Titik Balik Pendanaan Krisis Iklim di Kalimantan Barat (KNEKS)
Kebijakan | 2024-12-03 16:24:45Generasi Terakhir
Saat ini kita berpotensi menjadi generasi terakhir yang tinggal di bumi. Krisis iklim telah membuat penduduk bumi hanya punya waktu 50 tahun untuk menjaga asa agar bumi tetap layak ditinggali. Kalimantan Barat sebagai provinsi kedua terbesar dalam Kawasan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) tentunya memegang peranan penting sebagai bagian dari paru-paru dunia. Akan tetapi, upaya pemerintah pusat sebagai komitmen penurunan emisi karbon khususnya di Kalimantan Barat saat ini masih jauh dari kata optimal. Sebagai Regional Chief Economist (RCE), Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendahaaran (Kanwil DJPb) Provinsi Kalimantan Barat seharusnya dapat memberikan feedback atas pelaksanaan kebijakan fiskal ekonomi hijau di Kalimantan Barat.
Konvensi Kerangka Kerja PBB Untuk Perubahan iklim (UNFCCC) mendefinisikan climate change sebagai perubahan iklim yang disebabkan secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi atmosfer global dan variabilitas iklim alam pada periode waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global merupakan komposisi material atmosfer bumi berupa GRK (Gas Rumah Kaca) di antaranya terdiri dari: karbondioksida, metana, nitrogen, dan sebagainya, yang diperlukan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil dan terkendali. Namun, konsentrasi GRK yang terus meningkat mendorong lapisan atmosfer semakin tebal yang menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer semakin banyak. Hal ini mengakibatkan peningkatan suhu bumi yang disebut sebagai pemanasan global.
Dalam waktu 50 tahun dari sekarang, bumi akan mencapai titik nol emisi karbon dari 2000-3000 gigaton karbon yang tersisa. Itu terjadi bila per tahun emisi karbon mencapai 50-60 gigaton. Dikutip dari Statista, sejak penciptaan bumi pada 4,6 miliar tahun yang lalu, karbon yang telah teremisikan sebanyak 1400 gigaton dan setengahnya teremisikan hanya dalam waktu 270 tahun.
Jantung Kalimantan
Kalimantan Barat sebagai provinsi kedua terbesar dalam Kawasan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) dengan luas wilayah 29,1% tentunya memegang peranan penting sebagai bagian dari paru-paru dunia. Paru-paru dunia adalah kawasan bervegetasi hutan tropis basah dalam satu hamparan luas yang memiliki fungsi sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, dan penyeimbang iklim global (Peraturan Presiden/Perpres Nomor 3 tahun 2012). Melalui perpres tersebut juga ditetapkan kelestarian kawasan konservasi keanekaragaman hayati dan kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tropis basah paling sedikit 45% dari luas Pulau Kalimantan sebagai paru-paru dunia.
Seiring dengan kebijakan kelestarian kawasan konservasi, kebijakan ekonomi hijau juga menjadi poin penting untuk menjaga jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke lingkungan. Ekonomi hijau ini menjadi satu dari lima fokus kebijakan fiskal 2023 untuk mendukung adaptasi teknologi hijau, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), dan transisi energi. Secara pendanaan, kebijakan fiskal ini salah satunya diejawantahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran (TA) 2023. Hal ini menjadi tantangan tersendiri mengingat penyediaan energi yang berkelanjutan masih belum optimal serta membutuhkan political will dan eksekusi kebijakan yang baik dalam jangka panjang.
Bila mengikuti pendanaan peta jalan Dokumen Kontribusi Nasional (NDC), pendanaan untuk mencapai target penurunan emisi tahun 2030 secara nasional diperkirakan mencapai Rp3.779 triliun. Kerangka pendanaan perubahan iklim yang efektif dan efisien menjadi penting untuk mencapai target tersebut. Untuk Belanja Pemerintah Pusat lingkup Kalimantan Barat, pada TA 2023 ini dialokasikan pendanaan climate change sebesar Rp83,82 Miliar atau 0,81% dari pagu sebesar Rp10,29 Triliun. Angka tersebut meliputi program teknis terkait pada belanja pemerintah pusat dengan komposisi: fungsi ekonomi sebesar 12,05% dan fungsi perlindungan lingkungan hidup sebesar 87,95%.
'Barang Mewah'
Sebagai negara berkembang dengan pendapatan perkapita menengah ke bawah, isu ekonomi hijau dalam jangka pendek merupakan ‘barang mewah’ jika dibandingkan dengan prioritas-prioritas pembangunan lain seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perlindungan sosial. Menjadikan ekonomi hijau sebagai prioritas utama yang mengesampingkan isu-isu di bidang lain tentunya merupakan suatu ketidakadilan sosial dan sulit mendapatkan political will serta dukungan publik. Sehingga, kebijakan fiskal ekonomi hijau pada 2023 dan tahun-tahun setelahnya, penting untuk dibingkai dalam kerangka pembangunan, dengan mengaitkan ke prioritas pembangunan yang utama.
Di Kalimantan Barat, instansi lingkup Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, misalnya, terdapat subkomponen workshop pengembangan ekosistem ekonomi kreatif dan bimbingan teknis peningkatan kapasitas ekonomi kreatif. Output dan Outcome dari subkomponen tersebut perlu diarahkan untuk dapat memenuhi indikator-indikator ekonomi hijau. Untuk lingkup Kementerian Agama, misalnya, terdapat subkomponen bantuan pemberdayaan ekonomi umat dan Kantor Urusan Agama (KUA) percontohan ekonomi umat. Diperlukan adanya edukasi dan pendampingan agar umat/masyarakat penerima bantuan memiliki pemahaman dan kesadaran akan pentingnya mendukung kebijakan fiskal ekonomi hijau. Selanjutnya untuk lingkup Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, misalnya, terdapat subkomponen praktek kerja industri/magang. Mahasiswa penerima manfaat tersebut perlu difasilitasi untuk dapat menjalankan magang di industri yang telah mengimplementasikan ekonomi hijau. Menjadikan isu ekonomi hijau sebagai salah satu proksi untuk mencapai prioritas pembangunan lebih memenuhi aspek keadilan dan lebih dapat diterima secara ekonomi dan politik.
Selain belanja pada program teknis, belanja pada program dukungan manajemen pada satuan kerja juga perlu menjadi perhatian khusus mengingat komposisinya sebesar 44,26% dari total pagu belanja pemerintah pusat lingkup Kalimantan Barat. Terkait pengadaan BMN (Barang Milik Negara) seperti kendaraan dinas, pada 2023 satuan kerja lingkup Kalimantan Barat masih mengalokasikan untuk kendaraan dinas konvensional, belum beralih ke kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2022. Atau misalnya pengadaan Air Conditioner (AC) menggunakan refrigeran dengan GWP (Global Warming Potential) yang rendah. Hal ini dapat dieskalasi dalam bentuk penyempurnaan SBSK (Standar Barang dan Standar Kebutuhan) untuk kemudian diimplementasikan ke seluruh kementerian/lembaga. Kajian untuk penerapan kebijakan tersebut dapat dimulai melalui Kajian Fiskal Regional (KFR), dalam rangka mendukung penerapan kebijakan fiskal ekonomi hijau.
Upaya pemerintah pusat sebagai komitmen penurunan emisi karbon khususnya di Kalimantan Barat saat ini masih jauh dari kata optimal. Kebijakan fiskal ekonomi hijau yang ditetapkan untuk APBN 2023 hendaknya dapat menjadi pemicu local experts dan Regional Chief Economist untuk dapat memberikan feedback atas pelaksanaan kebijakan fiskal tersebut di daerah. Kalimantan Barat sebagai provinsi kedua terbesar di Indonesia dalam Kawasan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo) diharapkan dapat menjadi trigger untuk dapat mengoptimalisasi instrumen fiskal di sisi penerimaan, belanja, dan pembiayaan untuk mendukung pendanaan ekonomi hijau.
Sebagai Regional Chief Economist, peran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendahaaran (Kanwil DJPb) Provinsi Kalimantan Barat dan seluruh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di lingkup Kalimantan Barat seharusnya dapat memberikan feedback atas pelaksanaan kebijakan fiskal ekonomi hijau di Kalimantan Barat. Hal ini dapat diejawantahkan dalam Kajian Fiskal Regional (KFR). Melalui kajian tersebut, nantinya dapat dieskalasi menjadi kebijakan penandaan (tagging) atas capaian output belanja satuan kerja instansi vertikal pemerintah pusat dan penandaan anggaran atas belanja pada tingkat output di lingkup pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di Kalimantan Barat. Penghematan anggaran fiskal, peningkatan kualitas belanja, dan kerja sama kelembagaan adalah tiga poin penting dalam kajian tersebut.
Titik Balik
Peran Representasi Kementerian Keuangan di Kalimantan Barat diemban oleh Kanwil DJPb Kalimantan Barat. Upaya pemerintah pusat sebagai komitmen penurunan emisi karbon khususnya di Kalimantan Barat saat ini masih jauh dari kata optimal, sehingga seharusnya Kanwil DJPb mengambil langkah dengan memberikan feedback atas kondisi tersebut. Feedback itu nantinya diharapkan dapat menjadi bahan pembuatan kebijakan pembiayaan inovatif yang dapat menjadi titik balik pendanaan krisis iklim di Kalimantan Barat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.