Potret Industri Keuangan Syariah Non-Bank di Indonesia
Ekonomi Syariah | 2024-12-03 15:34:24Pertumbuhan keuangan syariah Indonesia mengalami pertumbuhan positif dalam 5 tahun terakhir.Total aset keuangan syariah tumbuh Rp 1283 T (87%) dari Rp1.468 T di tahun 2019 menjadi Rp 2751 T pada Agustus 2024. Sektor pasar modal syariah menyumbang pertumbuhan terbesar, yaitu Rp852 T. Sektor perbankan syariah berkontribusi Rp364 T, sedangkan sektor industri keuangan syariah non-bank hanya bertumbuh Rp 68 Triliun.
Industri keuangan syariah non-bank memiliki dinamika kompleks. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membagi sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) menjadi dua klaster. Klaster pertama mencakup Dana Pensiun, Penjaminan, dan Asuransi. Sedangkan klaster kedua mengampu Perusahaan pembiayaan, modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa keuangan lain. Pembagian ini menunjukkan kesadaran OJK akan kompleksitas dan keberagaman instrumen keuangan non-bank yang terus berkembang.
Meskipun demikian, fragmentasi pelaku industri keuangan syariah non-bank masih menjadi tantangan utama. Saat ini terdapat lebih dari 120 pelaku IKNB Syariah full fledge dan 90 UUS, dengan lebih dari 15 jenis industri. Jumlah lembaga yang sangat banyak tidak berbanding lurus dengan kontribusi nominal mereka dalam ekosistem keuangan syariah nasional. Dibandingkan dengan perbankan syariah dan pasar modal syariah, kontribusi sektor ini masih relatif rendah, mengindikasikan kebutuhan akan strategi konsolidasi yang komprehensif.
Pertimbangan untuk melakukan konsolidasi perusahaan-perusahaan di sektor IKNB menjadi agenda penting. Konsolidasi tidak sekadar upaya mengurangi jumlah pelaku, melainkan strategi untuk meningkatkan kapasitas, efisiensi, dan daya saing industri. Dengan menggabungkan sumber daya dan keahlian, lembaga-lembaga keuangan syariah non-bank dapat menciptakan unit usaha yang lebih kuat, inovatif, dan kompetitif.
Tantangan utama dalam konsolidasi adalah menjaga keberagaman layanan sambil meningkatkan skala ekonomi. Setiap klaster memiliki karakteristik dan kebutuhan spesifik yang berbeda. Klaster Dana Pensiun, Penjaminan, dan Asuransi memiliki kompleksitas risiko dan regulasi tersendiri, sementara klaster kedua mencakup lembaga dengan model bisnis yang lebih dinamis dan fleksibel.
Transformasi digital dan pengembangan teknologi keuangan syariah menjadi prasyarat dalam upaya konsolidasi. Teknologi dapat menjembatani perbedaan antarklaster, menciptakan platform terintegrasi yang memungkinkan sinergi antarinstrumen keuangan syariah non-bank. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga memperluas jangkauan layanan ke segmen pasar yang lebih luas.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi fondasi utama strategi konsolidasi. Dibutuhkan profesional yang memahami kompleksitas masing-masing klaster, mampu mengintegrasikan teknologi, dan menerapkan prinsip-prinsip syariah secara komprehensif. Kolaborasi antara perguruan tinggi, lembaga pelatihan, dan industri menjadi kunci pengembangan talenta yang dibutuhkan.
Peran OJK sangat strategis dalam mendorong konsolidasi. Selain pengawasan, OJK perlu merancang insentif dan kerangka regulasi yang mendukung penggabungan dan pengembangan lembaga keuangan syariah non-bank. Pendekatan yang proporsional, memperhatikan keunikan masing-masing klaster, akan menjamin proses konsolidasi berjalan efektif dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, konsolidasi bukanlah sekadar pilihan, melainkan keniscayaan dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang semakin kompleks. Industri keuangan syariah non-bank memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama ekonomi syariah nasional, baik melalui pembiayaan UMKM, pembiayaan infrastruktur maupun pengelolaan dana-dana jangka panjang. Dengan strategi yang tepat, komitmen para pemangku kepentingan, dan semangat inovasi, transformasi ini dapat mewujudkan ekosistem keuangan syariah yang lebih kuat, efisien, dan berkelanjutan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.