Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Islamophobia Ketakutan yang Sengaja Diciptakan untuk Memojokkan Islam

Agama | Thursday, 17 Feb 2022, 02:31 WIB

Harus diakui, India dan Perancis pernah melahirkan beberapa pemikir muslim kaliber dunia. Dari India ada cedikiawan terkenal Sayid Abu al-Hasan Ali al-Hasani an-Nadawi, Syah Ahmad as-Sirhindi dan Syah Waliyullah ad-Dahlawi. Sementara dari Perancis ada Maurice Bucaille, seorang dokter yang masuk Islam setelah membedah mumi Fir’aun. Ada juga Jacques-Yves Cousteau, oceanografer dan ahli selam terkemuka yang juga menjadi cendikiawan muslim.

Namun demikian, jika kita memperhatikan dengan seksama, pemerintahan India dan Perancis merupakan negara yang paling banyak memunculkan kebencian terhadap Islam. Bukan kali ini saja, kedua negara tersebut membuat geram umat Islam. Sejak dahulu, penghinaan terhadap Islam dan umatnya selalu muncul dari dua negara tersebut.

Sekitar tahun 1989, umat Islam digemparkan dengan sebuah novel yang berjudul Satanic Verses (Ayat-ayat Setan) yang ditulis Salman Rushdi, seorang penulis keturunan India. Isinya memplesetkan ketuhanan dalam Islam dan menghina kenabian Nabi Muhammad saw.

Umat Islam di seantero dunia geram dengan kehadiran novel tersebut. Pemimpin spiritual Iran yang berpengaruh di dunia pada waktu itu, Ayatullah Khomaini menjatuhkan hukuman mati bagi sang penulis novel penistaan agama tersebut.

Setali tiga uang dengan India, Perancis juga selalu memunculkan kebencian terhadap Islam. Pelarangan jilbab dan penghinaan terhadap Islam selalu dimunculkan hampir setiap saat dan kesempatan.

Masih hangat dalam ingatan kita, pemerintah Perancis dengan terangan-terangan mendukung penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad saw yang dimuat sebuah tabloid satir Charlie Hebdo.

Kartun yang menyakiti perasaan muslim dunia ini terbit pertama kali pada tahun 2015. Dalam kartun tersebut, Nabi Muhammad saw digambarkan sebagai orang Arab yang berserban bom. Kartun tersebut menimbulkan kekerasan yang dilakukan sekelompok orang yang mengaku muslim. Mereka menyerang kantor redaksi tabloid Charlie Hebdo. Insiden penyerangan itu menelan korban sebanyak 17 orang selama tiga hari, 12 orang diantaranya tewas.

Sekitar September 2020, tabloid Charlie Hebdo menerbitkan kembali kartun Nabi Muhammad saw seperti pada tahun 2015. Mereka menyatakan tak gentar dengan kecaman siapapun.

Kedua negara tersebut yang juga diikuti negara-negara di dunia selalu melakukan propaganda agar seluruh penduduk dunia membenci Islam. Di kedua negara tersebut, kaum muslimin sengaja dinistakan, tujuannya tiada lain agar kaum muslimin di kedua negara tersebut melepaskan ketaatan terhadap ajaran Islam.

Pemerintahan kedua negara tersebut sengaja berkampanyeu agar dunia mewaspadai ajaran Islam dan umatnya. Mereka memiliki ketakutan tersendiri terhadap ajaran Islam. Gerakan mewaspadai ajaran islam dan umatnya ini mereka istilahkan dengan Islamophobia.

Dilihat dari akar sejarahnya, Islamophobia muncul di Eropa pada abad ke-13. Pada tahun 1912, istilah ini muncul pertama kali dalam bahasa Prancis Islamophobe. Pada tahun 1920-an, istilah Islamophobia muncul dalam bahasa Inggris.

Pada tahun 1918, Étienne Dinet dan Sliman Ben Ibrahim dalam buku karyanya La Vie de Mohammed, Prophete d'Allah (Kehidupan Muhammad, Sang Nabi Allah) menggambarkan Islamophobia (ketakutan terhadap Islam) sebagai garis politik resmi Perancis ketika menghadapi tentara-tentara Muslim dalam Perang Dunia Pertama. Dengan demikian, sebenarnya, istilah Islamophobia lebih menggambarkan tentang ketakutan masyarakat Barat terhadap kebangkitan dunia Islam era pascakolonial.

Strategi ini berhasil mereka sebarkan, bahkan bisa menembus pikiran orang-orang yang mengaku muslim. Tak sedikit orang yang mengaku muslim merasa takut dengan ajaran agamanya sendiri, takut dengan syari’at Islam, takut dengan saudaranya sendiri yang benar-benar taat melaksanakan ajaran Islam, bahkan merasa resah jika al Qur’an dan sunnah Rasul saw dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Di negara-negara tertentu, konsep Islamophobia dijadikan senjata ampuh untuk melumpuhkan umat Islam dan segala aktivitasnya. Islamophobia sering dilakukan baik secara verbal, visual, maupun fisik.

Secara fisik, Islamophobia sudah beberapa tahun ke belakang dilakukan beberapa negara. Mereka menganiaya umat Islam dan membatasi seluruh ruang geraknya agar tak leluasa melakukan aktivitas keislamannya. Cina menteror muslim Uyghur, Israel menteror dan membantai orang-orang Palestina, otoritas Myanmar menganiaya muslim Rohingya, dan masih banyak kasus lainnya.

Phobia yang akar katanya berasal dari bahasa Yunani, phobos yang berarti takut. Dalam mitologi Yunani, phobos merupakan sosok dewa yang menakutkan. Biasanya digambarkan dengan sosok berwajah seram, bertaring tajam yang bercucuran darah, dengan latar belakang gambar api yang membara. Tugas dewa ini adalah mengusir musuh-musuh yang mengacaukan negeri Yunani.

Kartini Kartono dalam Patologi Sosial 3, Gangguan-Gangguan Kejiwaan (1986 : 146) menyebutkan, phobia adalah ketakutan atau kecemasan yang abnormal, tidak rasional, dan tidak bisa dikontrol terhadap suatu situasi atau objek tertentu. Masih menurut buku ini, beberapa penyebab phobia diantaranya pernah mengalami ketakutan hebat yang disertai rasa malu dan bersalah.

Secara keilmuan, istilah Islamophobia yang berkembang pada saat ini bukanlah istilah yang mengacu kepada psikologi klinis, seperti misalnya nomophobia (ketakutan berlebihan ketika berpisah dengan handphone), ophidiophobia (ketakutan berlebihan akan ular), atau pyrophobia (ketakutan berlebihan akan api). Namun, istilah Islamophobia lebih mengarah kepada emosi dan sikap negatif yang diarahkan kepada Islam dan umatnya.

Berdasarkan definisi phobia tersebut, tak salah rasanya jika kita berburuk sangka kepada para pencetus Islamophobia, jangan-jangan mereka menciptakan istilah tersebut karena mereka pernah berbuat kecurangan terhadap Islam dan umatnya. Mereka menyadarinya dan merasa malu, namun tak mau mengakui kecurangannya. Untuk menutupi perilakunya mereka membuat istilah tersebut.

Sebagai bagian dari umat Islam, kita harus membuktikan kepada dunia tak ada alasan bagi masyarakat dunia untuk merasa takut dengan kehadiran Islam dan umatnya. Ajaran Islam dan umatnya bukan phobos seperti yang digambarkan dalam mitologi Yunani.

Islam bukan ciptaan Nabi Muhammad saw apalagi ciptaan para pemuka Islam, namun langsung diturunkan Allah, Dzat yang Maha Mengetahui akan kehidupan masa lalu, hari ini, dan pada masa yang akan datang. Islam hadir di muka bumi untuk membawa kedamaian, ketenteraman, kenyamanan hidup bagi seluruh makhluk Allah.

Kita harus memberikan terapi kepada orang-orang yang otaknya sudah teracuni konsep Islamophobia yang sangat keliru. Umat Islam wajib menciptakan kedamaian dan ketenteraman hidup bagi seluruh makhluk Allah dimanapun berada. Ajaran Islam melarang melakukan penganiayaan terhadap siapapun selama mereka tak mengusik ajaran Islam dan kehidupan umatnya.

Umat Islam wajib memperlihatkan akhlak yang baik; mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan; toleran terhadap agama dan kepercayaan orang lain merupakan cara terbaik untuk melawan Islamophobia ketakutan yang sengaja diciptakan untuk memojokkan Islam dan umatnya. Dengan cara seperti ini, diharapkan dapat menjadi terapi bagi pengidap Islamophobia, dan mengurangi kesalahpahaman kaum nonmuslim terhadap ajaran Islam.

Ilustrasi : Muslimah India melakukan unjuk rasa atas pelarangan jilbab (sumber gambar : Repubika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image