Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image tabitha dewi

Dari Demonstrasi ke Diskusi: Menyoroti Seksisme di Ranah Pendidikan

Pendidikan dan Literasi | 2024-12-06 14:05:19
Sumber: Dokumen Pribadi
Sumber: Dokumen Pribadi

Terjadi protes yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa Dongduk Women's University di Korea Selatan beberapa waktu lalu. Mereka menolak gagasan untuk mengubah status universitas mereka menjadi lembaga pendidikan campuran. Pada Selasa (12/11/2024), sekitar 200 mahasiswa berdiri di depan gedung utama di kampus universitas khusus perempuan itu di Distrik Seongbuk, Seoul utara. Protes ini terjadi setelah rencana tersebut diumumkan, dengan alasan kekhawatiran mereka tentang hilangnya ruang aman bagi perempuan di kampus. Menariknya, dalam situasi tegang ini, seorang petugas polisi membuat pernyataan menyakitkan kepada mahasiswa yang sedang berunjuk rasa: "Kalian akan punya anak dan membesarkan mereka suatu hari nanti, jadi jangan bertindak seperti ini," Kalimat ini, meskipun tampak ringan, mencerminkan seksisme yang telah mengakar dalam banyak aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Insiden ini menunjukkan betapa dalamnya seksisme terus mempengaruhi kebijakan dan kehidupan kampus baik di Korea Selatan maupun di Indonesia.


Mahasiswa Dongduk Women's University percaya bahwa kampus mereka, yang awalnya hanya menerima perempuan, merupakan tempat aman bagi mereka untuk berkembang tanpa harus menghadapi tekanan stereotip gender yang sering terjadi di kampus koedukasi lainnya. Universitas untuk perempuan “menyediakan ruang aman untuk diskusi, bebas dari diskriminasi dan permusuhan terhadap perempuan yang meluas di masyarakat,” kata dewan mahasiswa, dikutip dari The Korea Herlad, Minggu. Mereka takut bahwa kampus akan menjadi tempat koedukasi dan peran perempuan akan terpinggirkan, dan ruang aman untuk mereka berkembang akan hilang. Mengingat banyak universitas di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia, masih menghadapi masalah ketidaksetaraan gender, kekhawatiran ini tidak berlebihan. Meskipun ada beberapa kebijakan yang membantu perempuan, jumlah perempuan yang bekerja di bidang-bidang tertentu, seperti teknik dan sains, masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.


Seorang petugas kepolisian yang berjaga di Dongduk Women’s University mengatakan, "Kalian akan punya anak dan membesarkan mereka suatu hari nanti, jadi jangan bertindak seperti ini," yang menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana masyarakat melihat perempuan, terutama dalam hal pendidikan. Pernyataan tersebut jelas mencerminkan perspektif seksis yang menganggap perempuan hanya terbatas pada tugas rumah tangga, seperti menjadi ibu, dan mengabaikan potensi dan ambisi mereka di luar itu.


Pendapat seperti ini juga masih sering muncul di Indonesia. Tidak jarang kita mendengar komentar seperti, "Perempuan berpendidikan tinggi sulit menikah" atau, "Pendidikan perempuan harus didorong, tetapi jangan lupa untuk mempersiapkan diri sebagai ibu rumah tangga." Pandangan ini menunjukkan bahwa sebagian masyarakat tidak dapat melihat perempuan sebagai orang yang dapat mencapai tujuan dan karier tanpa terbebani oleh stereotip gender. Hal ini terlihat dari kurangnya representasi perempuan di banyak bidang profesional, terutama di bidang STEM, yang masih didominasi oleh laki-laki. Menurut UNESCO, sebanyak 61% perempuan mempertimbangkan stereotip gender saat memilih pekerjaan, dan 50% di antaranya merasa tidak tertarik bekerja di bidang STEM karena dominasi laki-laki tersebut.


Seksisme dalam dunia pendidikan tidak hanya terjadi di Dongduk Women's University. Seksisme sering dianggap sebagai hal yang wajar di Indonesia. Sebagai contoh, meskipun ada kebijakan affirmative action di beberapa universitas untuk meningkatkan partisipasi perempuan di bidang tertentu, banyak perempuan masih menghadapi tantangan yang lebih besar untuk diterima di bidang studi yang didominasi oleh laki-laki. Kita sering melihat di Indonesia bahwa siswa laki-laki di bidang-bidang seperti teknik, fisika, dan informatika jauh lebih banyak dibandingkan siswa perempuan. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan, yang mendukung gagasan bahwa perempuan tidak "cocok" untuk bidang-bidang tersebut.


Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya meningkatkan sistem pendidikan untuk menjadi lebih inklusif dan peka terhadap kesetaraan gender. Meskipun beberapa program telah dibuat untuk meningkatkan pendidikan perempuan di Indonesia, masih ada banyak tantangan yang harus diatasi untuk menghilangkan seksisme yang tersembunyi dalam kebijakan dan praktik sehari-hari.


Perguruan tinggi harus menyediakan ruang yang aman bagi semua gender untuk meningkatkan inklusi dan kesetaraan pendidikan. Menurut mahasiswa Dongduk Woman's University, kampus harus menjadi tempat di mana perempuan dapat berkembang tanpa khawatir akan diskriminasi atau ketidaksetaraan gender. Namun, hal ini juga berlaku bagi mahasiswa laki-laki yang ingin belajar tanpa dibebani oleh stereotip gender yang kaku.


Meskipun beberapa universitas di Indonesia telah berusaha mengatasi masalah ini dengan memberikan lebih banyak peluang bagi perempuan, upaya ini harus diimbangi dengan kebijakan yang lebih berpihak pada kesetaraan. Ini termasuk mengembangkan program beasiswa yang mendukung perempuan di bidang Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEM), serta menciptakan lingkungan kampus yang menentang diskriminasi dan memastikan bahwa semua siswa memiliki kesempatan yang sama.


Peristiwa yang terjadi di Dongduk Women's University menunjukkan bahwa, meskipun pendidikan menjadi lebih inklusif, masalah besar dalam memerangi seksisme tetap ada. Di Indonesia, masalah ini semakin nyata, karena banyak perempuan masih terbatas oleh stereotip gender dan peran yang telah ditetapkan untuk mereka dalam masyarakat. Untuk menghasilkan masyarakat yang lebih setara, pendidikan yang adil dan inklusif sangat penting.


Oleh karena itu, kita harus bekerja sama untuk mewujudkan pendidikan yang bebas dari diskriminasi. Ini bukan hanya tentang memberi perempuan kesempatan yang sama di kampus, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung setiap orang untuk mengembangkan potensi mereka tanpa khawatir akan diskriminasi berdasarkan gender. Dengan cara ini, kita menciptakan masa depan yang lebih adil dan setara untuk Indonesia.

Sumber:

Jaeeun, L. (2024, November 10). Student backlash erupts as Dongduk Women’s University weighs coed future - The Korea Herald. The Korea Herald.

Straza , T. (2024). Changing the equation : securing STEM futures for women. WWW.UNESCO.ORG.

Dzulfaroh, A. N. (2024, November 14). Mahasiswa Dongduk Women’s University Demo, Tolak Rencana Penerimaan Laki-laki. KOMPAS.com.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image