Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image DHAFA RHOFIQ FIRDAUS

Situs Keraton Kerto

Sejarah | 2024-12-05 14:25:00

Keraton Karta adalah istana yang didirikan oleh Sultan Agung di Jawa Tengah pada awal tahun 1600-an. Keberadaan keraton ini dapat diketahui dari nama kerajaan Mataram dan nama dusun di Pleret, Bantul, Yogyakarta, yang terletak sekitar 4 kilometer di selatan Kotagede. Karta merupakan salah satu kompleks keraton Mataram selain Kotagede.

Kraton ini terletak di selatan Yogyakarta dan Kota Gede, di sebelah barat keraton Pleret yang dibangun oleh putranya, Amangkurat I. Bangunan ini berfungsi sebagai pos logistik Sultan Agung saat ia berusaha memisahkan diri dari keraton keluarganya di Kota Gede. Keraton Karta lebih dekat dengan pesisir dan memiliki peran penting dalam hubungan penguasa Mataram dengan Nyai Loro Kidul. Keraton ini terbuat dari kayu dan rentan terhadap kebakaran, sehingga akhirnya hangus terbakar bersama reruntuhan kompleks keraton putranya di Pleret.

Situs Kerto, yang terletak di Dusun Kerto, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, dulunya merupakan pusat Kerajaan Mataram Islam. Meskipun tidak banyak dikenal wisatawan, situs ini adalah tempat di mana Sultan Agung Hanyokrokusumo mengendalikan pemerintahannya, termasuk dalam dua penyerangan terkenal terhadap Kompeni Belanda untuk menaklukkan Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya.

Saat ini, yang tersisa dari Situs Kerto hanyalah tanah kosong yang dipagari dan dua batu besar atau umpak berdiameter hingga 1 meter, yang merupakan penyangga saka guru bangunan utama kraton. Situs ini dulunya memiliki lebih dari dua umpak, tetapi salah satunya diambil oleh Sultan Hamengkubuwono untuk pembangunan Masjid Saka Tunggal di Taman Sari, sementara yang lainnya tidak diketahui keberadaannya.

Sumber sejarah mengenai Kraton Kerto sangat terbatas. Namun, seorang ilmuwan Belanda, Jan Vos, mencatat bahwa Kerto merupakan tempat yang cukup luas. Bukti peninggalan lainnya diperoleh dari sketsa yang dibuat oleh R van Goens, yang menggambarkan kondisi keruangan Kraton Kerto. Catatan lain dari Hendrick de Haen juga membahas peristiwa yang terjadi selama perjalanan dari Kerto pada tahun 1662.

Sayangnya, kini Kraton Kerto hampir tidak tersisa, hanya menyisakan pemetaan tanah kosong dan umpak besar yang diduga sebagai pondasi tiang utama kraton. Beberapa sumber sejarah menyebut Kerto dengan berbagai nama seperti Charta, Karta, Kerta, dan Kerto. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kekuasaan Mataram Islam hampir meliputi seluruh Pulau Jawa, dan Sultan Agung menjalin hubungan baik dengan beberapa negara tetangga.

Namun, informasi mengenai pusat pemerintahan di Kerto sangat minim dan masih misterius. Meskipun demikian, keberadaan kraton ini memiliki peran penting karena Sultan Agung bertakhta di sana. Setelah kepergiannya, pusat pemerintahan berpindah ke Pleret.

Pada tahun 1617-1618, terjadi pemberontakan oleh orang-orang Pajang terhadap Mataram. Setelah pemberontakan tersebut berhasil diatasi, Sultan Agung memerintahkan penduduk Pajang untuk pindah ke Kerto dan mempekerjakan mereka untuk membuat batu bata. Batu bata ini kemungkinan besar digunakan untuk membangun Kraton Kerto dan fasilitas pendukungnya.

Kehancuran Kraton Karta tidak banyak diceritakan, tetapi Babad Moana mencatat beberapa kebakaran yang terjadi di dalam kraton, yang mengakibatkan kematian beberapa abdi dalem. Setelah kebakaran tersebut, Sultan Agung meninggalkan kraton yang telah rusak. Pemerintahan Mataram Islam kemudian berpindah-pindah dari Kerto ke Kraton Pleret, kemudian ke Kartasura, hingga akhirnya terpecah menjadi dua, yaitu Kraton Surakarta dan Yogyakarta.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image