Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ryan Jasper

Ki Hajar Dewantara: Bapak Pendidikan Nasional dan Warisan Filosofi untuk Indonesia

Sejarah dunia | 2024-12-02 10:06:15
Ki Hajar Dewantara. Sumber ilustrasi: abdinegaranews.web.id

Ki Hajar Dewantara, yang lahir dengan nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, adalah tokoh utama dalam sejarah pendidikan nasional Indonesia. Sebagai cucu dari Pakualam III, beliau lahir dari keluarga bangsawan dengan ayahnya bernama Pangeran Ario Suryaningrat dan ibunya Raden Ayu Sandiah. Meskipun berasal dari kalangan priyayi, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai pelopor pendidikan yang memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Kiprah dan pemikirannya dalam bidang pendidikan menjadikannya sosok Bapak Pendidikan Nasional, dan setiap 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.

Lebih dari sekadar pendidik, beliau juga merupakan pejuang kemerdekaan yang pemikirannya sangat erat kaitannya dengan Pancasila, dasar ideologi negara Indonesia. Nilai-nilai yang beliau ajarkan mencerminkan semangat Pancasila dan berfungsi sebagai pedoman moral serta etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Perjuangan Awal Dalam Membangun Kesadaran Nasional Melalui Tulisan

Sebelum aktif dalam dunia pendidikan, Ki Hajar Dewantara berprofesi sebagai jurnalis. Beliau banyak menulis di berbagai surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Gaya tulisannya yang komunikatif, berani, dan menentang kolonialisme membuatnya menjadi salah satu tokoh utama dalam menyuarakan semangat kebebasan dan persamaan hak bagi rakyat pribumi. Salah satu tulisan yang paling terkenal adalah “Als ik een Nederlander was” atau “Seandainya Aku Seorang Belanda”, yang mengkritik ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh penjajah Belanda.

Meskipun berasal dari keluarga bangsawan, Ki Hajar Dewantara memiliki semangat tinggi untuk memperjuangkan hak-hak rakyat kecil, terutama dalam bidang pendidikan yang pada masa kolonial Belanda hanya bisa diakses oleh kaum elit. Beliau menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu, beliau memperjuangkan pendidikan yang bisa diakses oleh seluruh rakyat tanpa memandang status sosial.

Pada tahun 1908, beliau bergabung dengan Boedi Oetomo, organisasi yang berfokus pada kebangkitan nasional. Namun, pada tahun 1912, bersama Cipto Mangunkusumo dan Ernest Douwes Dekker yang kemudian mereka dikenal sebagai Tiga Srangkai, mendirikan Indische Partij, partai politik yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Akibatnya, ketiganya diasingkan ke Belanda karena dianggap berbahaya oleh pemerintah kolonial. Meski sedang masa pengasingan di Belanda, Ki Hajar Dewantara tetap aktif berjuang melalui organisasi Indische Vereeniging, yang menjadi wadah bagi pelajar Indonesia. Setelah diasingkan selama beberapa tahun, beliau dipulangkan ke Indonesia pada 6 September 1919.

Lahirnya Taman Siswa: Pendidikan Nasional untuk Semua

Selama masa pengasingannya di Belanda, Ki Hajar Dewantara mempelajari sistem pendidikan Barat yang kemudian beliau bawa pulang ke Indonesia. Pada 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau yang lebih dikenal dengan Taman Siswa di Yogyakarta. Taman Siswa dirancang untuk memberikan pendidikan kepada rakyat pribumi, dengan semangat kebangsaan dan antikolonialisme. Ki Hajar Dewantara ingin menyiapkan generasi yang memiliki jiwa kepemimpinan untuk memimpin bangsa Indonesia ke arah kemerdekaan.

Prinsip dasar yang diusung oleh Taman Siswa adalah Patrap Triloka, yang menjadi pedoman bagi para guru dan pendidik:

 

  1. Ing Ngarsa Sung Tuladha: Di depan, memberi teladan.
  2. Ing Madya Mangun Karsa: Di tengah, membangun semangat.
  3. Tut Wuri Handayani: Di belakang, memberikan dorongan.

Prinsip-prinsip ini mencerminkan peran guru yang tidak hanya berfungsi sebagai pengajar, tetapi juga sebagai motivator dan pendamping yang mendukung siswa dalam mengembangkan potensi mereka. Hingga saat ini, semboyan “Tut Wuri Handayani” tetap menjadi filosofi dasar dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan Keterkaitannya dengan Pancasila

Ki Hajar Dewantara percaya bahwa pendidikan harus mencakup pengembangan karakter yang kuat serta kemampuan intelektual. Filosofi pendidikan yang beliau usung memiliki hubungan yang erat dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, di mana setiap aspek pendidikan yang beliau bangun mencerminkan esensi dari lima sila:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Pendidikan harus menghargai nilai-nilai spiritual dan keyakinan agama. Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya harmoni antara manusia dengan Tuhan, selaras dengan sila pertama Pancasila.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Ki Hajar Dewantara berjuang untuk menciptakan sistem pendidikan yang adil bagi seluruh rakyat, tanpa diskriminasi. Ini sejalan dengan sila kedua, yang menuntut penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keadilan sosial.

3. Persatuan Indonesia

Dalam pendidikannya, beliau menanamkan semangat kebangsaan dan nasionalisme untuk mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. Ini sangat sesuai dengan sila ketiga, yang menekankan pentingnya persatuan di antara berbagai elemen masyarakat.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan

Ki Hajar Dewantara percaya pada prinsip musyawarah dan demokrasi dalam pendidikan dan kehidupan sosial. Hal ini sejalan dengan sila keempat Pancasila yang menekankan pentingnya kepemimpinan yang bijaksana.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Salah satu perjuangan utamanya adalah menciptakan pendidikan yang dapat diakses oleh seluruh rakyat, bukan hanya untuk golongan elit. Ini mencerminkan sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Warisan Abadi Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara wafat pada 26 April 1959, namun warisannya tetap hidup hingga masa kini. Sistem pendidikan inklusif yang beliau rintis menjadi pondasi bagi pendidikan modern Indonesia. Pemikiran dan filosofi yang beliau kembangkan tidak hanya membangun dunia pendidikan, tetapi juga memperkuat fondasi ideologis negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila.

Dengan semangat “Tut Wuri Handayani”, kita diingatkan bahwa pendidikan adalah jalan menuju masa depan bangsa yang lebih cerah, di mana semua rakyat berhak mendapatkan pendidikan yang adil dan merata. Ki Hajar Dewantara telah meninggalkan jejak abadi sebagai pendidik, pemimpin, dan pembawa perubahan bagi bangsa Indonesia.

Referensi

Kulsum, Kendar Umi. (2020). Ki Hadjar Dewantara. Diakses pada 5 Oktober 2024, dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/profil/tokoh/ki-hadjar-dewantara

Muhtar. (2024). Sosok Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Diakses pada 5 Oktober 2024, dari https://uici.ac.id/sosok-ki-hajar-dewantara-bapak-pendidikan-indonesia/

Kisah Ki Hajar Dewantara, Pahlawan Pendidikan yang Bikin Marah Penjajah. (2022). Diakses pada 5 Oktober 2024, dari https://smpn1lubuklinggau.sch.id/berita/kisah-ki-hajar-dewantara-pahlawan-pendidikan-yang-bikin-marah-penjajah

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image