisioterapis. Sertifikasi dan lisensi wajib perlu ditegakkan. Fisioterapi bukanlah sekadar pijat, melainkan profesi medis berbasis ilmu pengetahuan yang memiliki peran krusial dalam dunia kesehatan. Stigma sebagai “tukang pijat” mencerminkan kurangnya pemahaman masyarakat dan harus segera dihapuskan melalui edukasi, regulasi, dan penghormatan terhadap profesi. Kita harus bersama-sama mendukung pengakuan yang layak bagi fisioterapis, karena kesehatan dan kualitas hidup banyak orang bergantung pada keahlian mereka.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.