Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rayhan Ahmad

Nabi Jirjis Part 6: Mukjizat Menghidupkan Para Raja dan Kebangkitan Iman di Tengah Penolakan

Sejarah | 2024-12-02 10:17:35

Atas perintah sang raja, para prajurit segera dikerahkan untuk menangkap Nabi Jirjis dan membawanya ke istana. Mereka bergerak dengan cepat, menuju tempat di mana Nabi Jirjis tengah berdakwah, mengajarkan kebenaran kepada para pengikutnya. Dengan kasar, mereka menangkap beliau dan menyeretnya ke hadapan raja.

Sesampainya di istana, suasana berubah tegang. Raja dan seluruh hadirin terdiam dalam keterkejutan. Di hadapan mereka berdiri Nabi Jirjis—yang sebelumnya telah disiksa hingga wafat—kini hidup kembali dengan tubuh yang sempurna, tanpa bekas luka sedikit pun. Keajaiban ini membuat semua yang menyaksikannya terperangah, tak mampu berkata apa-apa.

Melihat keajaiban itu, Thoraglita, menteri kepercayaan raja yang selalu berada di sisi kanan, akhirnya berbicara, mencoba menantang keimanan Nabi Jirjis. Ia berkata, "Wahai Jirjis, jika benar Tuhanmu memiliki kekuasaan yang tiada tanding, mohonlah kepada-Nya untuk menghidupkan kembali raja-raja kami yang telah lama wafat. Tulang-belulang mereka telah hancur dan tak bersisa. Jika Tuhanmu dapat membangkitkan mereka, aku akan beriman kepadamu."

Nabi Jirjis, dengan penuh keyakinan, menjawab tantangan tersebut, "Aku akan berdoa kepada Tuhanku. Katakan padaku, di mana kuburan para rajamu?"

Thoraglita menjawab, "Mereka dikuburkan di dalam sebuah gua di salah satu gunung di wilayah ini. Di dalam gua tersebut terdapat kolam-kolam yang menjadi kuburan para raja kami."

Setelah mendengar penjelasan Thoraglita, Nabi Jirjis bersama orang- orang istana segera berangkat menuju gua yang dimaksud. Sesampainya di gua, Nabi Jirjis berwudu, membersihkan dirinya sebagai persiapan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Setelah itu, beliau melaksanakan shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyukan. Usai menunaikan shalat, Nabi Jirjis memerintahkan kepada tukang sapu yang menjaga gua tersebut untuk mengambil segenggam tanah dari dalam gua dan menaburkannya ke setiap kolam yang ada.

Dengan penuh keyakinan, tukang sapu mengikuti perintah itu, menaburkan tanah ke seluruh kolam yang tersebar di gua tersebut. Sementara itu, Nabi Jirjis duduk di hadapan kolam-kolam itu, menundukkan kepala dalam doa yang khusyuk, memohon kepada Allah untuk menunjukkan kekuasaan-Nya.

Tak lama setelah Nabi Jirjis berdoa, tanah yang ditaburkan mulai bergetar, debu-debu halus bergerak perlahan, membentuk struktur tulang-belulang yang mulai menyatu. Saksi mata menyaksikan dengan penuh keheranan saat tulang-tulang tersebut kemudian dilapisi daging, disempurnakan dengan kulit, hingga tubuh-tubuh para raja masa lalu kembali tercipta secara sempurna. Wajah mereka pun kembali seperti semula, layaknya mereka hidup di zaman kejayaan mereka.

Kemudian, atas izin Allah, ruh dimasukkan ke dalam setiap tubuh raja yang telah diciptakan kembali. Raja-raja itu pun bangkit dari kematian, hidup kembali, berdiri di hadapan Nabi Jirjis dan orang-orang yang menyaksikan keajaiban tersebut dengan takjub.

Raja-raja yang dibangkitkan itu berjumlah tujuh belas: sembilan raja, lima ratu, dan tiga putra mahkota. Di antara mereka, tampak seorang raja yang paling tua dan penuh wibawa. Nabi Jirjis mendekatinya dan bertanya, "Siapakah engkau? Apakah engkau memiliki agama saat engkau hidup?"

Sang raja menjawab dengan suara yang penuh penyesalan, "Aku adalah Theophilus. Dahulu, aku menyembah berhala Avalon. Setelah aku mati dan dikuburkan selama 400 tahun, kepedihan kematian masih terasa di tenggorokanku. Aku pernah berdiri di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Adil. Dia bertanya kepadaku tentang amal perbuatanku dan agamaku, namun aku tak mampu menjawab. Allah tidak menemukan secuil pun kebaikan dalam diriku dan teman-temanku. Sebagai akibatnya, kami disiksa tanpa henti, tubuh kami ditutupi ulat-ulat yang terus menggerogoti kami. Kami pernah memohon kepada Allah untuk mengembalikan kami ke dunia, namun permohonan itu ditolak. Hingga akhirnya kami mendengar seruan yang membangkitkan kami kembali, dan ruh kami pun dikembalikan."

Raja tua itu kemudian menatap Nabi Jirjis dan bertanya, "Siapakah engkau, wahai pria yang saleh? Allah telah menghidupkan kami berkat doamu."

Nabi Jirjis dengan tenang menjawab, "Aku adalah Jirjis, seorang Nabi."

Mendengar jawaban itu, raja tua tersebut memegang tangan Nabi Jirjis dan dengan penuh harap berkata, "Mohonlah kepada Tuhanmu agar Dia memberikan perlindungan kepada kami dan tidak mengembalikan kami ke dalam siksaan yang amat pedih."

Namun, Thoraglita, yang menyaksikan percakapan tersebut, maju ke depan dengan penuh kemarahan dan berkata, "Apakah engkau tidak malu, wahai orang tua? Selama bertahun-tahun engkau memeluk agama nenek moyangmu dan menyembah berhala, dan sekarang engkau hendak mengikuti agama orang yang kau anggap sesat ini?"

Raja tua itu menjawab dengan penuh keyakinan, "Aku lebih tahu apa yang menanti setelah kematian."

Nabi Jirjis pun berdiri, menghadap langit, dan dengan penuh khusyuk berdoa kepada Allah. Kemudian, beliau menghentakkan kakinya ke tanah, dan seketika itu juga, mata air yang jernih memancar dari tempat tersebut.

Nabi Jirjis lalu memerintahkan mereka semua untuk mandi dan berwudu agar menjadi suci. Setelah mereka selesai melaksanakan perintah tersebut, Nabi Jirjis berkata, "Ucapkanlah bahwa tiada Tuhan selain Allah."

Serentak, mereka semua melafalkan kalimat tersebut dengan khusyuk. Kemudian, Nabi Jirjis menghentakkan kakinya ke tanah sekali lagi, dan dengan izin Allah, mereka wafat kembali, lalu ruh mereka dikembalikan ke kuburan masing-masing.

Meski beragam keajaiban telah ditunjukkan oleh Nabi Jirjis di hadapan seluruh penghuni istana, tak satu pun dari mereka yang beriman kepadanya. Sebaliknya, seorang dari mereka bahkan berkata dengan penuh sinisme, "Engkau hanyalah seorang penyihir, Jirjis. Engkau hanya menyihir pandangan kami sehingga kami menyangka engkau telah menghidupkan orang-orang mati. Padahal, tidak ada satu pun yang benar-benar terjadi."

"Kita harus menyiksa Jirjis hingga mati dengan tidak memberinya makan."

Mendengar usul ini, mereka segera menangkap Nabi Jirjis dan membawanya ke sebuah tempat terpencil. Beliau diasingkan di sebuah gubuk sederhana yang dihuni seorang nenek tua yang pikun dan putranya yang buta, tuli, lumpuh, serta bisu. Di rumah itu hanya ada kayu-kayu penopang yang sudah kering, tanpa persediaan makanan atau minuman dari kerajaan.

Setibanya di gubuk tersebut, Nabi Jirjis bertanya pada si nenek, "Apakah engkau memiliki makanan?"

Sang nenek menjawab, "Aku hanya memiliki sedikit makanan, itupun hanya cukup untuk anakku. Aku sendiri sudah tidak makan selama sepuluh hari. Namun, jangan khawatir, aku akan keluar mencari sedikit makanan."

Setelah nenek tua itu pergi, Nabi Jirjis berdoa kepada Allah memohon makanan. Saat itu juga, dengan kekuasaan Allah, tiang kayu yang menopang rumah tersebut mulai tumbuh segar, menghijau, dan segera berbuah, menumbuhkan semua buah-buahan.

Sang nenek yang baru kembali dari mencari makanan, terkejut dengan apa yang ia lihat dengan mata kepala sendiri dia berkata:

“aku beriman kepada Tuhanmu, yang tiada Tuhan selain Dia.”

Menyaksikan mukjizat itu, nenek tua tersebut memohon kepada Nabi Jirjis agar beliau menyembuhkan putranya yang buta, tuli, bisu, dan lumpuh. Dengan belas kasih, Nabi Jirjis menyetujui permohonan itu. Beliau meludahi mata dan telinga anak tersebut, dan dengan izin Allah, penglihatannya menjadi terang dan pendengarannya pulih.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image