Program Literasi Nasional: Upaya Pemerintah dalam Meningkatkan Minat Baca di Indonesia
Eduaksi | 2024-12-04 12:32:12Di era digital yang kian kompleks, literasi bukan sekadar keterampilan membaca, melainkan fondasi fundamental pengembangan kualitas sumber daya manusia. Program Literasi Nasional yang diinisiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merupakan terobosan strategis untuk mentransformasi budaya membaca masyarakat Indonesia.
Gerakan Sistematis Membangun Literasi
Khaidirman, Kepala Dinas Pendidikan Kota Sungai Penuh, menjelaskan bahwa Gerakan Literasi Nasional (GLN) merupakan program prioritas nasional yang dimulai sejak tahun 2016. Dia menegaskan, “Gerakan Literasi Nasional adalah program prioritas nasional yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di Indonesia.” Program ini bertujuan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya literasi. Sedangkan menurut, Dr. Siti Zubaidah, pakar pendidikan dari Universitas Indonesia, menegaskan, "GLS bukan sekadar program, melainkan revolusi mental. Kita mengajarkan anak-anak bahwa membaca adalah jendela pengetahuan, bukan beban akademis."
Maka dari itu sejak 2016, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) telah mengubah lanskap pendidikan secara fundamental. Di lebih dari 300.000 sekolah di seluruh Indonesia, siswa diwajibkan membaca selama 15 menit sebelum memulai pelajaran. Kebiasaan sederhana ini secara perlahan mengubah paradigma, mengalihkan pandangan membaca dari sekadar tugas menjadi kebutuhan intelektual.
Ekosistem Literasi yang Dinamis
Komunitas literasi bermunculan sebagai kekuatan sosial baru. Komunitas Baca Indonesia, yang didirikan pada 2015 di Jakarta, telah mengumpulkan 75.000 anggota aktif. Mereka tidak sekadar berkumpul, tetapi menciptakan ruang dialog, pertukaran ide, dan inspirasi melalui klub buku, diskusi berkala, dan berbagai kegiatan literasi.
Tantangan yang Masih Nyata
Meskipun menunjukkan kemajuan, Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2022):
- Rata-rata waktu membaca penduduk hanya 27 menit per hari
- Indeks literasi nasional baru mencapai 56,96%
- Hanya 10% anak-anak memiliki kebiasaan membaca rutin
Komparatif dengan negara tetangga seperti Singapura (indeks literasi 96,7%) dan Malaysia (75,3%), Indonesia masih tertinggal signifikan.
Terobosan Strategis
Pemerintah tidak berpangku tangan. Program "Satu Desa Satu Perpustakaan" telah mendirikan 2.500 perpustakaan di wilayah pedesaan, melibatkan 5.000 relawan literasi. Khususnya di daerah terpencil seperti Papua dan NTT, program ini membuka akses pengetahuan yang sebelumnya terbatas.
Inovasi Digital dan Literasi
Pandemi ternyata membawa dampak positif bagi ekosistem literasi. Platform digital seperti Gramedia Digital dan Mau Baca mencatat pertumbuhan 40% sejak 2020. Mereka tidak hanya menyediakan buku, tetapi menciptakan pengalaman membaca yang interaktif dan mudah diakses.
Fokus pada Generasi Muda
Pusat Penelitian Kementerian Agama mencatat bahwa anak-anak dan remaja menjadi fokus utama program literasi. Strategi meliputi:
- Penyediaan buku bacaan menarik
- Pengembangan sudut baca di sekolah
- Kompetisi menulis dan membaca
- Pendampingan minat baca berkelanjutan
Harapan dan Tantangan
Setiap tahun, indeks literasi Indonesia meningkat 3,5%. Angka yang terdengar kecil, namun menyimpan potensi besar. Setiap persentase berarti ribuan pikiran terbuka, ratusan ribu imajinasi yang berkembang.
Masyarakat melek literasi tidak sekadar memiliki pengetahuan lebih baik, tetapi menjadi agen perubahan dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka mampu berpikir kritis, inovatif, dan berkontribusi secara substantif bagi kemajuan bangsa.
Perjalanan literasi Indonesia baru dimulai. Dengan komitmen bersama—pemerintah, pendidik, orangtua, dan masyarakat—transformasi budaya membaca bukanlah sekadar mimpi, melainkan keniscayaan.
Aiko Inayah Ramadhani
Prodi Ilmu Informasi dan Perpustakaan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Airlangga
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.