Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nayla salwa

Satu Tahun Berjalan, Sudahkah Kurikulum Merdeka Berhasil?

Pendidikan dan Literasi | 2024-11-30 20:51:23

Kurikulum Merdeka, sebuah gebrakan baru dalam dunia pendidikan Indonesia, telah menarik perhatian banyak pihak. Diadakan dengan tujuan memberikan kebebasan yang lebih besar bagi guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar, kurikulum ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di tanah air. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul berbagai pertanyaan seperti Sudahkah Kurikulum Merdeka berhasil mencapai tujuannya? Dan bagaimana dampaknya bagi siswa maupun pengajar?

Kurikulum Merdeka Belajar resmi ditetapkan sebagai kurikulum nasional mulai tahun ajaran baru 2024/2025. Kurikulum ini disiapkan sejak 2020, kemudian diterapkan dan dievaluasi secara bertahap sejak 2021. Kurikulum Merdeka Belajar ini berfokus pada pengembangan soft skill dan karakter siswa melalui sistem pembelajaran yang fleksibel. Dalam setahun berjalan, implementasi Kurikulum Merdeka di berbagai sekolah telah menghasilkan beragam respon. Banyak guru dan siswa mengapresiasi fleksibilitas yang diberikan oleh kurikulum ini. Guru merasa lebih leluasa untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan minat siswa. Di sisi lain, siswa tampak lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran yang lebih interaktif.

Namun, tantangan tetap ada. Tidak semua sekolah memiliki sumber daya yang memadai untuk menerapkan kurikulum ini secara optimal. Beberapa guru masih merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan pendekatan baru ini, terutama dalam hal penilaian yang lebih berfokus pada kemampuan praktis dan bukan hanya aspek kognitif. Hal ini mencerminkan tantangan dalam mengimplementasikan Pasal 15 UU No. 20 Tahun 2003, yang menyebutkan bahwa penilaian pendidikan harus mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sistem penilaian yang lebih berfokus pada keterampilan praktis sesuai dengan upaya menciptakan penilaian yang holistik, namun juga memerlukan kesiapan guru dalam beradaptasi dengan pendekatan baru ini.

Kurikulum Merdeka memberikan kebebasan kepada instansi pendidikan yang berada di kota dan kabupaten dalam melakukan pengembangan pendidikan yang sesuai dengan kurikulum ini. Oleh karenanya, setiap sekolah yang menggunakan Kurikulum Merdeka akan memiliki perbedaan pada pelaksanaan pembelajarannya, tetapi tetap terfokus pada nilai-nilai Pancasila. Dalam pelaksanaannya, Kurikulum Merdeka memiliki tiga komponen, yaitu kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan intrakurikuler, dan project yang berdasar pada P5 atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (RAHAYUNINGSIH, 2022). Ini sesuai dengan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003, yang Dimana pasal ini menetapkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan yang beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, dan siap menghadapi tantangan global.

Untuk tingkat Sekolah Dasar, mata pelajaran IPA dan IPS digabungkan menjadi IPAS. Dengan digabungkannya mata pelajaran IPA dan IPS, peserta didik dapat mengelola lingkungan sosial dan alam dalam suatu kesatuan (YUSUF, 2023). Sedangkan, pada tingkat Sekolah Menengah Atas, Kurikulum Merdeka mendorong pendekatan lintas mata pelajaran untuk merangsang pemikiran kreatif dan pemecahan masalah. Ini menyatukan berbagai bidang studi untuk menciptakan pemahaman yang holistik. Dengan mengintegrasikan mata pelajaran IPA dan IPS pada tahun pertama, siswa dapat memilih peminatan masing-masing pada tahun kedua dan ketiga.

Kurikulum Merdeka memiliki berbagai pro dan kontra. Di sisi positif, siswa diberikan kebebasan pemilihan jurusan yang lebih banyak sesuai minat dan bakat mereka, serta pembelajaran berbasis proyek yang mengutamakan riset nyata, pemecahan masalah, dan keterampilan praktis. Siswa juga lebih aktif dan terlibat dalam pengalaman belajar mereka. Selain itu, pengenalan kearifan lokal dan kemajuan teknologi menjadi fokus penting dalam kurikulum ini. Hal ini sesuai dengan Pasal 28C UU No. 20 Tahun 2003, yang menekankan pentingnya pendidikan yang menumbuhkan minat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mendorong pemikiran kritis dalam pemecahan masalah.

Namun, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi. Implementasi Kurikulum Merdeka tidak selalu selaras dengan kesiapan sumber daya manusia yang memadai, dan terkadang terkesan memaksakan, sehingga dapat mengakibatkan pelaksanaan yang kurang efektif. Beban administrasi guru yang lebih rumit juga dapat mengganggu fokus mereka pada pembelajaran. Selain itu, belum meratanya kualitas dan fasilitas pendidikan menciptakan kesenjangan, serta kurangnya standarisasi pendidikan yang jelas menyebabkan variasi dalam kualitas. Pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003, yang mengatur pemerataan akses pendidikan, menggarisbawahi bahwa pemerintah harus memastikan pendidikan yang berkualitas dapat diakses oleh semua warga negara tanpa terkendala oleh kesenjangan geografis maupun ekonomi.

Ada juga masalah pemaksaan kenaikan kelas bagi siswa yang belum siap secara akademis, serta orientasi daya kritis siswa yang lebih pada nilai daripada pemahaman pembelajaran. Kurikulum Merdeka, dengan segala kelebihan dan tantangannya, menunjukkan potensi signifikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Namun, keberhasilannya masih terhambat oleh berbagai faktor, termasuk kesiapan SDM, infrastruktur, dan standarisasi pendidikan. Dengan penyesuaian dan dukungan yang tepat, diharapkan kurikulum ini dapat berkembang menjadi solusi yang lebih efektif untuk pendidikan di Indonesia.

Selanjutnya, penting bagi semua pihak terkait, termasuk pemerintah, para pendidik, dan masyarakat, untuk berkolaborasi dalam mengatasi tantangan yang ada. Sesuai dengan Pasal 37 UU No. 20 Tahun 2003, yang mengharuskan pemerintah untuk terus mengembangkan profesi guru melalui pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan, agar mereka dapat berkompetisi dengan standar internasional dalam dunia pendidikan. Selain itu, pemenuhan infrastruktur dan sumber daya pendidikan yang memadai harus dipastikan, terutama di daerah terpencil.

Lebih jauh lagi, partisipasi aktif orang tua dan masyarakat bagi putra/putrinya dalam proses pendidikan juga menjadi kunci. Mereka perlu dilibatkan dalam memberikan masukan mengenai kurikulum serta mendukung kegiatan belajar siswa di luar sekolah. Dalam jangka panjang, evaluasi dan umpan balik yang berkelanjutan dari semua pemangku kepentingan akan memastikan bahwa Kurikulum Merdeka benar-benar dapat mengakomodasi kebutuhan dan harapan semua pihak, sehingga tujuan utama pendidikan Indonesia yang berkualitas dan merata dapat tercapai, sesuai dengan amanat Pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003 tentang pemerataan pendidikan.

Daftar Pustaka

https://journal.umtas.ac.id/index.php/naturalistic/article/view/2203

https://sj.eastasouth-institute.com/index.php/spp/article/view/110

https://pbsi-upr.id/index.php/Bhinneka/article/view/187

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image